Dagang Senjata ke Junta Myanmar, Tiongkok-Rusia Dituding Uni Eropa Ini

Jakarta IDN Times - Uni Eropa (UE) menyebut Rusia dan Tiongkok menghambat tanggapan internasional terhadap kudeta militer Myanmar. Kedua negara sama-sama memiliki hubungan dengan angkatan bersenjata Myanmar, masing-masing sebagai pemasok senjata terbesar ke negara yang kini dikuasai junta militer tersebut.
"Tidak mengherankan jika Rusia dan China menghalangi upaya Dewan Keamanan PBB, misalnya untuk memberlakukan embargo senjata," kata Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell dalam sebuah unggahan blog, Minggu (11/4/2021) seperti dilansir ANTARA dari Reuters.
1. EU akan tawarkan insentif ekonomi lebih banyak jika Myanmar mau kembali ke jalan demokrasi

Diplomat utama Uni Eropa itu mengatakan mereka dapat menawarkan lebih banyak insentif ekonomi jika demokrasi kembali di Myanmar. Selama ini pengaruh ekonomi EU di negara itu relatif kecil, misalnya jika dibandingkan dengan pengaruh Tiongkok.
Investasi langsung asing UE di Myanmar berjumlah 700 juta dolar AS (sekitar Rp10,2 triliun) pada 2019, dibandingkan dengan 19 miliar dolar AS (sekitar Rp277,7 triliun) investasi dari Tiongkok.
Borrell mengatakan UE dapat menawarkan untuk meningkatkan hubungan ekonominya dengan Myanmar jika demokrasi dipulihkan. Insentif itu, menurutnya, bisa mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan.
2. Uni Eropa siapkan sanksi

Di sisi lain, Uni Eropa juga sedang menyiapkan sanksi baru bagi individu dan perusahaan milik militer Myanmar. Blok itu telah menyetujui serangkaian sanksi pertama terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta, termasuk panglima militer.
Berbagai upaya itu dilakukan Uni Eropa demi menolak kudeta dan berusaha mengembalikan demokrasi di Myanmar.
"Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan pemahaman bersama. Tetapi kita punya kewajiban untuk mencobanya," kata Borrell, yang berbicara atas nama 27 negara anggota Uni Eropa.
3. Uni Eropa menegaskan kengerian yang disaksikan dunia dari kudeta Myanmar

Borrell mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan lebih dari 550 pengunjuk rasa tak bersenjata, termasuk di antaranya 46 anak-anak, dalam tindakan keras berdarah sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada kudeta 1 Februari.
"Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri," kata dia.
Militer mengatakan kudeta dilakukan karena pemilu November tahun lalu, yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi, curang. Komisi pemilu Myanmar telah menolak tuduhan tersebut. Dewan Keamanan PBB pekan lalu menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tokoh demokratis lainnya yang ditahan oleh militer, tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut.