Tersangka Korupsi Dana Operasional Dius Enumbi Diperiksa KPK

- KPK memeriksa delapan saksi terkait dugaan korupsi dana operasional di Provinsi Papua, termasuk Dius Enumbi dan tujuh tersangka lainnya.
- Dius Enumbi ditetapkan sebagai tersangka KPK bersama mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, namun status tersangka Lukas Enembe gugur karena meninggal dunia.
- KPK melakukan penggeledahan sejumlah lokasi terkait kasus ini dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik yang diduga merugikan negara Rp1,2 triliun.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Provinsi Papua, Dius Enumbi. Ia merupakan tersangka dugaan korupsi dana operasional di Provinsi Papua.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pengelolaan dana penunjang operasional di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Jumat (21/11/2025).
1. KPK periksa delapan saksi

Selain Dius Enumbi, KPK juga memeriksa tujuh tersangka lainnya, Mereka adalah Otto Sada (KONI Papua), Muhhamad Fajri Noch (Wiraswasta), Hengki Martanto (Bendahara Pengeluaran Dinas PUPR Provinsi Papua 2021-202), Mikael Kambuaya (Mantan Kepala Dinas PUPR Papua), Frans Manimbui (Direktur PT Cendrawasih Mas), Elphius Hugi (Kepala Biro Umum), dan Mieke (Pegawai Finance PT Tabi Bangun Papua).
"Pemeriksaan dilakukan di Polda Papua," ujarnya.
2. Dius Enumbi jadi tersangka KPK

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah, Dius Enumbi sebagai mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua dan Lukas Enembe selaku mantan Gubernur Papua.
Namun, status tersangka Lukas Enembe gugur karena sudah meninggal dunia. Lukas Enembe meninggal di RSPAD Gatot Subroto pada 26 Desember 2023.
3. KPK sempat geledah sejumlah lokasi

Sementara penyidikan berlangsung, KPK sempat menggeledah sejumlah lokasi terkait perkara ini. Dalam sejumlah penggeledahan tersebut ada beberapa bukti yang disita.
Bukti yang disita antara lain dokumen dan barang bukti elektronik. Kasus ini diduga merugikan negara Rp1,2 triliun.

















