Azerbaijan dan Armenia Akhiri Konflik, Dimediasi Trump

- Koridor "Trump" akan hubungkan wilayah Azerbaijan yang terpisah
- Pengaruh Rusia melemah di Kaukasus
- Ambisi Trump meraih Nobel Perdamaian
Jakarta, IDN Times - Azerbaijan dan Armenia resmi mengakhiri konflik puluhan tahun dengan menandatangani perjanjian damai bersejarah di Gedung Putih, Jumat (8/8/2025). Proses mediasi dipimpin oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang menjadi tuan rumah bagi Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.
Kedua negara sepakat untuk menghentikan pertempuran secara permanen, membuka kembali hubungan diplomatik dan komersial, serta saling menghormati kedaulatan wilayah.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada kedua orang hebat ini, PM Pashinyan dan Presiden Aliyev, atas kedatangan mereka ke Washington untuk menandatangani deklarasi bersama yang penting ini," ujar Trump, dilansir Al Jazeera.
1. Koridor "Trump" akan hubungkan wilayah Azerbaijan yang terpisah
Salah satu poin utama perjanjian adalah pembentukan sebuah koridor transportasi darat yang baru. Koridor tersebut akan dinamai "Rute Trump untuk Perdamaian dan Kemakmuran Internasional" (TRIPP) dan memberikan AS hak pengembangan eksklusif.
Koridor ini akan menghubungkan wilayah utama Azerbaijan dengan Nakhchivan. Rute akan melintasi wilayah selatan Armenia, menciptakan koneksi langsung ke perbatasan Turki.
Secara operasional, rute transit ini akan tetap berada di bawah yurisdiksi Armenia. Nantinya, AS akan menyewakan lahan tersebut kepada sebuah konsorsium yang bertanggung jawab atas seluruh proses konstruksi dan manajemen infrastruktur di masa depan.
Kesepakatan ini diharapkan dapat membuka potensi ekonomi yang sangat besar di kawasan Kaukasus Selatan. Sejumlah perusahaan asal AS dilaporkan sangat antusias untuk berinvestasi dalam proyek pembangunan koridor tersebut.
"Kami mengantisipasi pembangunan infrastruktur yang signifikan oleh perusahaan-perusahaan Amerika. Mereka sangat ingin masuk ke kedua negara ini," ujar Trump.
2. Pengaruh Rusia melemah di Kaukasus
Penandatanganan di Washington menandai pergeseran geopolitik di kawasan Kaukasus. Baik Azerbaijan maupun Armenia dinilai sedang menjauh dari pengaruh Rusia dan lebih condong ke arah Barat.
Sebagai bagian dari perjanjian, kedua negara juga akan meminta pembubaran Grup Minsk OSCE. Forum mediasi yang didirikan pada 1992 itu sebelumnya diketuai bersama oleh Prancis, AS, dan Rusia untuk menengahi konflik Nagorno-Karabakh.
Langkah ini juga dipengaruhi oleh memburuknya hubungan antara Azerbaijan dan Rusia. Ketegangan dipicu insiden jatuhnya pesawat penumpang Azerbaijan di Kazakhstan pada Desember 2024, yang diduga ditembak oleh pertahanan udara Rusia.
Moskow merespons dinamika ini dengan melancarkan kampanye disinformasi yang menargetkan kepemimpinan Armenia. Media Rusia menerbitkan berbagai serangan yang menuduh PM Pashinyan sedang menjual kedaulatan Armenia.
3. Ambisi Trump meraih Nobel Perdamaian
Perjanjian damai ini menjadi kemenangan diplomatik besar bagi Donald Trump, yang sedang membangun citra sebagai pembawa damai. Aliyev dan Pashinyan telah setuju mendukung pencalonan Trump untuk Nobel Perdamaian.
"Mereka sangat menderita selama bertahun-tahun, banyak yang mencoba mencari penyelesaian, Uni Eropa, Rusia, tidak pernah terwujud. Namun dengan kesepakatan ini, kami akhirnya berhasil mencapai perdamaian," kata Trump, dilansir Euronews.
Menurut Politico, upaya perdamaian ini sebenarnya telah dimulai sejak pemerintahan Joe Biden. Tim Biden disebut telah berhasil mendorong kedua pihak untuk menyetujui prinsip-prinsip utama perjanjian sebelum pemilu.
Namun, kesepakatan ini juga menuai kritik dari kelompok diaspora Armenia di berbagai negara. Mereka menuduh perjanjian ini mengabaikan nasib para pengungsi dan menormalisasi hasil operasi militer Azerbaijan pada 2023.
Operasi tersebut membuat Azerbaijan merebut kembali kendali penuh atas Nagorno-Karabakh dan mengakibatkan pengungsian massal populasi etnis Armenia dari wilayah itu. Para kritikus menilai perjanjian dicapai dengan mengorbankan keadilan bagi para korban.