Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tambah Polusi, Ini Bahaya Bakar Sampah Menurut Sejumlah Ahli

Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Jakarta, IDN Times - Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti bagaimana pembakaran sampah punya dampak signifikan. Salah satunya berbahaya bagi tubuh dan bisa menyebabkan polusi udara.

Pakar cuaca dan iklim dari Fakultas Geografi UGM, Dr. Emilya Nurjani, menyebutkan polusi udara tidak hanya mengancam Ibu Kota Jakarta, tetapi juga di kota besar lainnya di Indonesia.

Pembakaran sampah, menurut dia, juga menjadi salah satu faktor buruknya kualitas udara di kota besar. Selain itu, keluaran asap dari cerobong pabrik dan pembangkit listrik turut menyumbang polusi udara.

“Saat pembakaran dengan luaran gas metan bisa menyebabkan polusi udara, dan dampak terjadinya risiko perubahan iklim,” ujarnya dalam diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk Awas Sampah dan Udara Tak Sehat Mengancam, Jumat (25/8/2023).

1. Kondisi musim kemarah buat sebaran gas bertahan lebih lama

ilustrasi polusi udara pekat (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Kondisi musim membuat sebaran gas di udara menjadi bertahan lebih lama. Emilya mengatakan, tingkat keparahan penentuan kualitas udara dideteksi dari kandungan gas hidrokarbon di udara.

Ditambah, kata Emilya, dengan kondisi di tengah musim kemarau yang mendapatkan curah hujan lebih sedikit, sehingga sebaran gas di udara menjadi lebih lama.

2. Pembakaran sampah bisa perparah polusi dan risiko penyakit pernapasan

Ilustrasi tidak enak badan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara dokter spesialis paru, dr. Ika Trisnawati mengatakan, membakar sampah bukan solusi dalam menyelesaikan persoalan sampah.

Sebaliknya, kata Ika, membakar sampah bisa memperparah tingkat polusi udara dan menimbulkan dampak risiko penyakit gangguan pernapasan.

“Polutan hasil pembakaran apapun bentuknya sifatnya toksik, jika masuk ke kantong paru-paru menghasilkan dampak ringan sampai berat. Dalam jangka pendek bisa menimbulkan risiko terkena penyakit paru akut, namun jangka panjang menimbulkan risiko kanker, karena adanya paparan senyawa karsinogenik,” kata dia.

3. Perlunya kesadaran masyarakat kelola sampah secara mandiri

Ilustrasi buang sampah di sembarang tempat (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah pembakaran sampah di Kota Yogyakarta. Peneliti pengelolaan sampah terintegrasi dari Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM, Ir. Wiratni, menjelaskan daya tampung TPA Piyungan yang belakangan menjadi masalah, seharusnya menjadi momen menyadarkan masyarakat.

Salah satunya, lanjut Wiratni, soal pengelolaan sampah mandiri di tingkat desa hingga rumah tangga masing-masing.

“Bukan masalah teknologinya, tapi masyarakat kita tidak aware, kita masih berpikir asal sampah saya keluar dari rumah,” ujar dia.

Wiratni menjelaskan, sebanyak 80 persen sampah di perkotaan adalah sampah organik, maka perlu ada edukasi soal pengolahan sampah menjadi kompos dan pupuk cair.

“Umumnya sampah yang tidak bisa dikelola itu hanya 10 persennya saja. Jika seluruh warga Jogja melakukan pemilahan dan pengolahan sampah mandiri, maka TPA tidak harus mengelola sampai sekian ratus ton sampah,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us