Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sosiolog NTU: Anies Harus Tes Swab Random Warga Daerah Padat Penduduk

Warga menggunakan masker saat berada di luar rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Warga menggunakan masker saat berada di luar rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Jakarta, IDN Times - Profesor madya bidang sosiologi bencana pada Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Sulfikar Amir mengatakan, untuk mengantisipasi adanya penyebaran COVID-19 di pemukiman padat penduduk, pemerintah Jakarta setidaknya harus bisa melakukan antisipasi dengan serangkaian tes.

"Pemerintah harus cari tahu, apakah kasus ini sudah masuk ke wilayah yang padat penduduk, kemudian segera mengisolasi orang-orang yang terkena," kata dia ketika dihubungi IDN Times, Senin (20/4).

1. Minta pemerintah Jakarta lakukan swab dan PCR

Ilustrasi rapid test COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon
Ilustrasi rapid test COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Dia mengusulkan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat melaksanakan pengambilan sampling secara random dengan menggunakan swab atau PCR, bukan dengan rapid test.

"Misalnya 200 saja, ambil 10 Kelurahan yang paling padat, kemudian masing-masing kelurahan itu 10 orang dipilih secara random," ujar dia.

Dari hasil tersebut Pemerintah bisa mengambil langkah jika memang ada kasus positif yang bisa langsung diisolasi.

2. Berikan masyarakat informasi seagresif mungkin

[Ilustrasi] Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari dimulai pada 10 April hingga 23 April 2020. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
[Ilustrasi] Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari dimulai pada 10 April hingga 23 April 2020. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Selain itu, dia menyarankan agar masyarakat dapat diberikan informasi seagresif mungkin. Pemerintah sebaiknya bisa membuat masyarakat takut atau panik dalam kondisi ini, agar lebih mawas.

"Masalahnya, pemerintah selama ini campur antara risiko tinggi dan risiko rendah jadi masyarakat itu menjadi bingung," katanya.

3. Komunikasi risiko harus lebih digempur

Kondisi Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari kedua pemberlakuan PSBB Jakarta, Sabtu (11/2).  (Twitter TMC Polda Metro Jaya)
Kondisi Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari kedua pemberlakuan PSBB Jakarta, Sabtu (11/2). (Twitter TMC Polda Metro Jaya)

Informasi tentang risiko virus corona yang simpang siur terkadang membuat masyarakat kelas bawah menganggap remeh. Terkadang muncul informasi yang mengatakan bahwa COVID-19 bisa sembuh sendiri kemudian tidak mematikan dan sebagainya.

"Jadi komunikasi risikonya harus lebih diperbaiki dan kemudian dilakukan secara lebih intensif ke bawah," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Jumawan Syahrudin
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us