Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TNI Ikut Tangkap Pengedar Narkoba, SETARA: Itu Melanggar Hukum

Kodim 1608/Bima ikut menangkap bandar narkoba yang hendak mengedarkan narkotika di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. (Dokumentasi Puspen TNI)
Intinya sih...
  • Keterlibatan TNI dalam pemberantasan narkotika memicu kritik dari SETARA Institute.
  • SETARA Institute mendorong DPR tegur Panglima TNI agar tidak melanggar hukum.
  • TNI klaim berkoordinasi dengan kepolisian sebelum bertindak di lapangan, meski tak memiliki kewenangan penegakan hukum narkotika.

Jakarta, IDN Times - Keterlibatan TNI di dalam pemberantasan narkotika akhir-akhir ini memicu sejumlah kritik, salah satunya dari SETARA Institute. Peristiwa terakhir yang disorot adalah penggrebakan pengedar narkoba di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh Korem 1608-04/Woha dan Unit Intelijen Kodim 1608/Bima. 

Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, mengatakan jika tindakan yang dilakukan TNI melanggar hukum, sebab pemberantasan narkotika tidak masuk ke dalam yurisdiksi atau kewenangan militer. 

"UU TNI, KUHAP dan UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika tidak memberikan kewenangan apapun kepada TNI untuk melakukan penegakan hukum dalam pemberantasan narkotika," ujar Hendardi di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Minggu (11/5/2025). 

Penegakan hukum dalam pemberantasan narkotika, kata Hendardi, sudah menjadi kewenangan kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil melalui koordinasi kepolisian dan BNN. 

"Maka, tindakan yang dilakukan oleh Korem 1608-04/Woha dan Unit Intelijen Kodim 1608/Bima melanggar hukum," katanya. 

Maka, Setara Institute mendorong harus ada koreksi terhadap pelanggaran hukum tersebut agar tidak merusak ketertiban hukum. 

1. Setara Institute dorong komisi I DPR tegur Panglima TNI

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto ketika mengikuti rapat komisi I DPR. (www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)

Lebih lanjut, Hendardi mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan teguran keras kepada Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan juga harus melakukan tindakan yang dibutuhkan kepada Panglima TNI serta jajarannya.

Hendardi menyebut, tujuannya agar Panglima TNI tidak lagi mengaplikasikan kebijakan di luar kewenangan. 

"Bukan kali ini saja TNI melakukan tindakan di luar kewenangan," kata Hendardi.

Ia mengatakan, banalitas dan normalisasi pelanggaran hukum dalam bentuk tindakan ekstra yudisial TNI, selain akan mengacaukan tertib hukum dan merusak tatanan negara hukum, juga akan melegitimasi tindakan elemen negara untuk melampaui hukum (beyond the law). 

"Bila aparatur negara dibiarkan mengambil tindakan di luar hukum, maka hal tersebut menjadi pendidikan publik yang buruk untuk mengabaikan hukum dan main hukum sendiri," tutur dia. 

2. Kepolisian seharusnya melakukan otokritik ketika TNI ikut berantas narkoba

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Di sisi lain, alasan TNI melakukan tindak penggrebekan didasarkan pada laporan masyarakat, seharusnya mendorong Kepolisian RI melakukan otokritik dalam pelaksanaan penegakan hukum secara profesional. Selain itu, polisi harus melayani dan mengayomi masyarakat serta mewujudkan keadilan. 

"Partisipasi masyarakat merupakan elemen kunci dalam pemolisian demokratis. Kepercayaan mereka terhadap institusi kepolisian harus tetap dijaga dan ditingkatkan," kata Hendardi. 

3. Puspom TNI sebut prajurit ikut tangkap pengedar agar tak melarikan diri

Komandan Puspom TNI, Mayjen TNI Yusri Nuryanto (kiri) (www.instagram.com/@puspomtni)

Sementara, Komandan Pusat Polisi Militer Mabes TNI, Mayor Jenderal Yusri Yunarto menjelaskan soal keterlibatan TNI menangkap bandar narkoba. Ia mengklaim pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian sebelum bertindak di lapangan.

"Jadi, dalam setiap kegiatan, kami tidak bergerak mandiri, tapi sering melakukan kegiatan (operasi) bersama," ujar Yusri pada 8 Mei 2025 lalu. 

Yusri mengakui tak memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum dalam perkara narkotika. Namun, tindak kejahatan peredaran narkotika tetap tak bisa dibiarkan.

Maka, anggota TNI tetap bergerak untuk pencegahan. Ia juga menyebut upaya pencegahan terjadinya suatu tindak kriminal tidak mewajibkan agar dilakukan oleh aparat penegak hukum seperti kepolisian atau jaksa. 

"Kan untuk penangkapan awal gak apa-apa, supaya pelakunya tidak melarikan diri," imbuhnya. 

Bila merujuk ke dalam Undang-Undang baru TNI yang disahkan oleh DPR pada Maret 2025 lalu, TNI tak memiliki kewenangan untuk menindak peredaran narkotika di dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Meski begitu, prajurit TNI aktif dibolehkan untuk bertugas di Badan Narkotika Nasional (BNN). 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Ilyas Listianto Mujib
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us