WANSUS: GNB Tetap Minta Presiden Bentuk TGPF Prahara Agustus

- Alissa Wahid dan Sinta Nuriyah Wahid hadiri jamuan makan malam bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan.
- Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyerukan reformasi di tubuh Polri dan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen, untuk mengusut kerusuhan demo pada akhir Agustus 2025.
- Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut Prabowo tidak pernah setuju dengan pembentukan TGPF independen, untuk mengusut kerusuhan demo yang berlangsung di hampir semua daerah itu.
Jakarta, IDN Times - Ketua Jaringan Gus Durian, Alissa Wahid, terlihat mendampingi sang Ibu, Sinta Nuriyah Wahid memasuki Istana Kepresidenan pada Kamis sore, 11 September 2025. Ia memenuhi undangan dari Istana untuk jamuan makan malam bersama Presiden Prabowo Subianto.
Para sesepuh dan tokoh publik ikut hadir pada jamuan makan malam tersebut. Mulai dari Menteri Agama, Nasarudin Umar; mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin; mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif; Rohaniawan dan pemerhati sosial, Romo Magnis; cendikiawan Quraish Shihab; Pendeta RD Aloys Budi Purnomo; hingga Uskup Antonius S. Bunjamin.
Sementara, Prabowo didampingi sejumlah menteri. Tetapi, Sjafrie Sjamsoeddin yang ketika itu masih menduduki kursi Menko Polkam Ad Interim dan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tidak terlihat.
Jamuan undangan makan malam itu disampaikan tak lama usai Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyerukan agar dilakukan reformasi di tubuh Polri. Selain itu, mereka juga meminta kepada Prabowo agar memerintahkan jajarannya bersikap berdasarkan nilai etika, kebersahajaan dan asas kepatutan. Tujuannya, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Alissa mengaku dihubungi langsung oleh pihak Istana untuk datang sore itu.
"Kalau para sesepuh (di GNB) dikontak Istana langsung one by one. Seperti Romo Magnis, Pak Quraish Shihab, Gus Mus dihubungi langsung oleh Pak Teddy (Sekretaris Kabinet)," ujar Alissa pada 12 September 2025.
Alissa menggambarkan jamuan makan malam itu berlangsung santai dan hangat, meskipun suasana formal terasa di awal pertemuan.
"Beliau berpidato, tetapi tidak scripted (membaca pidato) melainkan dari pesan GNB yang Beliau baca," katanya.
Tetapi, belakangan salah satu aspirasi yang disampaikan GNB untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk mengusut kerusuhan demo pada akhir Agustus 2025 ditanggapi berbeda.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, pada 19 September 2025, menyebut Prabowo sejak awal tidak pernah memberikan pernyataan yang menyetujui pembentukan TGPF independen, untuk mengusut kerusuhan demo yang berlangsung di hampir semua daerah itu.
Apa kata Alissa menanggapi pernyataan tersebut? Berikut perbincangan IDN Times dengan Alissa melalui telepon pada 19 September 2025.
Apa yang disampaikan presiden soal pembentukan TGPF independen untuk kerusuhan demo pada akhir Agustus?

Kalau dari kami yang waktu itu ada di sana, itu jelas kalimatnya Presiden itu. Beliau menilai itu (pembentukan TGPF independen) ide yang bagus. Saya setuju, bisa ditindaklanjuti, gitu. Mungkin saja ada perubahan pikiran. Saya gak tahu, tapi ya, kami semua mendengar tentu saja kalimat-kalimat yang sama.
Apa respons Anda ketika tanggapan dari pihak Istana bahwa TGPF independen tak perlu dibentuk?
Ini kan pemerintah, Presiden kan dua kali sudah menyampaikan sejak kejadian itu. Beliau menyampaikan dan meminta kepada rakyat agar percaya kepada pemerintahan yang Beliau pimpin. Itu kan dua kali diulang. Setidaknya yang saya dengar langsung, itu Beliau bicara itu.
Dua kali menyebutkan rakyat harap percaya pada pemerintahan yang Beliau pimpin. Tinggal dibuktikan saja, gitu. Apakah memang kepercayaan itu dipupuk.
Salah satu yang sekarang menjadi persoalan masyarakat itu adalah ketidakjelasan informasi apa yang sesungguhnya terjadi pada hari-hari itu. Pada saat prahara Agustus itu, itu apa sih yang sebetulnya terjadi?
Kalau pemerintah menyebutkan berkali-kali bahwa ada dalang kerusuhan, bahwa ini semuanya ada agenda-agenda, ada yang punya agenda, ya ayo dicari siapa dalangnya? Apa agendanya? Gitu. Kalau tanpa ada bukti, ini kan sliwar-sliwer.
Dan yang paling menyedihkan adalah kalau untuk saya, kalau yang dicari itu hanya siapa yang bersalah ketika melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan, itu kan satu titik persoalan, gitu. Tapi dia bukan satu-satunya persoalan.
Rakyat marah karena ada perjalanan panjang sebelum itu. Jadi kalau sekarang dihentikan hanya persoalan siapa yang melindas, sudah dihukum saja, terus semuanya selesai, ya itu gak bisa juga. Karena berarti ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat, kemukakan mereka terhadap sikap elite politik yang apa namanya nir-empati, itu sama sekali tidak dilihat, gitu.
Persoalan yang jauh lebih fundamental, beban hidup rakyat yang semakin besar, kesenjangan yang semakin dirasakan. Lalu, ada pengenaan pajak yang waktu itu semakin memberatkan rakyat. Itu semua tidak dilihat kalau tidak ada kejelasan. Makanya sih tim investigasi independen itu menjadi sangat penting dan gak bisa tanpa kewenangan.
Apakah Anda menilai lembaga HAM dan institusi lainnya yang sedang melakukan pengumpulan data, tak punya kewenangan?
Kalau teman-teman di Komnas HAM, teman-teman lembaga HAM kan semuanya punya kewenangan. Itu ada mandatnya di dalam undang-undang yang diberikan kepada mereka untuk mengawal isu-isu tersebut.
Misalnya, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), terus kemudian Komnas HAM itu berarti Hak Asasi Manusia (HAM), Komnas Perempuan berarti tentang perempuan, kemudian terutama yang KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) karena 70 persen kemarin yang ditangkap adalah pelajar. Itu kan memang tugas mereka, dan undang-undang memberikan tugas tersebut kepada mereka.
Tetapi kami juga membutuhkan suara yang berbeda, yaitu yang dari masyarakat sipil. Yang dipercaya oleh masyarakat, yang dipercaya oleh publik. Kalau hanya mencari siapa yang melanggar peraturan waktu itu, ya gampang, ya hanya berakhir seperti itu saja.
Tugasnya hanya mencari siapa yang menyalakan korek untuk membakar halte, misalnya. Apakah dengan menangkap orang-orang itu (yang dituduh merusak fasilitas umum), lalu sudah selesai? Kan gak. Kita kan gak mau ini terjadi lagi, kita gak mau kondisi kita menjadi seburuk Nepal. Kalau tidak diselesaikan isu dasarnya, ya masyarakat akan lebih marah.
Jadi, mengapa TGPF independen ini dibutuhkan demi mendapatkan informasi seterang-terangnya, supaya tidak ada lagi prasangka diantara kita. Itu satu.
Yang kedua, supaya rakyat benar-benar bisa mengembalikan kepercayaannya kepada pemerintah.
Bila TGPF independen tetap dibentuk di luar dari tim Komnas HAM, tidak kah akan tumpang tindih tugasnya?

Gak dong. Menurut saya ini masalah yang lebih kompleks. Lembaga-lembaga HAM itu melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan mereka. Sementara pemerintah punya agenda mengembalikan kepercayaan publik.
Kepercayaan publik itu yang harus melibatkan publik. Kita punya banyak (tokoh publik). Ada orang seperti Pak Marzuki Darusman misalnya, atau seperti Pak Mahfud MD. Itu kan ada mereka-mereka. Nah, bisalah diatasi susahnya membuat tim yang itu dikepalai oleh Menko Polkam. Lalu, melibatkan tokoh-tokoh seperti itu yang memang jam terbangnya tinggi untuk urusan-urusan pencarian fakta.
Tidak kah cukup mengembalikan kepercayaan publik dengan membentuk komite untuk melakukan reformasi Polri?
Berbeda dong. Kalau itu kan bicara sistem di dalam kepolisian untuk jauh ke depan, bukan untuk membuat terang prahara Agustus. Ini kan untuk membuat terang prahara Agustus.
Apakah Prahara Agustus akan menjadi sebuah episode gelap tanpa terang yang kesekian di Indonesia? Itu kan sangat menyedihkan kalau itu yang terjadi. Yang saya paling khawatirkan adalah ini memang dianggap hanya persoalan kejadian beberapa hari. Tidak dilihat sebagai sesuatu yang sistemik.
Ini kan masih perlu mendapatkan kepastian. Misalnya gini, bangunan-bangunan pemerintah di berbagai daerah yang dibakar itu, itu apakah betul rakyat yang membakar? Dalam hal yang itu, hampir semua pihak punya kesimpulan yang sama.
Saya mendengar dari kepolisian pernyataannya ya ada perusuh. Lalu kemudian dari presiden waktu itu juga mengatakan ada yang menunggangi. Kelompok masyarakat sipil juga ngomong bahwa 'gak mungkin rakyat punya korek untuk bisa membakar.' Membakar gedung itu tidak mudah, gak mungkin hanya berbekal korek dan korek. Pasti itu ada persiapan.
Kita semua sepakat, ada aktor-aktor. Siapakah aktornya? Siapakah korbannya? Bagaimana kondisi korbannya? Nah yang kayak gitu-itu loh, yang memerlukan tim yang bisa mengungkap semuanya dengan jelas.
Kalau itu tidak jelas dan nanti hanya berhenti pada penanganan kasus sekilas-sekilas, ya itu akan tersimpan sebagai sejarah kelam dan saya yakin presiden gak mau itu.
Ini bermakna teman-teman Gerakan Nurani Bangsa (GNB) akan tetap menyerukan kepada Presiden agar TGPF independen tetap harus dibentuk?

Tetap, iya. Kami tetap ada posisi dibutuhkan komisi independen atau setidaknya tim investigasi independen yang diberikan kewenangan untuk mengungkap semuanya dengan jelas.
Justru pertanyaan saya sekarang adalah, emang kenapa sih kok ini jadi kayak ditutup-tutupi, gitu? Maksudnya kenapa kok komite independen atau tim independen ini gak seperti dihalangi untuk didirikan gitu?
Jadi itu, jadi apa sebetulnya yang diharapkan oleh pemerintah dengan tidak membuat tim investigasi independen? Menurut saya keuntungan dari dibentuknya tim ini untuk pemerintah. Wong, pemerintah dari awal menyampaikan bahwa ini ada dalang kerusuhan. Ya, ayo bersama-sama cari.
Kalau memang ada persoalan-persoalan yang tidak disangka-sangka, kemudian itu tidak ditangani bukankah itu akan menyimpan potensi untuk di kemudian hari juga muncul persoalan lain? Salah satu tugas kepemimpinan yang paling berat itu adalah menghadapi fakta-fakta brutal.
Tidak dengan menutup-nutupi. Kalau ditutup-nutupi, kalau sekarang misalnya tidak ada komisi independen, ya berarti kan kita rely on hasil dari teman-teman Komnas HAM dan lembaga-lembaga HAM lainnya. Tapi kan tetap memunculkan pertanyaan kenapa kok pemerintah tidak mau?
Output dari enam lembaga HAM itu nanti kan berupa rekomendasi. Apakah akan berujung pada perubahan?