AS Minta Iran Setop Program Pengayaan Nuklir Sepenuhnya

Jakarta, IDN Times - Utusan khusus Amerika Serikat (AS), Steve Witkoff, meminta Iran menghentikan dan menghapus program pengayaan nuklirnya. Berbeda dengan posisi Witkoff sehari sebelumnya yang menyebut AS akan menerima pengayaan uranium rendah 3,67 persen untuk kebutuhan energi Iran.
Pertemuan pertama antara Witkoff dan pejabat Iran telah berlangsung di Oman pada Sabtu lalu (12/4/2025). Negosiasi selanjutnya akan dilaksanakan di Oman pada 19 April 2025, bukan di Italia seperti usulan awal AS.
"Kesepakatan dengan Iran hanya akan berhasil bila sesuai dengan syarat yang ditetapkan Presiden Donald Trump. Kami ingin perjanjian yang membawa perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. Iran harus berhenti total dan menghapus program pengayaan nuklir serta persenjataannya," kata Witkoff pada Selasa (15/4/2025), dikutip dari The Guardian.
1. Perubahan tuntutan AS terhadap Iran
Syarat baru AS ini dikhawatirkan menghambat tercapainya kesepakatan antara AS-Iran. Padahal, saat diwawancarai Fox News, Witkoff semula menyatakan bahwa Iran cukup membatasi pengayaan uraniumnya pada level yang diizinkan untuk tujuan sipil.
Witkoff menjelaskan bahwa pembicaraan dengan Iran akan fokus pada dua hal penting. Fokus pertama adalah verifikasi pengayaan uranium, sedangkan yang kedua adalah verifikasi persenjataan termasuk jenis rudal yang mereka simpan dan komponen pemicu bom, dilansir CNN.
Iran saat ini telah meningkatkan program nuklirnya, dengan tingkat pengayaan uranium hingga 60 persen di beberapa fasilitas. Angka ini semakin mendekati tingkat 90 persen yang digunakan untuk senjata nuklir. Badan pengawas nuklir PBB telah memperingatkan bahwa program nuklir Iran semakin mengkhawatirkan.
Trump memberi isyarat akan mengambil tindakan militer bila pembicaraan tidak berhasil. Trump menyatakan Iran akan menghadapi bahaya besar jika perundingan gagal. Trump juga kembali menerapkan tekanan maksimum terhadap Iran dengan menghentikan ekspor minyaknya ke negara lain, terutama China.
2. Tekanan kelompok garis keras AS dan Israel
Melansir The Hill, kelompok garis keras di AS memperingatkan Trump untuk tidak mengulangi kebijakan era Barack Obama soal nuklir Iran. Fred Fleitz dari America First Policy Institute menilai program nuklir Iran sekarang jauh lebih berbahaya dibanding tahun 2013.
Sembilan anggota Kongres Partai Republik menulis surat kepada Trump menuntut kebijakan yang lebih tegas. Mereka khawatir Iran hanya mencari waktu sambil diam-diam melanjutkan program nuklirnya.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga mendorong pembongkaran total fasilitas nuklir Iran, bahkan meminta dukungan militer AS.
"Teheran pandai berpura-pura dalam negosiasi sambil diam-diam mengembangkan nuklir. Kami tidak boleh mengulangi kesalahan lama yang memberi Iran kesempatan mempertahankan kemampuan nuklirnya," tulis para anggota Kongres.
3. Iran skeptis terhadap negosiasi dengan AS

Iran mengajukan beberapa syarat untuk melanjutkan pembicaraan dengan AS. Mereka keberatan dengan pernyataan Trump yang dianggap mengancam dan menolak tuntutan berlebihan soal program nuklir. Iran juga meminta agar AS tidak membahas program rudal balistik mereka.
Teheran menolak usulan penghapusan total program nuklir. Menurut mereka, tuntutan tersebut hanya alasan AS untuk melemahkan pemerintahan Iran. Teheran menyatakan berhak memiliki program nuklir untuk tujuan sipil sesuai kesepakatan PBB.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, meminta warganya tidak terlalu berharap pada hasil pembicaraan dengan AS. Dia mengingatkan agar tidak mengulangi kesalahan dalam negosiasi sebelumnya.
"Pembicaraan mungkin berhasil, atau mungkin tidak. Kami tidak terlalu optimis atau terlalu pesimis. Tentu saja, kami sangat skeptis terhadap pihak lain, tetapi yakin dengan kemampuan kami sendiri," kata Khamenei, dikutip dari Al Jazeera.
















