Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ada Perbedaan Definisi Denuklirisasi Bagi Trump dan Kim Jong-un

ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon

Hanoi, IDN Times - Pertemuan kedua antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dijadwalkan berlangsung pada 27-28 Februari di Hanoi, Vietnam.

Dalam tatap muka yang rencananya dilaksanakan di guesthouse era kolonial milik pemerintah itu, banyak yang dipertaruhkan kedua belah pihak, terutama Kim.

Agenda utama adalah soal denuklirisasi Semenanjung Korea. Pada pertemuan di Singapura tahun lalu, Kim menyatakan komitmen tertulis untuk ini. Memang rezimnya tak lagi melakukan uji coba nuklir. Namun, belum ada bukti solid yang memperlihatkan Korea Utara mulai menghapus program pengembangan nuklirnya.

1. Kedua pihak harus memantapkan definisi denuklirisasi dan perdamaian

ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji

Duyeon Kim, kolumnis Bulletin of the Atomic Scientists yang merupakan non-proliferasi nuklir dan politik Korea, menulis di Foreign Policy bahwa hasil pertemuan di Singapura masih bersifat lemah.

"Pernyataan bersama di Singapura mengekspresikan niat baik--tapi itu bukan sebuah kesepakatan nyata yang mewajibkan Pyongyang atau memaksanya bertanggung jawab untuk mengambil langkah konkret menuju denuklirisasi," tulis Kim.

Menurut Kim, kali ini hal pertama yang harus dilakukan Trump dan Kim adalah "menyetujui apa arti denuklirisasi dan perdamaian". Perbedaan definisi ini sangat dasar karena akan menentukan proses berikutnya.

2. Washington dan Pyongyang punya definisi berbeda

ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Kim, sama seperti banyak pengamat lain, meyakini apa yang ada di pikiran Trump dan Kim cukup berbeda. Bagi Washington, denuklirisasi berarti rezim Korea Utara wajib mengeliminasi seluruh hulu ledak dan peluncur nuklir. Begitu juga fasilitas dan segala material untuk membuatnya.

Di mata Pyongyang, denuklirisasi termasuk menarik kembali pasukan militer Amerika Serikat serta penghapusan seluruh sistem dan aset strategis berkaitan dengan perlindungan anti-balistik di sekitar Semenanjung Korea. Selain itu, Korea Utara juga diyakini menginginkan diakhirinya sanksi ekonomi yang menjerat negara itu sejak 2006.

3. Amerika Serikat belum menentukan sikap perihal penghapusan sanksi ekonomi

ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Trump sendiri sempat mengatakan ingin menghapus sanksi pada Pyongyang sejak 2006. Hanya saja, kata Presiden ke-45 AS itu, butuh kerja sama dari Kim dan para pemimpin Korea Utara untuk mewujudkan itu.

"Kita lihat apa yang terjadi. Sanksi masih aktif sepenuhnya. Saya belum menghapus nya, seperti yang kalian tahu. Saya mau saja melakukan nya, tapi untuk itu, kita harus melakukan sesuatu yang berarti di pihak seberang," ujar Trump.

Namun, Stephen Biegun yang merupakan Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Korea Utara, menegaskan sanksi tetap harus ada sampai Kim membuktikan seluruh program dan fasilitas senjata nuklirnya tiada.

Dalam transkrip yang diunggah di situs Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Biegun menggarisbawahi semua perlu dilakukan dengan cermat.

"Saya memiliki momen hasil yang sempurna, di mana senjata nuklir terakhir meninggalkan Korea Utara, sanksi dihapus, bendera berkibar di kantor kedutaan dan perjanjian di tangani pada saat bersamaan," kata Biegun.

4. Trump dipercaya takkan bersedia berdialog dengan Kim lagi, jika hasil pertemuan Hanoi tak memuaskan

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Lee Seong-hyon, analis di Sejong Institute yang berlokasi di Seoul, mengamati perkembangan hubungan kedua negara. Ia menilai, Korea Utara mendapatkan tekanan dari Amerika Serikat untuk meletakkan komitmen tegas soal denuklirisasi di atas meja. Jika tidak, kata Lee, Trump mungkin akan menolak pertemuan selanjutnya.

"Saya kira ini mungkin jadi peluang terakhir Kim Jong-un untuk mengambil kesempatan dan dengan berani memutuskan menyerahkan senjata nuklir, kemudian bergabung bersama komunitas internasional. Kita tidak mau menonton film yang sama dua kali," ujar dia kepada Australia Broadcasting Corporation.

5. Keduanya harus menghindari zero-sum game

ANTARA FOTO/KCNA/via REUTERS

Tentu hal yang paling dikhawatirkan adalah perang kepentingan ini tak bersifat fleksibel. Bahkan, bersifat zero-sum game, di mana jika satu pihak tak mendapatkan seluruh keinginannya, maka ia akan meninggalkan meja negosiasi sama sekali. Dalam diplomasi, ini hanya akan berujung pada kebuntuan.

Direktur Senior di Korea Economic Institute of America (KEI) Troy Stangarone menulis di The Diplomat, Amerika Serikat perlu menyiapkan beberapa pilihan bila hasil pertemuan di Hanoi tidak memuaskan. Di antaranya mengangkat satu atau dua sanksi Amerika Serikat terhadap Korea Utara, ketika negara itu melakukan langkah nyata.

Pilihan lain adalah Amerika Serikat perlu bekerja sama dengan PBB. Saat Kim membuktikan proses denuklirisasi dimulai, Trump bisa membujuk organisasi perdamaian dunia itu untuk membuat pengecualian terhadap suatu proyek ekonomi atau kemanusiaan tertentu.

Dua hal yang perlu ditegaskan Amerika Serikat adalah pertama bahwa pembatalan sanksi bersifat sementara. Kedua, memastikan dukungan negara yang kerap kali memanfaatkan perilaku buruk Korea Utara, yaitu Rusia dan China, untuk mendukung pilihan tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us