Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Warganet Diteror Hapus Konten via WA, SAFENet Soroti Represi Digital

ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)
ilustrasi media sosial (pexels.com/Tracy Le Blanc)
Intinya sih...
  • Viral permintaan takedown konten lewat WhatsApp pada pengguna media sosial X.
  • Teror pada warganet yang berekspresi di media sosial semakin marak terjadi, termasuk intimidasi lembaga bantuan hukum melalui pesan WhatsApp.
  • Negara perlu serius menangani ancaman ini, karena dampaknya dirasakan semua orang yang ingin berekspresi di internet. Langkah kolektif masyarakat sipil penting untuk merespons represi digital.

Jakarta, IDN Times - Belakangan viral di media sosial dugaan adanya permintaan takedown lewat WhatsApp pada pengguna media sosial X. Unggahan ini viral di media sosial bahwa penggunggah konten mendapat teror berupa permintaan menurunkan konten dengan narasi pengancaman.

Menanggapi fenomena ini Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFENet, Hafizh Nabiyyim mengatakan memang teror pada warganet yang berekspresi di media sosial kian marak terjadi. Polanya bukan hal baru, pada aksi Peringatan Darurat tahun lalu, modus serupa pernah terjadi.

"Teror terhadap orang yang berekspresi di media sosial ini semakin jamak ditemukan. Ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya teror melalui WhatsApp disertai dengan ancaman serupa pernah terjadi dalam aksi Peringatan Darurat tahun lalu. Ada anggota polisi yang masuk ke grup WhatsApp mahasiswa baru salah satu universitas untuk menebar teror karena banyak mahasiswa dari kampus tersebut yang turun aksi," kata dia kepada IDN Times, Selasa (27/5/2025).

1. Data disebut berserakan, negara dianggap gagal melindungi

ilustrasi media sosial (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi media sosial (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia mengatakan bahkan akun-akun lembaga bantuan hukum yang menyuarakan pendapatnya di internet  juga diduga mengalami intimidasi melalui pesan WhatsApp. Hafizh menilai tren ini menunjukkan lemahnya perlindungan data pribadi masyarakat.

"Perlu dicek dari mana si pelaku ini bisa dapat nomor korban? Apakah ada pihak ketiga yang memberikan tanpa seizin korban? Atau jangan-jangan, keteledorannya ada di negara yang gagal melindungi data kita. Karena hari ini data kita berserakan kan ya, dikelola berbagai lembaga negara," kata dia.

2. Ancaman digital bukan sekadar masalah individu

Pelatihan keamanan digital di Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Pelatihan keamanan digital di Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Menurut dia, negara seharusnya serius menangani ancaman-ancaman seperti ini, karena dampaknya tidak hanya bagi korban, tapi efek mencekam karena hal ini ini dirasakan semua orang yang ingin berekspresi di internet.

"Karena dampaknya tidak hanya bagi korban, tapi chilling effectnya dirasakan semua orang yang mau berekspresi di internet," katanya.

3. Perlu aksi kolektif hadapi represi digital yang senyap

Ilustrasi dunia digital (pexels.com/Roberto Nickson)
Ilustrasi dunia digital (pexels.com/Roberto Nickson)

Dia menegaskan, langkah kolektif penting dilakukan masyarakat sipil, termasuk jurnalis dan lembaga advokasi, untuk merespons represi digital yang kian senyap namun sistematis. Serta perlu untuk memperkuat kapasitas keamanan digital masing-masing ya untuk melindungi identitas kita.

"Selain itu, penting juga untuk mendorong supaya UU PDP bisa diterapkan secara efektif dan kuat, agar tidak hanya menjerat pelaku pengancaman yang sebenarnya bisa kena UU ITE, melainkan juga otak di balik semua ini, termasuk pihak yang menyebarkan nomor pribadi tanpa izin. Perlu juga mendorong aparat penegak hukum supaya serius menangani kasus-kasus ancaman digital semacam ini. Jangan dianggap main-main," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us