Mengenal Koryo Saram, Komunitas Korea di Negara Pecahan Uni Soviet 

Populasi terbesarnya ada di Asia Tengah

Jakarta, IDN Times - Pada abad ke-19, faktor ekonomi (seperti keterbatasan lahan dan kelaparan) dan faktor politik (pendudukan Jepang) memicu puluhan ribu warga Korea bermigrasi ke wilayah Eurasia. Mereka menetap di sana untuk mencari kehidupan baru dan mereka julukan Koryo Saram.

Ketika Uni Soviet berdiri, Koryo Saram pun diakui sebagai salah satu kelompok minoritas di negara tersebut. Lantas sejarah dan nasib mereka saat ini?

1. Ada tiga tipe komunitas Koryo Saram yang mendiami negara-negara pecahan Uni Soviet 

Mengenal Koryo Saram, Komunitas Korea di Negara Pecahan Uni Soviet potret tiga petani Koryo Saram saat bekerja di kolkhoz (instagram.com/thekoryosaram)

Merujuk jurnal yang ditulis German N. Kim dengan judul Koryo Saram, or Koreans of the Former Soviet Union: In the Past and Present, orang Koryo Saram atau kelompok minoritas Korea di Uni Soviet bisa dibagi menjadi tiga komunitas. 

Komunitas pertama adalah orang-orang asal provinsi Hamgyong (kini menjadi bagian dari teritori Korea Utara) yang bermigrasi ke region Timur Jauh Rusia. Kedua, orang-orang Korea Shakalin, yaitu pekerja paksa yang dikirim ke Pulau Shakalin saat masa pendudukan Jepang.

Ketiga adalah para kaum intelek asal Korea Utara yang pindah ke Uni Soviet untuk mengenyam pendidikan maupun bekerja sebagai pegawai kontrak, dan memilih untuk tidak kembali ke negara asalnya. 

2. Sempat menjadi korban kebijakan deportasi Stalin 

Mengenal Koryo Saram, Komunitas Korea di Negara Pecahan Uni Soviet seorang pria Koryo Saram di Vladivostok pada awal abad 20 (instagram.com/thekoryosaram)

Koryo Saram dikenal sebagai pekerja keras dan memiliki keterampilan manajerial serta organisasi yang baik. Tak perlu waktu lama, mereka pun terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat, membangun kolkhoz atau pertanian kolektif, dan tak sedikit yang menempuh pendidikan tinggi dan akhirnya menempati posisi-posisi strategis. 

Ini didorong pula oleh kebijakan Uni Soviet yang menekankan kesetaraan hak untuk kelompok minoritas. Melansir Stern dalam tulisannya yang berjudul Soviet Policy on National Minorities, kelompok minoritas memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkuat identitas dan mengakses hak mereka. 

Sayangnya, ini tak bertahan lama. Naiknya Stalin sebagai pemimpin Uni Soviet melahirkan beberapa kebijakan baru yang mengubah nasib kelompok minoritas. Diulas Gelb dalam tulisannya An Early Soviet Ethnic Deportation: The Far-Eastern Koreans, Stalin melakukan deportasi pada penduduk Korea di berbagai oblast karena mencurigai mereka sebagai spionase Jepang atau melakukan aktivitas anti-komunis di teritori Uni Soviet. Arus deportasi terjadi pada periode 1920-1930.

Mereka sebenarnya dideportasi ke Jepang. Namun, Jepang menolak Koryo Saram karena menganggap mereka sebagai orang non-Asia. Koryo Saram akhirnya menemukan rumah baru di negara-negara Asia Tengah seperti Kazakshtan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Sebagian kecil menetap di Ukraina, Kyrgyztan, Turkmenistan, dan Belarus. 

Baca Juga: 5 Makanan Spesial bagi Perempuan di Korea Selatan, Apa Alasannya?

3. Populasi Koryo Saram terbesar saat ini berada di Asia Tengah 

Mengenal Koryo Saram, Komunitas Korea di Negara Pecahan Uni Soviet potret seorang perempuan dengan darah Korea dan Uzbekistan (instagram.com/thehalfieproject)

Menurut tulisan Kim dan diamini dalam artikel Central Asian Bureau for Analytical Reporting yang berjudul Koryo-Saram: Life of Korean Community in Tajikistan, kematian Stalin pada 1950-an disambut baik oleh komunitas Korea. Terutama mereka yang sudah menetap di teritori Kazakshtan, Uzbekistan, dan wilayah Asia Tengah lainnya.

Kazakshtan menjelma jadi pusat intelektual komunitas Korea di Uni Soviet. Mereka bisa dengan bebas menerbitkan surat kabar berbahasa Korea dan tak sedikit dari anggota mereka yang menempati pos-pos penting dalam politik. 

Koryo Saram di Asia Tengah juga berasimilasi dengan baik. Mereka tak segan melakukan pernikahan antaretnik dan tidak mengeksklusifkan diri.

Orang-orang Koryo Saram pun mengadopsi sistem penamaan ala Uni Soviet. Biasanya nama depan mereka menggunakan nama-nama khas Asia Tengah atau Rusia macam Igor, Vitaly, Victor, Yulya. Diikuti dengan nama paternal sebagai nama tengah. Kemudian, diakhiri dengan marga Korea seperti Kim, Lee, dan lain sebagainya. 

4. Di era modern, banyak Koryo Saram yang memilih merantau ke Korea Selatan

Mengenal Koryo Saram, Komunitas Korea di Negara Pecahan Uni Soviet mural musisi Koryo Saram, Victor Tsoi di Moskow (instagram.com/annakrymova)

Hal menarik datang dari penelitian Albina Yun dengan judul Koryo Saram: Post Soviet Koreans' Identity as Low Skilled Workers in South Korea. Ia melakukan penelitian etnografi kualitatif yang menyelidiki alasan orang-orang Koryo Saram merantau ke Korea Selatan. 

Seperti paradoks dari abad ke-19, kini giliran Korea Selatan yang dilihat sebagai ladang subur untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Korea Selatan memberlakukan kebijakan pemberian visa H-2 untuk orang asing yang hendak bekerja secara legal selama 5 tahun. Kebijakan visa H-2 seringkali dipandang pesimis oleh sebagian pihak, karena merupakan cara Korsel menarik pendatang yang bersedia menjadi pekerja berisiko tinggi dengan upah rendah. 

Meski begitu, para perantau menganggap kebijakan ini sebagai peluang meningkatkan kesejahteraan. Gaji yang diterima sebagai pekerja di Asia Tengah hanya sekitar 10 persen dari gaji yang didapat sebagai buruh di Korea Selatan. Beberapa juga lebih menyukai budaya dan pembangunan pesat di Korsel ketimbang di negara asal mereka. 

Menurut penelitian Changzoo Song dari University of Auckland pada 2019, ada lebih dari 40 ribu pekerja migran Koryo Saram yang berada di Korea Selatan. Belum termasuk yang tidak terdokumentasi atau ilegal. 

5. Tokoh-tokoh penting dari komunitas Koryo Saram 

https://www.youtube.com/embed/ePbJizRJoLo

Eksis selama berabad-abad, tentu mustahil bila tak ada anggota komunitas Koryo Saram yang menjadi tokoh ikonik atau prominen di negara pecahan Uni Soviet. Salah satu yang cukup tersohor adalah musisi rock, Viktor Tsoi.

Melansir liputan BBC, Tsoi aktif bermusik pada 1980-an sembari menjalankan profesi utamanya sebagai insinyur di St. Petersburg. Kisah hidupnya sempat diabadikan dalam film Assa (1987).

Salah satu lagunya bahkan dipakai para pemuda dan aktivis saat melakukan demo antipemerintah di Moskow pada 2011 dan Belarus pada 2020. 

Selain Tsoi, nama lain yang cukup prominen adalah Vitaly Kim. Namanya menyeruak ketika agresi Rusia ke Ukraina mencapai oblast yang ia pimpin sejak tahun 2020, Mykolaiv. Ia menjadi tokoh penting dalam perlawanan Ukraina terhadap agresi Rusia lewat unggahannya di media sosial. 

Kehidupan orang Koryo juga pernah diangkat dalam film berjudul Revenge (1989) yang digarap sutradara Kazakshtan, Yermek Shinarbayev dan penulis naskah bernama Anatoli Kim. Untuk pertama kalinya, orang-orang Korea yang berbahasa Rusia tampil di layar kaca lewat film tersebut. 

Koryo Saram adalah fenomena menarik dalam sejarah Uni Soviet dan studi sosial secara umum. Mereka bangga dengan asal usulnya, tetapi tak enggan untuk berasimilasi. 

Baca Juga: 5 Rekomendasi Destinasi Wisata Pantai di Yangyang Korea Selatan

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya