Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

SETARA Institute: Negara Tak Harus Patuhi Imbauan MUI Soal Salam

IDN Times/Lia Hutasoit

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menyayangkan adanya imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terkait pelarangan pengucapan salam lintas Agama. Menurut Bonar, MUI bukanlah bagian dari hierarki institusi di dalam Perundang-Undangan Indonesia, sehingga aturan yang dikeluarkan tak wajib untuk dipatuhi. 

Putusan MUI pun dinilai terlalu eksklusif dan tak berlaku bagi semua pemeluk agama. Lalu, bagaimana pandangan SETARA Institute terhadap imbauan yang dikeluarkan oleh MUI? Haruskah diikuti?

1. Negara tidak harus menurut imbauan MUI

Logo MUI. mui.or,id

Menurut Bonar,  yang dikeluarkan oleh MUI bukanlah bagian dari hierarki Perundang-Undangan di Indonesia. Baginya, itu hanya bentuk kebebasan berekspresi dari MUI Jatim.

"Biarkan saja, hormati saja, tapi tidak ada kewajiban bahkan tidak ada keharusan bagi negara harus menurutinya," kata Bonar saat ditemui di Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (11/11) kemarin. 

2. Imbauan MUI terkesan eksklusif dan tak menghargai perbedaan agama di Indonesia

Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menuju tempat peletakan batu pertama proyek pembangunan Menara MUI (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Bonar menyayangkan imbauan itu malah dikeluarkan oleh MUI Jatim lalu diamini oleh MUI pusat. Sebab, konteksnya terkesan eksklusif dan cenderung meninggikan diri sendiri serta tidak menghargai adanya perbedaan. Padahal, Indonesia adalah negara yang isinya terdiri dari beragam warga. 

"Harus dipahami kan ini negara yang plural. Negara yang meletakkan posisi semua agama sama. Nah, jadi seharusnya tidak ada suatu agama pun yang menjadi lebih istimewa," kata Bonar. 

3. SETARA sarankan warga mengucapkan salam ala Gus Dur

IDN Times/Istimewa

Bonar menilai pengucapan salam lintas agama adalah hal yang wajar bagi pejabat publik. Ia menyarankan apabila pejabat publik tak ingin membuka dengan salam lintas agama, maka bisa dengan menggunakan salam bahasa nasional. 

"Misalnya selamat pagi atau sore seperti yang pernah diusulkan oleh almarhum Presidn keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur," tutur dia lagi. 

Gimana, guys? Kalian setuju dengan saran dari SETARA?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Lia Hutasoit
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us