Bayi di AS Lahir dari Ibu yang Divonis Mati Otak

- Dokter mempertahankan alat bantu hidup Smith karena larangan aborsi di Georgia
- Keluarga Smith merasa dilema dan sedih dengan keputusan tersebut
- Melahirkan saat mati otak jarang terjadi, dengan 27 bayi lahir dari 35 kasus yang lebih jarang
Jakarta, IDN Times - Seorang wanita bernama Adriana Smith, yang telah dinyatakan mati otak sejak Februari, melahirkan seorang bayi laki-laki melalui operasi caesar pada Jumat (13/6/2025). Smith melahirkan bayinya dengan kondisi harus menggunakan alat bantu hidup karena larangan aborsi di negara bagian Georgia, Amerika Serikat (AS).
Bayi yang diberi nama Chance tersebut lahir prematur dengan berat 0,8 kg dan kini dirawat di unit perawatan intensif neonatal, kata ibu dari Smith, April Newkirk.
"Dia diharapkan baik-baik saja. Dia hanya berjuang. Kami hanya ingin mendoakannya. Teruslah berdoa untuknya. Dia sudah di sini sekarang," kata Newkirk.
1. Keputusan dokter mempertahankan alat bantu hidup Smith memicu kemarahan
Smith dipertahankan menggunakan alat bantu hidup karena para dokter di Rumah Sakit Emory awalnya menolak mencabut alat bantu hidup atau setidaknya menunggu Smith melahirkan.
Para dokter khawatir tindakan itu dapat dikategorikan sebagai aborsi, karena adanya kebijakan yang melarang aborsi di negara bagian Georgia setelah terdeteksi aktivitas jantung pada janin, biasanya saat minggu keenam.
Kebijakan itu memiliki peraturan yang menguatkan konsep 'kepribadian janin' yang menganggap bahwa janin juga memiliki hak hukumnya sendiri, termasuk hak untuk hidup dan perlidungan hukum penuh. Namun, keputusan dokter sempat memicu kemarahan, baik keluarga Smith maupun masyarakat, karena seolah hak mereka telah diambil oleh negara.
"Kami tidak punya pilihan atau hak bicara soal itu. Kami menginginkan bayi itu. Itu bagian dari putri saya. Namun, keputusan itu seharusnya diserahkan kepada kami – bukan negara," kata Newkirk sebelum Chance lahir.
Tetapi, kantor jaksa agung Georgia, Chris Carr, kemudian menyatakan bahwa undang-undang larangan aborsi Georgia tidak mengharuskan dokter tetap menjaga wanita mati otak tetap hidup.
“Mencabut alat bantu kehidupan bukanlah tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri kehamilan,” kata juru bicara Carr, Kara Murray
2. Menjadi dilema dan kesedihan bagi keluarga Smith
Bagi ibu Smith, kelahiran cucunya menjadi momen emosional sekaligus pilu. Pasalnya, alat bantu hidup yang digunakan oleh putrinya dijadwalkan akan dicabut pada hari Selasa mendatang.
"Sulit untuk menerimanya. Saya ibunya. Saya tidak seharusnya menguburkan putri saya. Putri saya seharusnya menguburkan saya," kata dia.
Selain itu, Chance kemungkinan akan mengalami kebutaan, tidak bisa berjalan, atau bahkan sulit bertahan hidup setelah ia lahir akibat kondisi kesehatan Smith selama kehamilan.
Smith diketahui dilarikan ke rumah sakit pada Februari setelah mengalami sakit kepala hebat. Meskipun Smith diperbolehkan pulang dan diberikan obat, keesokan harinya ia dilarikan kembali ke rumah sakit, dan didiagnosis mengalami pembekuan darah di otaknya. Tidak lama setelah itu, ia dinyatakan mati otak.
Menurut National Health Service (NHS), mati otak merupakan kondisi serius yang mengharuskan seseorang menggunakan alat bantu hidup karena otaknya sudah berhenti berfungsi. Secara hukum, kondisi ini bisa membuat seseorang disebut meninggal karena tidak memiliki peluang pulih.
3. Melahirkan saat seorang wanita mati otak jarang ditemukan
Dilansir AP News, kematian otak pada masa kehamilan jarang ditemukan, dan kasus yang lebih jarang terjadi adalah ketika dokter ingin memperpanjang kehamilan setelah seorang wanita divonis mati otak. Meski pada kondisi ini ditemukan adanya 27 bayi dilahirkan dari 35 kasus, Smith dianggap berbeda karena masa kehamilannya masih dini ketika divonis mati otak.
Hal ini disebabkan oleh tantangan medis luar biasa dalam mengatur fungsi tubuh ibu secara artifisial selama berbulan-bulan, dan keputusan itu diserahkan kepada keluarga korban, yang harus mempertimbangkan biaya dan penderitaan yang dialami anggota keluarganya.
Kasus ini serupa dengan yang pernah terjadi di Texas lebih dari 10 tahun lalu, ketika seorang wanita mati otak dipertahankan hidupnya selama dua bulan karena sedang hamil.
Namun dalam kasus tersebut, hakim akhirnya memutuskan bahwa pihak rumah sakit telah bersalah karena mempertahankan alat bantu hidup tanpa persetujuan keluarga dan telah salah menerapkan hukum negara bagian Texas.