Dominika Deportasi Hampir 11 Ribu Warga Haiti dalam Sepekan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Republik Dominika telah mendeportasi hampir 11 ribu warga Haiti dalam sepekan terakhir. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen untuk mendeportasi warga Haiti secara rutin setiap minggu, di tengah krisis Haiti yang dipicu oleh kekerasan geng dan kemiskinan ekstrem.
Pengumuman ini muncul setelah pemerintah Dominika berjanji akan mendeportasi hingga 10 ribu warga Haiti setiap minggu, dengan alasan kelebihan imigran.
Hubungan antara kedua negara yang berbagi pulau Hispaniola tersebut terus memburuk, membuat langkah ini menjadi salah satu deportasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
1. Reaksi pemerintah Haiti terhadap deportasi massal
Pengumuman deportasi massal memicu kekhawatiran di pemerintahan Haiti. Perwakilan tetap Haiti di Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS), Gandy Thomas, mengecam deportasi tersebut sebagai strategi pembersihan etnis dan kampanye diskriminasi berdasarkan kebangsaan dan warna kulit.
Thomas menyatakan perlunya dialog dan solusi yang saling menghormati. Ia juga memperingatkan bahwa deportasi ini hanya akan memperburuk infrastruktur Haiti yang rapuh, sementara para deportan kembali tanpa dukungan, sumber daya, atau hubungan dengan komunitas mereka.
Menurut kelompok hak asasi manusia, setidaknya setengah juta warga Haiti tinggal di Republik Dominika, dan deportasi massal ini menempatkan kehidupan ribuan orang dalam bahaya besar.
2. Keluhan aktivis terkait perlakuan buruk
Aktivis dan organisasi HAM menuduh otoritas Dominika melakukan pelanggaran dalam proses deportasi. Sam Guillaume dari Grup Dukungan untuk Pengungsi dan Deportan Haiti menyatakan, banyak warga Haiti yang diperlakukan tidak manusiawi, seperti diperas, diperkosa, dan bahkan ditahan tanpa akses air atau makanan.
Guillaume menyebut bahwa pasukan keamanan Dominika sering menggunakan kekerasan saat menangkap warga Haiti, termasuk penggunaan gas air mata dan pemukulan terhadap mereka yang mencoba melawan.
“Mereka memperlakukan orang-orang ini seperti burung pemangsa, menunggu untuk memanfaatkan situasi mereka,” kata Guillaume pada Selasa (8/10/2024), dikutip dari ABC News.
Namun, Radhafil Rodríguez, penasihat misi Republik Dominika di OAS, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa pemerintah Dominika sangat serius dalam menangani setiap keluhan terkait perlakuan buruk.
3. Dampak deportasi terhadap masyarakat Haiti dan Dominika
Deportasi massal juga menyebabkan masalah baru di Republik Dominika, seperti meningkatnya jumlah anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua yang dideportasi.
William Charpentier, koordinator Koalisi Nasional untuk Migrasi dan Pengungsi Dominika, memperingatkan bahwa banyak anak yang ditinggalkan di sekolah saat orang tua mereka diambil oleh pihak berwenang.
Charpentier menyebut deportasi ini sebagai bentuk penganiayaan terhadap warga kulit hitam, terutama mereka yang diasumsikan sebagai warga Haiti. Ia juga menekankan bahwa meskipun beberapa warga Haiti memiliki dokumen resmi, mereka tetap ditahan dan dideportasi.
Menurut Ocicle Batista, seorang migran asal Haiti yang tinggal di Santo Domingo, banyak migran yang dipaksa membayar suap kepada tentara Dominika untuk menghindari deportasi, meski mereka memiliki dokumen resmi.
"Kami datang ke sini untuk bekerja, tetapi tetap diperlakukan seperti penjahat," ujar Batista, dikutip dari The Independent.