Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

China: Cuaca Panas Ekstrem, Daerah Penghasil Padi Terancam

Ilustrasi lahan pertanian. (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)
Ilustrasi lahan pertanian. (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)
Intinya sih...
  • Kota-kota besar di pesisir timur China dilanda cuaca panas ekstrem, meningkatkan permintaan listrik dan mengancam pasokan.
  • Rekor panas pada 2024 diperburuk oleh pemanasan global meskipun ada fenomena La Nina, berdampak pada tanaman pangan dan mata pencaharian petani.
  • Kebijakan baru China akan memisahkan target iklim dari pertumbuhan ekonomi untuk mengendalikan emisi karbon dan mencegah cuaca ekstrem.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kota-kota besar di pesisir timur China, dilanda cuaca panas ekstrem menyengat pada Selasa (6/8/2024). Imbasnya, kekhawatiran akan kerusakan pada tanaman padi, serta meningkatnya permintaan listrik untuk mendinginkan rumah dan kantor. Lonjakan permintaan listrik pun dapat mengancam krisis pasokan, serta berpotensi menyebabkan kebakaran karena konsumsi daya dan beban listrik yang berlebihan.

Para ahli meteorologi China mengatakan, rekor panas pada 2024 telah diperburuk oleh tingginya suhu benua akibat pemanasan global, meskipun fenomena cuaca La Nina membawa suhu permukaan laut yang lebih dingin dari rata-rata di Pasifik ekuator.

1. Cuaca panas bertepatan dengan panen padi di beberapa provinsi di China

Tahun ini, China dilanda musim semi terhangat sejak 1961, yakni sejak negara itu mulai mengumpulkan data terkini. Hal ini diikuti oleh bulan Mei sebagai musim terpanas di negara itu, yang memicu kondisi seperti kekeringan selama berminggu-minggu di China bagian tengah pada Juni. Keadaan tersebut berdampak pada tanaman pangan dan mata pencaharian masyarakat petani di wilayah tersebut.

Channel News Asia melaporkan, suhu harian maksimum 37-39 derajat celcius, bahkan di atas 40 derajat celcius, diperkirakan akan melanda sebagian Hubei, Hunan, Jiangxi, Anhui, dan Zhejiang hingga Minggu. Cuaca panas bertepatan dengan panen padi awal musim di provinsi tersebut. Hal ini memicu seruan untuk meningkatkan irigasi, guna menjaga sawah tetap sejuk.

China belum mengumumkan apakah ada korban jiwa akibat suhu panas yang ekstrem.

2. Penghematan energi diberlakukan di kota-kota besar di China

Potret kota Hangzhou di China. (pexels.com/molin liu)
Potret kota Hangzhou di China. (pexels.com/molin liu)

Otoritas kota Hangzhou mengatakan bahwa pihaknya telah melarang semua pertunjukan cahaya dan pencahayaan luar ruangan yang tidak penting pekan ini untuk menghemat energi karena cuaca panas yang ekstrem menguji jaringan listrik.

Kota tersebut merupakan rumah bagi 12,5 juta orang dan beberapa perusahaan terbesar di China, seperti raksasa teknologi Alibaba dan NetEase. Hangzhou telah dilanda suhu yang melebihi 40 derajat celcius sejak 2 Agustus, sementara wilayah timur dan selatan China mengalami suhu yang sangat tinggi.

Di Shanghai, beban maksimum atau permintaan pada jaringan listriknya melebihi 40 juta kilowatt untuk pertama kalinya pada Jumat. Hal ini disebabkan karena gelombang panas, meningkatkan konsumsi listrik di kota berpenduduk hampir 25 juta orang tersebut, dilansir The Straits Times.

Shanghai menjadi kota yang mengkonsumsi beban listrik terbesar di Negeri Tirai Bambu. Kawasan inti kota Lujiazui menggunakan listrik dua kali lebih banyak per kilometer persegi, dibandingkan dengan Manhattan di New York atau distrik Ginza di Tokyo.

3. Target iklim China adalah pada 2030

Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Arthur Wang)
Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/Arthur Wang)

Para pembuat kebijakan China telah berulang kali memperingatkan bahwa pemerintah perlu meningkatkan persiapan bencana karena cuaca buruk semakin sering terjadi. Hal ini diyakini karena perubahan iklim.

China merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, yang menurut para ilmuwan menyebabkan pemanasan global dan membuat cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan lebih intens.

Menanggapi hal tersebut, baru-baru ini kabinet China menggelar rapat mengenai percepatan pengembangan sistem pengendalian emisi karbon untuk membantunya mencapai target pada 2030. Kebijakan baru nantinya, akan memisahkan target iklim dari pertumbuhan ekonomi.

"China menetapkan batasan emisi keras untuk pertama kalinya, yang akan mulai memandu pengurangan emisi setelah 2030. China sekarang secara bertahap melepaskan pengurangan emisi dari pertumbuhan ekonomi," kata Yao Zhe, penasihat kebijakan global untuk Greenpeace Asia Timur di Beijing, dikutip dari Reuters.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us