Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Di Balik Kesepakatan F-35 AS–Saudi: Risiko Bocor Teknologi dan Politik

Pesawat tempur F-35 Lightning II Joint Strike tiba di Edwards (United States Air Force, Public domain, via Wikimedia Commons)
Pesawat tempur F-35 Lightning II Joint Strike tiba di Edwards (United States Air Force, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • F-35 masih jadi jet tempur yang diburu sekutu
  • Risiko kebocoran teknologi menjadi perhatian utama
  • Biaya operasional dan modernisasi F-35 sangat fantastis
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyetujui penjualan jet tempur F-35 ke Arab Saudi. Ini menjadi keputusan yang kembali menegaskan kedekatan hubungan pertahanan kedua negara di tengah kekhawatiran serius soal potensi kebocoran teknologi ke China.

Persetujuan itu disampaikan saat Putra Mahkota, Mohammed bin Salman, melakukan kunjungan resmi ke Washington pekan ini.

Pejabat dalam pemerintahan Republik masih terbelah. Sebagian menilai pemberian akses Arab Saudi ke pesawat tempur tercanggih AS dapat membuka celah bagi China, mitra strategis Riyadh, untuk mempelajari teknologi siluman dan sensor generasi kelima milik F-35.

Kekhawatiran serupa juga muncul terkait posisi Israel, yang selama ini mempertahankan keunggulan militer di kawasan dengan dukungan AS.

Trump mendorong penjualan tersebut bersamaan dengan upayanya mendapatkan dukungan Israel untuk rencana perdamaian Gaza yang diajukannya. Israel juga menjadi satu dari 19 negara yang telah mengoperasikan atau memesan F-35 dan menggunakannya dalam konflik dengan Iran pada Juni 202t lalu.

Bagi AS, penjualan ke Arab Saudi menambah dinamika baru dalam persaingan teknologi dengan China serta menimbulkan pertanyaan tentang risiko keamanan jangka panjang. Namun, Gedung Putih menilai manfaat strategis dari memperkuat hubungan pertahanan dengan Riyadh lebih besar dari potensi konsekuensi negatifnya.

Kesepakatan ini juga menyoroti kembali peran F-35 sebagai proyek pertahanan paling mahal dalam sejarah Pentagon, sekaligus sistem senjata yang masih menuai kontroversi karena catatan kesiapan dan biaya perawatannya.

1. F-35 masih jadi jet tempur yang diburu sekutu

Pesawat tempur F-35. (unsplash.com/christiangag)
Pesawat tempur F-35. (unsplash.com/christiangag)

Diperkenalkan hampir dua dekade lalu, F-35 dipuji sebagai lompatan teknologi dan dikritik sebagai proyek mahal penuh masalah. Hingga kini, lebih dari 1.200 unit telah diproduksi dan dikirim ke, Angkatan Udara, Angkatan Laut, hingga Marinir AS.

Pesawat ini telah digunakan dalam berbagai operasi global. Marinir AS memakainya untuk serangan di Afghanistan, sementara Italia menerbangkan F-35 untuk merespons pesawat Rusia yang memasuki wilayah udara Estonia Oktober 2025 lalu. Reputasi ini membuat banyak negara ingin memilikinya meski harga per unit pada 2023 mencapai sekitar 77 juta dolar AS.

Namun, sejak awal program F-35 dikritik karena dirancang untuk memenuhi kebutuhan tiga matra sekaligus, menghasilkan varian dengan kemampuan lepas-landas pendek hingga versi yang diluncurkan dari kapal induk. Kerumitan tersebut memicu pembengkakan biaya dan keterlambatan yang sudah menjadi ciri proyek ini sejak 2006.

Meski demikian, analis seperti Bradley Bowman dari Foundation for Defense of Democracies menyebut F-35 tetap diakui secara luas sebagai jet tempur terbaik dan tercanggih Amerika. Dia menilai penyempurnaan terus-menerus membuat potensi kebocoran teknologi masa lalu tidak lagi relevan.

2. Risiko kebocoran teknologi

Pesawat tempur jenis F-35A di Pangkalan Udara AS di Nevada. (commons.wikimedia.org/Noah Wulf)
Pesawat tempur jenis F-35A di Pangkalan Udara AS di Nevada. (commons.wikimedia.org/Noah Wulf)

Kekhawatiran terbesar terkait penjualan F-35 ke Arab Saudi adalah potensi akses China terhadap teknologinya. Laporan Defense Science Board pada 2013 menyebut serangan siber China pernah mencuri data dari sejumlah program Pentagon, termasuk sistem jet tempur ini.

AS mengamati dengan cermat kedekatan Arab Saudi-China, terutama kerja sama keamanan yang semakin intensif. Kekhawatiran meningkat, teknologi siluman, radar, dan sensor F-35 bisa dieksploitasi oleh China apabila tidak ada pengamanan ketat.

Selain itu, Israel satu-satunya negara di Timur Tengah yang mengoperasikan F-35, melihat potensi ancaman terhadap keunggulan militernya. Keputusan Trump ini datang saat meminta dukungan Israel untuk rencana perdamaian Gaza, sehingga pengamanan teknologi menjadi isu sensitif.

Beberapa pejabat pertahanan AS menilai Arab Saudi sebagai sekutu penting, tetapi tetap memperingatkan pesawat generasi kelima membawa risiko strategis jika tidak dikelola dengan hati-hati. Sampai kini, Gedung Putih belum menjelaskan detail teknis pengamanan yang akan diberlakukan.

Arab Saudi telah lama meminta akses F-35 sebagai bagian dari modernisasi militernya. Keputusan terbaru ini memperkuat spekulasi, AS memprioritaskan hubungan strategis ketimbang kekhawatiran intelijen.

3. Biayanya sangat fantastis

Ilustrasi pesawat F-35 bermanuver (pexels.com/Markus Ilmari)
Ilustrasi pesawat F-35 bermanuver (pexels.com/Markus Ilmari)

Di balik statusnya sebagai pesawat tempur paling canggih, F-35 masih dibayangi isu biaya dan keandalan operasional. Laporan Government Accountability Office (GAO) menyebut total biaya operasional dan modernisasi 2.470 unit selama 77 tahun bisa melampaui dua triliun dolar AS.

GAO juga mencatat, 110 pesawat yang dikirim tahun lalu seluruhnya terlambat, dengan rata-rata penundaan mencapai 238 hari. Tingkat kesiapan misi di 2023 hanya sekitar 55 persen, jauh dari target program. Hambatan utama mencakup fasilitas pemeliharaan yang belum optimal serta masalah logistik.

Kritikus seperti Dan Grazier dari Stimson Center menyebut F-35 sebagai kegagalan program. Ia menyoroti lapisan stealth yang rentan dan sistem kamera yang kerap bermasalah.

"Pesawat ini melakukan banyak hal cukup baik, tapi tidak ada yang benar-benar unggul, dengan biaya yang sangat tinggi," katanya, dikutip dari The Independent, Kamis (20/11/2025).

Lockheed Martin membantah kritik tersebut. Dalam pernyataannya, perusahaan menyebut F-35 sebagai fondasi medan tempur 20 negara sekutu. Mereka menegaskan bahwa lebih dari 1 juta jam terbang membuktikan perannya sebagai aset utama keamanan global.

Bagi AS, keputusan Trump menjual F-35 ke Arab Saudi menempatkan jet tempur kontroversial ini kembali dalam sorotan, bukan hanya soal biaya dan performa, tetapi juga implikasi geopolitik yang menyertai setiap unit yang terjual.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in News

See More

MRT Jakarta Evakuasi 524 Penumpang saat Listrik Mati

20 Nov 2025, 14:29 WIBNews