AS Serang Lebih dari 75 Target ISIS di Suriah Usai Rezim Assad Runtuh

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) telah melakukan serangan udara terhadap lebih dari 75 target ISIS di Suriah tengah pada Minggu (8/12/2024).
Serangan dilakukan setelah banyak warga Suriah merayakan kemenangan karena Presiden Bashar al-Assad meninggalkan Damaskus. Tujuan serangan adalah mengacaukan, melemahkan, dan mengalahkan ISIS.
Jatuhnya pemerintahan Assad dikhawatirkan memicu kekosongan kekuasaan yang menguntungkan ISIS. Washington mengklaim melaksanakan operasi penyerangan supaya ISIS tidak bisa membangun kembali kekuatannya.
1. Tak membiarkan ISIS bangkit kembali

Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan, serangan udara yang dilancarkan termasuk menargetkan para pemimpin, anggota dan kamp ISIS. Serangan untuk memastikan bahwa kelompok itu tidak mengambil keuntungan dari berakhirnya kekuasaan Assad.
"Tidak ada keraguan, kami tidak akan membiarkan ISIS bangkit kembali dan mengambil keuntungan dari situasi terkini di Suriah. Semua organisasi di Suriah harus tahu bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban mereka jika mereka bermitra dengan atau mendukung ISIS dengan cara apa pun," kata Michael Erik Kurilla, Komandan CENTCOM, dikutip Al Jazeera.
Seorang pejabat senior pemerintah, yang berbicara secara anonim, menggambarkan serangan itu penting dan melibatkan sekitar 140 amunisi. Tapi, tidak jelas rudal atau bom apa yang digunakan dalam operasi tersebut.
2. Tidak yakin ada korban sipil
AS melibatkan beberapa jenis pesawat tempur dalam serangan besar-besaran itu. Ini termasuk pesawat pengebom B-52 Stratofortress, F-15E Strike Eagle, dan pesawat serang A-10 Thunderbolt II.
Dilansir dari Air and Space Forces Magazine, Petagon mengklaim serangan itu adalah serangan udara presisi dan yakin tidak ada korban sipil. Militer masih melakukan penilaian kerusakan akibat operasi tersebut.
AS memimpin koalisi bersama dengan sekutu lokal, menghancurkan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019. AS juga masih memiliki sekitar 900 tentara di Suriah timur, bekerja dengan Syrian Democratic Forces (SDF) yang dipimpin Kurdi untuk memerangi sisa-sisa ISIS.
"CENTCOM, bersama dengan sekutu dan mitra di kawasan tersebut, akan terus melaksanakan operasi untuk melemahkan kemampuan operasional ISIS bahkan selama periode yang dinamis ini di Suriah," katanya.
3. Pasukan anti-pemerintah berkomitmen membangun Suriah yang baru

Pasukan anti-pemerintah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengumumkan telah menguasai Damaskus pada Minggu (8/12/2024). Ini merupakan puncak perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun.
Dilansir Bussiness Insider, HTS sendiri merupakan organisasi dengan asal-usul dari al-Qaeda. Tetapi, kelompok itu memisahkan diri dan menggambarkan dirinya sebagai kelompok yang lebih moderat.
AS memasukkan HTS dalam daftar organisasi teroris asing. Meski begitu, HTS kerap menyerang elmen ISIS di wilayah yang dikuasainya. Kini HTS menampilkan diri sebagai kelompok nasionalis yang berkomitmen menggulingkan pemerintahan Assad dan membangun Suriah yang baru.
Di sisi lain, Presiden AS Joe Biden mengakui bahwa pasukannya melancarkan serangan udara di Suriah.
"Kami sangat menyadari fakta bahwa ISIS akan mencoba memanfaatkan kekosongan ini untuk membangun kembali kemampuannya menciptakan tempat berlindung yang aman. Kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi," ujarnya.