Sosialisasi Pemilu 2019, Menteri Tjahjo Minta ASN Jaga Netralitas

Jakarta, IDN Times - Menjelang hari pemungutan suara, 17 April mendatang, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan dua substansi besar dalam Pemilu serentak 2019, yaitu soal tahapan konsolidasi demokrasi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden serta netralitas aparatur sipil negara (ASN).
Hal ini disampaikan Tjahjo saat menghadiri acara Penutupan Rapat Koordinasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia se-Indonesia Tahun 2019, di Hotel Rich, Yogyakarta, Sabtu (2/3).
1.Pemerintah perlu memfasilitasi penyelenggaraan pemilu

Tjahjo mengatakan, tahapan konsolidasi demokrasi yang panjang dimulai dari gelaran Pilkada serentak 2015 yang melibatkan 269 daerah, kemudian pada 2017 sebanyak 101 daerah, dan 171 daerah pada 2018.
Untuk pelaksanaan pemilu, Tjahjo mengingatkan agar pemerintah pusat dan daerah memberikan bantuan dan memfasilitasi penyelenggaraan pemilu.
Hal ini penting untuk mendukung tahapan pemilu sampai pada pelantikan, baik pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, DPR RI, DPD RI, serta Presiden dan Wakil Presiden.
2.Mendagri: Sosialisasikan Pileg dan Pilpres 2019

Lebih lanjut, Mendagri mengimbau seluruh aparatur dari pusat sampai daerah untuk membantu menyosialisasikan Pileg dan Pilpres 2019 agar tercapainya tingkat partisipasi politik masyarakat.
"Target penyelenggara pemilu adalah 78 persen, mudah-mudahan bisa lebih,” papar Tjahjo.
Kunci dari pelaksanaan sosialisasi tidak hanya dibebankan kepada penyelenggara pemilu, tetapi seluruh aparatur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh masyarakat untuk ikut membantu. Hal ini dikarenakan dalam pemilu serentak pada April nanti, masyarakat harus mencoblos 5 surat suara. Berdasarkan hasil simulasi, proses pencoblosan itu membutuhkan waktu sekitar 11 menit bagi setiap orang.
“Maka dari itu, tingkat partisipasi dari masyarakat harus terjamin dalam menjaga legitimasi dari hasil Pemilu itu sendiri,” sambungnya.
3.Cermati dan lawan 'Racun Demokrasi' demi persatuan

Selain itu, Mendagri tidak bosan-bosannya nenyampaikan untuk mencermati dan melawan yang namanya ‘Racun Demokrasi’.
"Jangan lupa juga cermati dan lawan Racun Demokrasi, yaitu politik uang, kampanye yang berujar kebencian, politisasi SARA, fitnah dan hoax. Saat ini sangat mengkhawatirkan berbagai racun demokrasi di media sosial yang tentunya sangat mudah diakses oleh masyarat", terangnya.
Ia juga meminta untuk mencermati konten dari media sosial yang mengandung ujaran kebencian, politisasi SARA, hoax, dan fitnah. Jangan sampai masyarakat terpengaruh dari setiap informasi keliru yang berdampak pada rusaknya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, kita harus mengorganisir dan menebar kedamaian, informasi yang mendinginkan dan menyejukan untuk merajut rasa persaudaraan dan persatuan.
"Mari kita jaga persatuan dan kesatuan serta semangat gotong-royong di tengah- tengah masyarakat," kata Tjahjo.
4.Tjahjo Kumolo: ASN harus netral

Pada kesempatan ini, Tjahjo kembali mengingatkan bahwa aparatur sipil negara tidak boleh terikat dengan partai politik atau menjadi juru kampanye. ASN yang terlibat harus tegak lurus dalam konteks pemerintahan pusat sampai daerah.
"Netral secara etimologis memiliki arti dan makna kaitan kata benda atau kata sifat. Netral artinya tidak berpihak, tidak berwarna, serta bebas yang berarti tidak terikat,” ujarnya.
Dalam konteks pekerjaan birokrasi, ASN sejatinya adalah profesi yang tidak bebas dan terikat pada tugas dan kewajiban menjalankan seluruh peraturan dan program presiden, menteri dan kepala daerah.
"Birokrasi harus berpihak pada kepentingan negara dan masyarakat. Birokrasi harus satu warna tegak lurus pada NKRI", terang Mendagri.
5.Ingat, ASN terikat pada aturan

Dengan demikian, sesungguhnya Birokrasi/ASN tidak netral atau tidak bebas. Karena mereka terikat pada aturan, taat pada tugas pokok menjalankan seluruh program pemerintahan dari pusat sampai desa, siapapun dan dari mana pun pemimpinnya.
"Seorang ASN sangat tidak etis jika mencela pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Sama halnya dengan arahan dari Presiden Jokowi yang ingin menjalankan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, taat kepada hukum membangun reformasi birokrasi,” pungkas Tjahjo.