Alami Pelecehan Seksual, Presiden Meksiko Tempuh Jalur Hukum

- Presiden Meksiko mengambil langkah hukum
- Keamanan terhadap kepala negara dipertanyakan
- Serangan terhadap semua perempuan di Meksiko
Jakarta, IDN Times - Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengalami pelecehan saat ia berada di acara publik. Ia pun mengambil langkah hukum terhadap seorang pria yang melakukan pelecehan terhadapnya di Mexico City, pada Selasa (4/11/2025).
Aksi itu terekam kamera dan langsung viral, memperlihatkan seorang pria mendekati Sheinbaum lalu menyentuh bagian tubuhnya sebelum berusaha mencium.
Pelaku langsung diamankan petugas setelah salah satu ajudan Sheinbaum, Juan José Ramírez Mendoza, sigap menghentikannya. Ia kini ditahan di Unit Investigasi Kejahatan Seksual Kepolisian Mexico City.
Menurut Wali Kota Mexico City, Clara Brugada, pria tersebut dalam kondisi mabuk saat insiden terjadi. Penyelidikan awal juga mengaitkan pelaku dengan dua laporan pelecehan lain terhadap perempuan pada hari yang sama.
Insiden itu memicu perbincangan nasional di Meksiko. Banyak yang menilai tindakan pelecehan terhadap kepala negara perempuan pertama itu bukan sekadar kasus individu, melainkan simbol dari persoalan yang lebih besar, yaitu keamanan dan martabat perempuan di ruang publik.
1. Menempuh jalur hukum

Dalam konferensi pers sehari setelah kejadian, Claudia Sheinbaum menegaskan, dirinya memilih menempuh jalur hukum bukan semata demi diri sendiri, melainkan demi perempuan Meksiko yang sering menghadapi kekerasan dan pelecehan.
“Saya memutuskan untuk melapor karena ini pengalaman yang saya alami sebagai perempuan, dan sesuatu yang dialami banyak perempuan di negeri kami. Tak ada pria yang punya hak untuk melanggar ruang pribadi siapa pun,” katanya dilansir dari CNN, Kamis (6/11/2025).
Sheinbaum juga menyinggung pengalaman pribadinya. Saat menjabat Wali Kota Mexico City pada 2021, ia pernah bercerita bahwa dirinya dilecehkan saat berusia 12 tahun di transportasi umum dan juga pernah dilecehkan oleh seorang profesor saat menjadi mahasiswa. Cerita itu dulu ia bagikan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.
Kini, sebagai presiden, ia menyadari setiap langkahnya menjadi simbol penting. Tindakan hukumnya dianggap banyak pihak sebagai pesan kuat bahwa pelecehan, siapa pun korbannya, harus ditindak tegas.
Sejumlah organisasi perempuan di Meksiko pun mendukung langkah Sheinbaum. Mereka menyebut tindakan presiden ini bisa menjadi momentum penting untuk mengubah budaya diam terhadap kekerasan seksual yang masih kuat di masyarakat.
2. Keamanan terhadap kepala negara dipertanyakan

Peristiwa tersebut juga menyorot sisi lain, yakni keamanan presiden. Hanya beberapa hari sebelum insiden ini, Wali Kota Uruapan, Carlos Manzo, dibunuh secara brutal di acara publik. Dua kejadian itu membuat publik mempertanyakan seberapa aman pejabat tinggi di Meksiko, termasuk presidennya.
Sejak menjabat, Sheinbaum mengikuti jejak pendahulunya, Andrés Manuel López Obrador, yang membubarkan Pasukan Pengawal Presiden pada 2018. Sebagai gantinya, Sheinbaum hanya dikawal oleh tim kecil ajudan dan staf kepercayaannya.
Pakar keamanan Raúl Benítez-Manaut menilai, keputusan tersebut meninggalkan celah dalam sistem perlindungan pejabat tinggi negara. “Setelah unit pengawal dibubarkan, tidak ada sistem keamanan baru yang benar-benar dibangun,” ujarnya kepada CNN en Español.
Namun, Sheinbaum membela keputusannya. Ia menilai penting bagi pemimpin untuk tetap dekat dengan masyarakat. “Kami tidak bisa menjauh dari rakyat. Itu akan mengingkari siapa kami. Kami akan tetap bersama warga, tapi dengan kewaspadaan yang lebih tinggi,” lanjut dia.
Bagi banyak warga Meksiko, sikap ini memperlihatkan keberanian sekaligus tantangan baru: bagaimana menjaga kedekatan pemimpin dengan rakyat tanpa mengorbankan keamanan diri dan timnya.
3. Serangan terhadap semua perempuan di Meksiko

Kementerian Urusan Perempuan Meksiko turut mengecam keras insiden tersebut. Mereka menegaskan bahwa kedekatan pemimpin dengan masyarakat tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kontak fisik tanpa izin.
“Tidak ada perempuan yang bebas dari risiko pelecehan di negara ini. Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa tindakan seperti ini bukan hanya kekerasan, tetapi juga kejahatan,” tulis pernyataan resmi kementerian itu.
Kementerian itu juga mengajak seluruh korban kekerasan seksual untuk melapor dan tidak menormalisasi tindakan pelecehan. “Melapor adalah langkah penting untuk keadilan dan perubahan budaya,” lanjut pernyataan itu.
Menurut data Komisi Pemilihan Nasional (INE), sejak 2020 hingga pertengahan 2025 terdapat lebih dari 500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang aktif di dunia politik. Sementara itu, survei INEGI 2021 menunjukkan, 70 persen perempuan Meksiko berusia di atas 15 tahun pernah mengalami kekerasan, dan hampir setengahnya mengalami kekerasan seksual.
Sheinbaum mengatakan, pemerintah akan meninjau kembali undang-undang pelecehan di seluruh negara bagian dan meluncurkan kampanye nasional untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan. “Pelecehan adalah kejahatan, dan sudah saatnya semua orang di negara ini memahami itu,” tegasnya.

















