Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Teka-Teki Tewasnya Santoso, Benarkah Sang Teroris Telah Tewas?

tempo.co

Dalam kontak senjata yang terjadi antara aparat dengan kelompok Santoso di wilayah pegunungan Dusun Kuala, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dua orang tewas, salah satunya diduga kuat adalah Santoso. Santoso adalah pemimpin kelompok terorisme Poso yang juga pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Dan seorang lagi yang belum dikenal identiasnya.

Dilansir Kompas.com, Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriadi mengatakan bahwa tim DVI dari Mabes Polri sudah berangkat dan akan tiba di Palu siang ini untuk membantu proses identifikasi jenazah tersebut. Dalam baku tembak tersebut, tiga orang berhasil melarikan diri, mereka terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160719/sa-liputanindonesianews-d6532ceac457237c57f6ced7bd27d259.jpg

Sampai Selasa (19/7) pagi, evakuasi korban tewas dua terduga teroris ini terus berlangsung. Hal ini mengingat kondisi medan sangat sulit serta berjarak sekitar 60 kilometer dari kota Poso. Kawasan pegunungan Desa Tambarana menjadi markas dari kelopok Santoso yang selama ini jumlahnya masih 21 orang.

Namun menurut Kapolda Rudy, dengan tertembaknya dua orang tersebut maka jumlah anggota Santoso saat ini hanya tinggal 19 orang. Rudy yang juga Kepala Penanggungjawab Operasi Tinombala Poso 2016 mengatakan bahwa selama ini kelompok bersenjata pimpinan Santoso tersebut bertahan di hutan dan berpindah-pindah menghindari kejaran aparat.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160719/sa-benarnews-cfbb5de1d2b8b352be7df00014783ce0.jpg

Mereka terpecah menjadi dua kelompok yakni kelompok Santoso dan kelompok Ali Kalora. Kelompok Santoso sebanyak lima orang, yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan. Sedangkan kelompok Ali Kalora sebanyak 16 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan satu perempuan. Hingga saat ini, situasi di kota Poso dan sekitarnya terpantau aman dan lancar. Aktivitas masyarakat berjalan seperti biasa karena lokasi kontak senjata terjadi di pegunungan yang jauh dari pemukiman masyarakat.

Bagaimana kronologi penyergapan Santoso?

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160719/sa-kiblat-07936d890458257ef257b4498c2942af.jpg

Pada pukul 16.00-16.30 WITA, tim patroli melihat sebuah gubuk dan mengikuti jejak dari barat. Di gubuk kedua, terlihat seseorang mengambil sayur dan ubi untuk menutupi jejak. Tim patroli melihat jejak ke sungai menuju arah utara, terlihat tiga orang di seberang sungai dan langsung menghilang.

Kemudian, pada pukul 17.00 WITA, tim patroli melakukan kontak senjata sekitar 30 menit dengan lima orang di pihak lawan. Dua orang tewas, satu pria berambut panjang, berjenggo dan bertahi lalat. Satu lainnya perempuan. Tiga orang sisanya melarikan diri. Pukul 18.30 WITA, tim patroli segera melaporkan adanya kontak senjata. Dan selanjutnya pada pukul 19.00 WITA, evakuasi pun dilakukan.

Kabar tewasnya Santoso pun segera beredar Senin petang. Ketika dua jenazah yang tewas dalam baku tembak itu dicek, satu menyerupai Santoso karena memiliki tahi lalat di dahi dan jenggot tebal.

Jenazah tersebut memang memiliki ciri khas Santoso seperti tahi lalat. Ciri-ciri lainnya adalah bentuk hidung yang agak mancung, kumis yang menipis di tengah, serta jenggot yang tebal. Bentuk mukanya pun lonjong dengan garis muka tidak tegas. Ciri-ciri ini menyerupai Santoso.

Santoso terbunuh, jumlah kelompok radikal dipastikan semakin berkurang.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160719/sa-kapanlagi-2cfd9e1956cb62fbf7d042bb61dc21a2.jpg

Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan bahwa kekuatan kelompok radikal di Indonesia akan melemah jika Santoso dipastikan tewas dalam baku tembak dengan Satgas Operasi Tinombala, Senin (18/7).

Santoso merupakan simbol sekaligus simpul perlawanan. Dengan tewasnya Santoso maka diprediksi akan berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi kelompok radikal yang tersisa.

Sisa-sisa dari kelompok Santoso sangat mungkin akan terdiaspora, memudar atau menyerahkan diri. Namun, bukan tidak mungkin sisa-sisa kelompok Santoso tersebut malah akan melakukan aksi nekat membalas kematian pimpinannya itu secara sporadis. Meski kemungkinannya kecil, Harits meminta aparat tetap waspada adanya kontigensi semacam ini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rizal
EditorRizal
Follow Us