Aktivis Pro-Palestina Serang Kantor Partai Buruh Inggris

- Kedelapan anggota Palestina Action diperkirakan akan ditahan selama lebih dari setahun
- Para peserta mogok makan kesulitan bicara hingga tidak mampu berdiri
- Pakar PBB dan dokter serukan intervensi dari pemerintah
Jakarta, IDN Times - Para aktivis pro-Palestina menyemprot cat merah dan memecahkan kaca jendela di kantor Partai Buruh Inggris di London pada Senin (29/12/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas penolakan pemerintah untuk berkomunikasi dengan anggota Palestine Action yang melakukan mogok makan di penjara.
Sebanyak empat tahanan masih menolak makan sejauh ini, sehingga memicu kekhawatiran serius terhadap kondisi kesehatan mereka. Empat tahanan lainnya telah mengakhiri aksi mogok makan, tapi menyatakan berencana akan melanjutkannya kembali pada tahun baru.
Penyelenggara protes, Justice for the Hunger Strikers, mengkritik pemerintahan Partai Buruh yang dinilai gagal melakukan intervensi, meskipun telah menerima peringatan sebelumnya terkait aksi mogok makan tersebut.
“Meski telah diberi pemberitahuan dua minggu sebelumnya tentang aksi mogok makan, pemerintahan Partai Buruh menolak untuk berkomunikasi dengan para pemogok makan maupun keluarga serta perwakilan hukum mereka, bahkan ketika kondisi mereka telah mencapai tahap kritis, dengan kemungkinan kematian yang sangat nyata,” kata juru bicara kelompok tersebut, dikutip dari Al Jazeera.
1. Kedelapan anggota Palestina Action diperkirakan akan ditahan selama lebih dari setahun
Para peserta mogok makan tersebut ditahan di lima penjara di seluruh Inggris atas dugaan keterlibatan mereka dalam aksi pembobolan di fasilitas milik perusahaan pertahanan yang terafiliasi dengan Israel, Elbit Systems UK, pada November 2024, dan pangkalan Angkatan Udara Kerajaan (RAF) di Oxfordshire pada Juni 2025.
Mereka membantah tuduhan yang dialamatkan kepada mereka, termasuk pencurian dan kerusuhan dengan kekerasan. Mereka juga menyatakan bahwa pemerintah Inggris seharusnya turut dimintai pertanggungjawaban atas dugaan keterlibatannya dalam perang genosida Israel di Gaza.
Kedelapan tahanan yang melakukan mogok makan merupakan anggota Palestine Action dan telah didakwa sebelum kelompok itu ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Inggris pada Juli lalu. Mereka diperkirakan akan mendekam di penjara selama lebih dari setahun sebelum persidangan dimulai, jauh melebihi batas penahanan prapersidangan 6 bulan yang lazim berlaku di Inggris.
Menurut kelompok Prisoners for Palestine, persidangan mereka diperkirakan akan dimulai antara April hingga Januari 2027. Tuntutan para tahanan antara lain pembebasan dengan jaminan, akses terhadap persidangan yang adil, dan pencabutan status terlarang terhadap Palestine Action.
2. Para peserta mogok makan kesulitan bicara hingga tidak mampu berdiri
Menurut laporan The Independent, Heba Muraisi, yang telah mogok makan selama 58 hari, menyatakan bahwa dirinya tidak lagi mampu menyusun kalimat dan kesulitan mempertahankan percakapan. Ia juga merasa semakin lemah dari hari ke hari.
Sementara itu, Teuta Hoxha, yang telah mogok makan selama 52 hari, dilaporkan tidak lagi mampu berdiri, mengalami brain fog yang kian parah, dan hampir sepenuhnya terbaring di tempat tidur.
Tahanan lain yang masih melakukan mogok makan adalah Kamran Ahmed, yang telah memasuki hari ke-51, dan Lewie Chiaramello, yang memasuki hari ke-37. Hoxha dan Ahmed sebelumnya sempat dirawat di rumah sakit selama aksi protes tersebut.
“Berbeda dengan petugas penjara yang mengurung para tahanan lebih awal untuk pulang dan menikmati makan malam Natal bersama keluarga mereka, para pemogok makan tidak mendapatkan jeda Natal. Sama seperti umat Kristen di Gaza, yang terus menderita dalam dinginnya cuaca akibat tindakan entitas pemukim-kolonial," kata kelompok Prisoners for Palestine, dikutip dari Arab News.
3. Pakar PBB dan dokter serukan intervensi dari pemerintah
Pada Jumat (26/12/2025), sejumlah pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinan mendalam atas perlakuan terhadap para tahanan tersebut.
“Aksi mogok makan sering kali merupakan upaya terakhir bagi orang-orang yang meyakini bahwa hak mereka untuk memprotes dan memperoleh pemulihan yang efektif telah habis. Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan perawatan terhadap para pemogok makan justru semakin besar, bukan berkurang," kata para pakar.
Secara terpisah, lebih dari 800 dokter juga menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman David Lammy, mendesaknya untuk melakukan intervensi. Para dokter memperingatkan bahwa para tahanan menghadapi risiko tinggi mengalami kegagalan organ, kerusakan saraf permanen, aritmia jantung, dan kematian.
Pekan lalu, pengacara para tahanan tersebut menyatakan telah memulai proses hukum terhadap pemerintah, dengan menuding pemerintah telah mengabaikan kebijakan keselamatan di penjara. Para tahanan juga menyampaikan telah berulang kali menulis surat kepada Lammy dan pejabat kehakiman lainnya, tapi tidak pernah menerima tanggapan.


















