Waka BGN: 33 Tahun di Birokrasi, Baru Program MBG Manfaatnya Terasa

- Petani dan peternak tidak lagi kesulitan menjual hasil usaha.
- Higienis dan sanitasi penting di setiap SPPG.
- Modul pelatihan implementasi MBG, edukasi gizi, dan pedoman kantin sehat menjadi bukti pemanfaatan pengetahuan tertulis.
Jakarta, IDN Times — Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Sony Sonjaya mengungkapkan, selama 33 tahun berkarir sebagai birokrat di Kepolisian, dirinya belum pernah melihat program yang dampaknya sedalam dan seluas Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Ternyata MBG, Program MBG, saya 33 tahun sebagai birokrat di Kepolisian, baru sekarang melihat program yang betul-betul bukan hanya program di atas tetapi di bawah betul-betul dirasakan oleh berbagai pihak, baik penyerapan tenaga kerja, peningkatan perekonomian masyarakat, petani, dan lain-lain, katanya dalam Peluncuran Modul Pelatihan Implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Edukasi Gizi, dan Pedoman Kantin di Satuan Pendidikan, yang dihelat di Jakarta, Jumat (21/11).
1. Petani dan peternak kini tidak lagi kesulitan jual hasil usaha

Sebagai contoh, sebut Sony, bagaimana para petani dan peternak sapi perah yang kini tidak lagi kesulitan menjual hasil usaha mereka, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
"Para petani tidak susah lagi menjual, para peternak sapi perah tidak lagi kesulitan menjual. Kita mungkin beberapa waktu lalu melihat ada peternak sapi perah menuangkan atau membuang susu sapi di tengah jalan. Insya Allah itu tidak akan terjadi lagi. Mengapa? karena ada penyerapan-penyerapan yang luar biasa yaitu di setiap SPPG," sambungnya.
2. Pentingnya higienis dan sanitasi tiap SPPG

Selain itu, Sony menilai bahwa pemahaman gizi seimbang bukan hanya meningkatkan kualitas kesehatan anak, tetapi juga mendorong perilaku higienis, sanitasi, dan kepedulian lingkungan. Hal ini terlihat jelas dalam pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menerapkan standar ketat terkait kualitas air.
"Satu SPPG sekarang apabila air dari SPPG itu berwarna dan berbau, dilarang. Air yang keluar dari SPPG harus air bersih, tidak berbau sehingga tidak mencemari lingkungan. Itu SPPG," ujarnya.
Ia menambahkan, dengan lebih dari 30.000 SPPG yang telah beroperasi di seluruh Indonesia, sanitasi tersebut seharusnya dapat menular hingga ke tingkat rumah tangga.
"Ketika 30.000 SPPG sudah tersebar di seluruh Indonesia, mengapa semangat ini tidak ditularkan juga ke rumah-rumah? Dilarang keluar dari rumah, air masuk ke parit, berwarna dan berbau. Maka inilah kemudian akan mendorong kesehatan lingkungan secara merata," kata Sony.
3. Pentingnya modul pelatihan implementasi MBG, edukasi gizi, dan pedoman kantin sehat

Menutup sambutannya, Wakil Kepala BGN ini juga menyoroti peran penting modul-modul yang diluncurkan hari ini, mulai dari modul pelatihan implementasi MBG, edukasi gizi, hingga pedoman kantin sehat. Menurutnya, keberadaan modul ini merupakan bukti pemanfaatan pengetahuan tertulis yang dapat bertahan lama.
"Ini yang saya katakan tadi di awal bahwa MBG mendorong yang lain apalagi dengan adanya modul-modul yang sekarang tertulis. Banyak ilmu sekarang referensi digital kita, tinggal memetik saja, tinggal klik google, bahwa gizi itu artinya apa? Tinggal search, search, search cepat. Itulah yang tadi saya katakan bahwa scripta manent verba polant. Ya, dikumpulkan, dimodifikasikan menjadi sebuah modul, tidak akan hilang. Dan insya Allah ini menjadi barakah, menjadi amal bagi kita semua," pungkas Sony. (WEB)



















