Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Vaksin Booster Diharapkan Bisa Disuntikkan Pada 2022

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan berharap vaksin booster (penguat) sudah bisa diberikan kepada warga mulai Januari 2022. Tetapi, hal itu baru dapat terealisasi bila lebih dari 50 persen target sasaran vaksinasi dua dosis telah tercapai. 

Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19, target sasaran vaksinasi mencapai 208.265.720 jiwa. Separuh dari target tersebut berarti ada sekitar 104 juta warga yang telah menerima dosis lengkap vaksin COVID-19.

Namun, hingga November 2021, jumlah warga yang telah menerima vaksin dua dosis baru 80.954.139 jiwa. Berarti, masih ada sekitar 23 juta jiwa lagi yang perlu didorong menerima dosis vaksin kedua. Pemerintah memprediksi angka tersebut dapat tercapai pada Desember 2021. 

"Booster atau vaksinasi dosis ketiga dapat diberikan minimal setelah 50 persen sasaran tervaksinasi dosis pertama dan kedua, yang artinya minimal kekebalan kelompok telah dapat terpenuhi," ujar juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dalam pemberian keterangan pers secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 10 November 2021. 

Ia menambahkan prioritas pertama yang diberikan vaksin booster adalah tenaga kesehatan. Tetapi, prioritas selanjutnya yang diberi vaksin penguat adalah kaum lansia. 

"Pemberian vaksin booster ini dapat menggunakan platform homologus atau heterologus. Artinya, bisa dengan vaksin yang sama atau berbeda," tutur dia lagi. 

Lalu, apakah vaksin booster ini tetap diberikan gratis kepada warga?

1. Warga diminta bayar sendiri untuk vaksin booster mulai tahun 2022

Budi Gunadi Sadikin (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan komisi IX DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah menyampaikan bahwa mulai tahun 2022, vaksin booster tidak lagi diberikan secara gratis. Warga harus membayar sendiri. Pemerintah hanya akan menanggung pemberian vaksin booster secara gratis bagi masyarakat yang tidak mampu dan masuk ke dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 

Menkes Budi memperkirakan harga suntikan vaksin booster sekitar Rp100 ribu. Menurutnya, dengan nominal sebesar itu tidak akan memberatkan masyarakat. 

Sementara, menurut Pelaksanaan Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memang belum menyarankan pemberian vaksin dosis ketiga. Sebab, distribusi vaksin COVID-19 di dunia hingga saat ini belum merata dan rata-rata vaksinasi di dunia belum mencapai 10 persen.

"Tapi, bukan soal tidak boleh secara medis, melainkan secara kesetaraan itu masih banyak masyarakat dunia yang belum divaksinasi," ujar Max dalam diskusi virtual pada awal September 2021 lalu. 

2. Tidak etis memperjual belikan vaksin booster di masa pandemik COVID-19

Jenis vaksin yang digunakan untuk Vaksin Gotong Royong dan Pemerintah (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais mengatakan praktik pemberian vaksin berbayar tidak etis selama kekebalan kelompok belum tercapai. Ia pun tak menampik praktik jual beli vaksin COVID-19 dosis ketiga sudah mulai terjadi di DKI Jakarta. 

Sepanjang belum terjadinya kekebalan komunal dan juga akses vaksinasi masih sulit didapatkan masyarakat, maka itu sudah tidak etis dan tidak adil bahwa masyarakat harus membeli vaksin," kata Indraza pada diskusi virtual pada 8 September 2021 lalu. 

Ia juga mendorong Kemenkes untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. 

3. Vaksin booster diprioritaskan diberikan lebih dulu kepada kaum lansia

default-image.png
Default Image IDN

Sementara, Menkes Budi menjelaskan ketika pemberian vaksinasi booster mulai dilakukan, maka kelompok yang akan diprioritaskan adalah mereka yang rentan yakni kaum lansia. Pemberian vaksin booster pun hanya berlangsung untuk satu kali suntikan saja. 

"Kita ketahui bersama risiko paling tinggi itu pada lansia bisa 12 persen sedangkan risiko rendah anak-anak sekitar di bawah 1 persen," ujar Budi ketika melakukan rapat kerja dengan komisi IX DPR. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Hana Adi Perdana
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us