Suap Eks Penyidik KPK, Azis Syamsuddin Dituntut 50 Bulan Penjara

Jakarta, IDN Times - Mantan wakil ketua DPR Azis Syamsuddin dituntut 50 bulan penjara atau 4 tahun dua bulan. Jaksa menilai Azis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, menyuap eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azis Syamsuddin selama 4 tahun 2 bulan serta pidana denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (4/1/2022).
1. Jaksa minta hak politik Azis dicabut

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut hakim untuk mencabut hak politik mantan wakil ketua umum Partai Golkar tersebut. Jaksa meminta pencabutan ini berlaku setelah Azis menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," jelasnya.
2. Azis Syamsuddin dinilai rusak citra dan kepercayaan publik pada DPR

Ada sejumlah pertimbangan jaksa baik yang memberatkan maupun meringankan dalam memberi tuntutan. Pertimbangan itu termasuk fakta bahwa Azis belum pernah dihukum semasa hidupnya.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, perbuatan terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat pada DPR, terdakwa tidak mengakui kesalahannya, terdakwa berbelit-belit," jelas jaksa.
3. Azis didakwa suap eks penyidik Rp3,6 miliar

Dalam kasus ini, Azis Syamsuddin didakwa menyuap eks Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju Rp3.619.658.531. Jumlah tersebut terdiri dari Rp3 miliar dan 36 ribu dolar AS.
Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan bahwa Azis menyuap AKP Robin demi mengurus kasus korupsi di Lampung Tengah yang menyeret namanya. Suap itu diberikan agar KPK tak menjadikan dia dan kader Partai Golkar Aliza Gunado sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, Azis didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.