AS Ambil Alih Tugas Pengawasan Bantuan Gaza dari Israel

- Pengawasan bantuan Gaza dipindahkan dari Israel ke AS.
- AS meningkatkan pemantauan keamanan di Gaza dengan melibatkan lebih dari 40 negara dan organisasi internasional.
- CMCC mengalami kendala operasional karena birokrasi dan masalah pendanaan yang belum terpenuhi.
Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah mengambil alih peran pengawasan koordinasi bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza, menggantikan unit militer Israel. Langkah ini dilakukan di bawah kerangka rencana perdamaian yang diprakarsai oleh mantan Presiden AS Donald Trump.
Unit militer Israel yang sebelumnya bertanggung jawab, Coordinator of Government Activities in the Territories (COGAT), kini digantikan oleh pusat koordinasi baru, Civil-Military Coordination Centre (CMCC). Perubahan ini menjadikan AS memimpin badan yang menentukan jenis dan jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza, dilansir The New Arab pada Sabtu (8/11/2025).
1. Pengawasan berpindah di tengah kritik atas blokade Israel
Perubahan ini terjadi di tengah kritik mengenai hambatan yang dilakukan Israel terhadap pengiriman bantuan dan situasi yang kacau di lapangan. Laporan Washington Post menyebutkan bahwa tahap awal transisi ini berjalan tidak teratur dan penuh keraguan, meskipun prosesnya telah selesai.
Sebelumnya, COGAT adalah unit militer Israel yang memiliki kendali penuh untuk mengatur masuknya bantuan ke Gaza. Dengan beroperasinya CMCC, Israel kini berada di posisi sekunder, hanya menjadi bagian dari dialog tanpa memegang keputusan akhir, dilansir Ynet.
Meskipun ada laporan perbaikan pengiriman sejak gencatan senjata, bantuan yang masuk masih dibatasi ketat oleh Israel. Organisasi kemanusiaan berulang kali menyatakan bahwa pasokan yang masuk masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduk di Gaza.
Israel juga dilaporkan hanya membuka dua penyeberangan untuk bantuan, dengan sebagian besar pasokan melewati Kerem Shalom. Sementara itu, Jan Egeland, sekretaris jenderal Norwegian Refugee Council, menyambut baik langkah AS ini.
“Israel menghalangi ketentuan kemanusiaan dalam rencana Trump. Bagi kami, keterlibatan aktif Amerika Serikat adalah berita yang sangat baik,” kata Egeland.
2. AS tingkatkan pemantauan keamanan di Gaza
CMCC, pusat koordinasi baru yang dipimpin AS, telah beroperasi dari Kiryat Gat, di wilayah selatan Israel. Pusat ini melibatkan perwakilan dari lebih dari 40 negara dan organisasi internasional yang berpartisipasi dalam upaya bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, Komando Pusat AS (CENTCOM) juga telah meningkatkan pemantauan mereka di Gaza untuk menjaga stabilitas dan memastikan bantuan berjalan lancar. Peningkatan pengawasan ini mencakup penggunaan drone untuk melacak distribusi bantuan dan mengawasi kepatuhan terhadap gencatan senjata.
Keterlibatan CENTCOM menunjukkan bahwa Washington kini mulai lebih bergantung pada aset militernya sendiri. Langkah ini juga menjadi sinyal bahwa AS tidak ingin hanya mengandalkan intelijen atau drone militer Israel untuk mendapatkan informasi.
Kapten Tim Hawkins, juru bicara CENTCOM, menjelaskan bahwa menyatukan semua pihak dalam pusat koordinasi ini akan sangat membantu.
“Salah satu manfaat menyatukan semua pihak adalah memungkinkan Anda memisahkan fakta dari fiksi dan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang apa yang terjadi di lapangan dan di mana kebutuhan berada,” kata Hawkins.
3. CMCC mengalami kendala operasional
Meskipun CMCC telah dibentuk, operasionalnya menghadapi masalah birokrasi dan kebingungan, yang memperlambat pengambilan keputusan. Prosesnya berjalan lambat karena setiap pemerintah dan organisasi harus berkonsultasi dengan kantor pusat mereka sebelum memberikan persetujuan.
Di samping hambatan birokrasi, pelaksanaan rencana di lapangan juga terhambat oleh masalah pendanaan yang belum terpenuhi. Kondisi ini menghambat implementasi program-program yang sudah direncanakan di Gaza.
Pengawasan AS ini adalah bagian penting dari Rencana Damai Trump yang bertujuan untuk stabilisasi dan pemulihan pasca-perang. Rencana tersebut juga mengusulkan pembentukan pasukan stabilisasi internasional untuk melatih dan mengawasi kepolisian Palestina yang baru.


















