Brasil Minta Maaf atas Kekejaman terhadap Masyarakat Adat

Jakarta, IDN Times- Brasil, untuk pertama kalinya, meminta maaf atas praktik penyiksaan dan penganiayaan yang dialami masyarakat adat selama rezim kediktatoran militer berkuasa pada 1964-1985. Permohonan maaf ini disampaikan Komisi Amnesti Brasil pada Selasa (2/4/2023).
Komisi yang bernaung di bawah Kementerian Hak Asasi Manusia dan Kewarganegaraan Brasil itu secara khusus meminta maaf kepada suku Krenak dan Guarani-Kaiowá atas penderitaan yang mereka alami.
"Atas nama negara Brasil, saya ingin meminta maaf atas segala penderitaan yang dialami masyarakat Anda," ucap Ketua Komisi Amnesti, Eneá de Stutz e Almeida, sambil berlutut di hadapan perwakilan kedua suku tersebut, dilansir dari The Guardian.
1. Brasil akui pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat
Brasil akhirnya mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang menimpa masyarakat adat selama periode kediktatoran militer tahun 1964-1985. Komisi Kebenaran Nasional Brasil melaporkan, setidaknya 8.350 warga adat terbunuh dan banyak lainnya mengalami kekerasan serta pelecehan dalam kurun waktu tersebut.
Laporan Figueiredo, yang diperintahkan militer pada 1968, juga mengungkap berbagai tindakan kejahatan keji terhadap masyarakat adat.
"Hak-hak mereka atas tanah dan kebebasan dilanggar. Rezim militer mengabaikan institusi adat dan mengusir paksa masyarakat adat dari wilayah tradisional mereka, menyebabkan kerentanan serta kehancuran biologis dan budaya," kata Leonardo Kauer Zinn, pelapor amnesti suku Krenak.
2. Suku Krenak dipenjara dan disiksa di kamp konsentrasi selama rezim militer
Suku Krenak, yang berasal dari negara bagian Minas Gerais, menjadi korban rasisme pemerintah militer yang bertujuan mendidik ulang masyarakat adat kala itu yang dianggap primitif.
Kampanye ini melibatkan penahanan paksa anggota suku Krenak dan kelompok adat lainnya di sebuah kamp pendidikan ulang yang mirip penjara. Kamp yang dibuka pada 1969 ini menampung puluhan tahanan adat yang mengalami penyiksaan fisik, eksploitasi, dan dilarang berbicara dalam bahasa mereka.
"Itu adalah laboratorium teror, sesuatu yang keji, seperti di film horor," kata aktivis Ailton Krenak..
3. Masyarakat adat Brasil tuntut ganti rugi lahan dan penyelesaian kasus pelecehan

Setelah permintaan maaf dari Komisi Amnesti Brasil, masyarakat adat mengharapkan langkah konkret seperti kompensasi dalam bentuk lahan bagi kelompok yang kehilangan wilayah tradisional mereka selama masa kediktatoran.
Ailton memprediksi puluhan kasus pelanggaran HAM lainnya terhadap masyarakat adat di era tersebut akan diperiksa, terutama yang terjadi di wilayah Amazon.
"Begitu banyak tanah adat yang diinvasi selama era keajaiban Brasil, baik oleh perusahaan atau entitas pemerintah. Itu adalah keajaiban Brasil tapi bencana bagi masyarakat adat," ujarnya.
Anggota DPR Brasil, Célia Xakriabá, memuji permintaan maaf sebagai langkah bersejarah yang diharapkan menjadi preseden untuk tuntutan serupa di masa depan. Namun, ia menekankan bahwa permintaan maaf saja tidak cukup jika pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat masih terus terjadi.
"Luka akibat kekerasan kediktatoran belum sembuh dan kami masih diserang," tambahnya.