Bangga! Bahasa Indonesia Kini Jadi Salah Satu Bahasa Resmi UNESCO

- Bahasa Indonesia jadi bahasa dunia
- Indonesia tekankan etika dalam kecerdasan buatan
- Menuju diplomasi budaya global dan komitmen di UNESCO
Jakarta, IDN Times - Bahasa Indonesia kini resmi diakui sebagai bahasa ke-10 di Sidang Umum UNESCO. Pengakuan ini menjadi momen bersejarah bagi diplomasi kebudayaan Indonesia dan menegaskan peran bahasa nasional sebagai sarana global untuk berbagi ilmu dan nilai kemanusiaan.
Pengumuman tersebut disampaikan di sela-sela Sidang Umum UNESCO ke-43 yang digelar di Samarkand, Uzbekistan, pada Senin (4/11/2025). Dalam forum bergengsi itu, Indonesia juga menegaskan komitmennya terhadap pendidikan bermutu, pengembangan sains, dan pemanfaatan teknologi yang beretika.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Abdul Mu’ti, menyebut pengakuan ini bukan hanya simbol, tetapi juga peluang untuk memperluas partisipasi Indonesia dalam percakapan global tentang pendidikan dan kemajuan teknologi.
“Bahasa adalah jembatan pemahaman antarbangsa,” katanya dalam keterangan tertulis KBRI Paris yang diterima IDN Times, Kamis (6/11/2025).
Selain soal bahasa, delegasi Indonesia juga menyerukan pentingnya perlindungan hak-hak dasar manusia di wilayah konflik, terutama di Gaza. Pemerintah menilai, menjaga akses pendidikan, keselamatan pelajar, serta pelestarian budaya adalah bagian dari tanggung jawab moral komunitas internasional.
1. Bahasa Indonesia jadi bahasa dunia

Sidang Umum UNESCO tahun ini menjadi panggung besar bagi diplomasi kebudayaan Indonesia. Setelah melalui proses panjang, Bahasa Indonesia resmi ditetapkan sebagai bahasa kerja Sidang Umum UNESCO, sejajar dengan bahasa seperti Inggris, Prancis, Arab, dan Mandarin.
Langkah ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi multilateral dan membuka akses lebih luas bagi negara-negara berkembang untuk berpartisipasi dalam diskursus global. Dengan pengakuan ini, dokumen, pidato, dan naskah resmi di UNESCO dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Selain itu, pengakuan ini juga mempertegas peran Indonesia dalam mempromosikan nilai kebinekaan, gotong royong, dan perdamaian dunia melalui jalur kebudayaan. Pemerintah menilai, bahasa memiliki kekuatan lunak (soft power) untuk menghubungkan masyarakat dunia tanpa sekat politik maupun ekonomi.
Bagi UNESCO, kehadiran Bahasa Indonesia mencerminkan semangat multikulturalisme dan inklusivitas yang menjadi dasar misinya dalam memajukan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan di dunia.
2. Indonesia tekankan etika dalam kecerdasan buatan
Dalam pidato nasionalnya, Prof. Abdul Mu’ti menyoroti tantangan era digital, terutama dalam menghadapi perkembangan kecerdasan buatan (AI). Ia menegaskan, inovasi teknologi harus berpijak pada etika kemanusiaan agar tidak menimbulkan kesenjangan baru di dunia pendidikan.
Pemerintah Indonesia memaparkan sejumlah capaian dalam bidang pendidikan, termasuk Angka Partisipasi Sekolah usia 7–12 tahun yang mencapai 99,19 persen, serta usia 13–15 tahun sebesar 96,17 persen. Angka ini menunjukkan kemajuan signifikan menuju pendidikan universal.
Indonesia juga menekankan pentingnya kesejahteraan guru, pemenuhan gizi anak sekolah, serta perluasan akses bagi keluarga kurang mampu melalui program Sekolah Rakyat. Di sisi lain, pembelajaran yang berkesadaran dan menggembirakan disebut sebagai kunci untuk membentuk generasi kreatif dan berkarakter.
Menurut delegasi Indonesia, bahasa, literasi, dan etika teknologi adalah fondasi yang harus berjalan beriringan dalam pembangunan manusia. Dengan AI yang beretika dan pendidikan yang inklusif, Indonesia ingin berkontribusi pada masa depan dunia yang lebih adil dan berpengetahuan.
3. Menuju diplomasi budaya global dan komitmen di UNESCO
Selain membahas pendidikan dan teknologi, Indonesia juga mengumumkan rencananya untuk mencalonkan diri sebagai anggota Komite Antar-Pemerintah Konvensi 2003 tentang Warisan Budaya Takbenda periode 2026. Langkah ini merupakan kelanjutan dari diplomasi budaya Indonesia yang aktif memperjuangkan pengakuan warisan takbenda seperti batik, gamelan, dan pantun.
Duta Besar Mohammad Oemar, Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, mengatakan bahwa Sidang Umum di Samarkand bukan sekadar forum diplomatik, tetapi momentum untuk memperkuat solidaritas global berbasis pengetahuan dan kebudayaan.
Ia juga menegaskan, Indonesia ingin memastikan kemajuan teknologi dan kebudayaan berjalan seimbang, dengan nilai kemanusiaan sebagai dasar. “Pengetahuan terbuka, kebudayaan inklusif, dan teknologi beretika harus menjadi pilar kemajuan yang adil bagi semua,” ujarnya dalam pernyataannya di forum.
Sidang Umum UNESCO ke-43 ini diikuti oleh 194 negara anggota dan 12 anggota asosiasi. Pertemuan ini menjadi yang pertama di luar Paris dalam hampir 40 tahun, membahas program dan anggaran UNESCO untuk 2026–2029, serta menandai pengukuhan Khaled El-Enany (Mesir) sebagai Direktur Jenderal baru UNESCO.

















