Visa Haji Furoda Tak Terbit, DPR Sebut Harusnya Disampaikan sejak Awal

- Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti polemik visa furoda yang tak kunjung terbit menjelang puncak haji 2025.
- Ribuan jemaah haji visa furoda yang batal berangkat merugikan banyak pihak, termasuk fasilitas Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
- Negara harus hadir memberikan perlindungan bagi jemaah haji furoda meskipun bersifat business to business antara perusahaan travel dengan pihak di Arab Saudi.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti polemik visa furoda bagi jemaah Indonesia, yang tak kunjung terbit menjelang puncak haji 2025. HNW mendengar, bahwa otoritas Saudi telah mengumumkan tidak akan mengeluarkan visa haji furoda pada 26 Mei 2025 pada musim haji tahun ini.
"Kalau Saudi sudah membuat pengumuman demikian yang memang mestinya para pihak menyampaikan apa adanya kepada jemaah," kata HNW, saat dihubungi, Senin (2/6/2025).
Menurut dia, pihak travel dan pemerintah seharusnya terbuka sejak awal bila mengetahui visa haji furoda tidak akan terbit.
"Travel juga memastikan dan meyakinkan, menginformasi kepada jamah kalau visanya tidak bisa keluar ya sudah, seharusnya saya sampaikan apa adanya tidak bisa keluar," imbuh dia.
1. Berdampak ke fasilitas Armuzna

HNW mengatakan, ribuan jemaah haji visa furoda yang batal berangkat ini akan merugikan banyak pihak, termasuk fasilitas Indonesia di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Kemenag dan pihak travel lanjut HNW harusnya mau terbuka dari awal ketika ada pengumuman dari Saudi, sehingga tak ada pihak-pihak yang dirugikan.
"Tidak merugikan travel, tidak merugikan Indonesia, dan tidak merugikan fasilitas di Armuzna," kata dia.
2. Negara tak boleh abaikan polemik visa furoda

Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih menambahkan, negara harus hadir memberikan perlindungan, kendati visa tersebut bersifat business to business (B2B) antara perusahaan travel dengan pihak di Arab Saudi.
“Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Meskipun secara formal tidak dikelola pemerintah, negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah,” ujar Fikri kepada wartawan, Senin (2/6/2025).
Lebih jauh, ia menilai, insiden gagal berangkatnya ribuan calon jemaah haji furoda tahun 2025 menjadi momentum krusial untuk segera merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
RUU Haji, lanjut dia harus bisa memberikan perlindungan bagi jemaah Indonesia yang memilih menggunakan visa furoda untuk menunaikan haji ke tanah haram.
“Undang-undangnya harus memprioritaskan perlindungan bagi mereka, karena mereka adalah warga negara Indonesia yang haknya wajib dijamin,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS itu.
3. Harus ada aturan teknis yang lindungi jemaah haji furoda

Menurut Fikri, haji undangan seperti furoda, sudah sepatutnya ada aturan teknis yang jelas serta pengawasan dari pemerintah. Tujuannya agar jemaah tetap mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang memadai.
Haji furoda bukan semata-mata urusan bisnis, melainkan juga perlindungan hak warga negara. Karena itu, ia menilai, kehadiran negara mutlak diperlukan.
“Ini bukan semata-mata urusan bisnis, melainkan soal perlindungan hak warga negara. Kehadiran negara mutlak diperlukan agar mereka yang sudah berniat menunaikan ibadah haji dan telah memenuhi kewajiban finansial, tetap terlayani dengan baik dan tidak dirugikan,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar mengatakan, penerbitan visa furoda merupakan hak prerogratif Saudi, sehingga penerbitannya berada di luar kewenangan Kementerian Agama.
Meski demikian, Kemenag akan membantu mengkomunikasikan masalah tersebut ke Kerajaan Arab Saudi. "Itu kan di luar kewenangan kami, tapi kami akan bantu, insyaallah," ucap dia.