AS Sanksi China dan Rusia atas Pembuatan Drone untuk Perang

- AS menjatuhkan sanksi kepada 2 perusahaan China dan 1 warga Rusia terkait pembuatan dan pengiriman drone ke Rusia dalam perang Ukraina.
- Sanksi tersebut merupakan yang pertama kalinya diberikan AS langsung kepada produsen mesin pesawat nirawak asal China, dengan tuduhan mendukung Moskow dalam perang melawan Ukraina.
- Kedutaan Besar China membantah tuduhan itu dan menyatakan perdagangan dengan Rusia sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia dan prinsip-prinsip pasar.
Jakarta, IDN Times - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), pada Kamis (17/10/2024), menjatuhi sanksi kepada dua perusahaan China dan seorang warga Rusia. Sanksi itu karena terlibat dalam pembuatan dan pengiriman drone yang digunakan Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Keputusan AS itu merupakan yang pertama kalinya menjatuhkan sanksi kepada produsen mesin dan suku cadang pesawat nirawak asal China. AS telah menuduh Beijing mendukung Moskow dalam perang melawan Ukraina.
1. Pihak yang disanksi terkait drone

Perusahaan China yang disanksi adalah Xiamen Limbach Aircraft Engine, yang membuat mesin pesawat nirawak seri Garpiya. Sanksi juga ditujukan kepada Redlepus Vector Industry Shenzhen atas perannya dalam pengiriman drone tersebut dan bekerja sama dengan perusahaan Rusia yang telah disanksi.
"Meskipun AS sebelumnya telah menjatuhkan sanksi kepada entitas (China) yang menyediakan masukan penting bagi basis industri militer Rusia, ini adalah sanksi AS pertama yang dijatuhkan kepada entitas China yang secara langsung mengembangkan dan memproduksi sistem persenjataan lengkap dalam kemitraan dengan perusahaan-perusahaan Rusia," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller, dikutip dari Reuters.
Pejabat AS mengatakan, perusahaan tersebut seharusnya tahu bahwa perusahaan TSK Vektor dari Rusia telah dijatuhi sanksi pada Desember 2023 karena membantu memperoleh pesawat nirawak serang. Pejabat mengindikasikan kedua perusahaan China telah mengembangkan pesawat serang jarak jauh sejak awal tahun.
AS juga mengumumkan sanksi terhadap Artyom Yamshchikov, warga negara Rusia, pemilik TSK Vektor dan TD Vector, yang terlibat dalam memfasilitasi pengiriman tersebut.
2. China anggap pihaknya tidak melanggar aturan perdagangan

Kedutaan Besar China di Washington membantah tuduhan itu, mengatakan perdagangan dengan Rusia terbuka dan jujur dan sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia dan prinsip-prinsip pasar.
“China selalu menangani ekspor produk militer dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab, serta secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda, termasuk pesawat tanpa awak untuk penggunaan sipil,” kata Liu Pengyu, juru bicara kedutaan, dikutip dari Associated Press.
Liu menyampaikan sanksi sepihak itu ilegal, dan menganggap Washington munafik dan tidak bertanggung jawab karena memberi bantuan militer yang terus berlanjut ke Ukraina.
3. China dan Rusia semakin dekat

Terkait perang di Eropa, China telah memposisikan dirinya sebagai pihak yang netral dan telah menyerukan konferensi perdamaian dengan kedua belah pihak dan tidak ada perluasan medan perang.
Namun, negara tersebut telah menjadi jalur penyelamat ekonomi bagi Moskow yang semakin terisolasi. Keduanya juga baru meningkatkan kerja sama sama setelah perdana menteri kedua negara bertemu di sela-sela pertemuan regional pada Rabu.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping diperkirakan akan bertemu di sela-sela KTT BRICS 22-24 Oktober di Rusia. Washington tengah mencermati tanda-tanda kerja sama lebih lanjut, menurut pejabat senior pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Biden telah berupaya meredakan ketegangan dengan China bahkan sambil menegur pemerintahnya karena mendukung Rusia.