Gaza Dilanda Kelaparan, Israel Tolak Izin Masuk Dokter dan Relawan

- Israel menolak izin masuk bagi dokter dan pekerja kemanusiaan ke Gaza di tengah krisis kemanusiaan di wilayah Palestina.
- Tidak jelas alasan penolakan izin tersebut, sementara COGAT belum memberikan komentar atas keputusan tersebut.
- Israel mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dalam jumlah terbatas ke Gaza, tetapi masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan jutaan orang yang terjebak di wilayah tersebut.
Jakarta, IDN Times - Israel menolak izin masuk bagi sekelompok dokter dan pekerja kemanusiaan ke Jalur Gaza pada Kamis (22/5/2025). Hal ini terjadi di tengah memburuknya krisis kemanusiaan di wilayah Palestina tersebut, di mana 29 anak-anak dan lansia dilaporkan meninggal akibat kelaparan dalam beberapa hari terakhir.
Dilansir dari Middle East Eye, kelompok yang terdiri dari enam orang itu semestinya berangkat dari Yordania ke Gaza pada Kamis pagi bersama konvoi PBB. Namun, pada Rabu (21/5/2025) malam, mereka menerima pemberitahuan bahwa mereka tidak diizinkan memasuki Gaza.
Sementara itu, COGAT, , belum memberikan komentar atas keputusan tersebut.
1. Israel dituduh jadikan kehadiran tenaga kesehatan sebagai alibi kemanusiaan
Salah satu tenaga kesehatan mengatakan bahwa tidak jelas standar apa yang digunakan Israel dalam menentukan dokter dan pekerja kemanusiaan mana yang diizinkan masuk ke Gaza.
“Saya benar-benar tidak mengerti mengapa Israel masih memperbolehkan hal ini. Jika mereka sudah memblokir semuanya, mengapa tidak melakukan hal yang sama untuk tenaga kesehatan?” katanya tanpa mengungkap identitas.
Ia berpendapat bahwa Israel akan memanfaatkan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas di Gaza untuk membenarkan tindakannya di wilayah tersebut.
“Ini sebenarnya menjadi alibi kemanusiaan, sebuah pembenaran atas kekerasan. Mereka akan kembali bertahun-tahun bahkan puluhan tahun kemudian ketika kasus-kasus ini masih berjalan dan mengatakan, ‘Oh, kami sudah membiarkan 250 dokter masuk ke Gaza. Jadi, bagaimana mungkin kami melakukan genosida?’ Kehadiran kami akan disalahgunakan untuk mendukung klaim-klaim tertentu," ungkapnya.
2. Setengah juta warga Palestina hadapi kelaparan parah
Insiden terbaru ini terjadi di tengah meningkatnya kemarahan internasional atas blokade bantuan yang diterapkan Israel di Gaza sejak awal Maret 2025. Situasi ini telah mengakibatkan hampir setengah juta warga Palestina menghadapi kelaparan yang sangat parah.
Awal pekan ini, kepala Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), Tom Fletcher, melaporkan bahwa 14 ribu bayi bisa meninggal dalam waktu 48 jam jika bantuan tidak segera tiba. Pada Kamis, Menteri Kesehatan Palestina, Majed Abu Ramadan, juga mengumumkan bahwa 29 anak-anak dan lansia di Gaza telah meninggal akibat kelaparan dalam beberapa hari terakhir.
Sementara itu, militer Israel terus melanjutkan serangannya di wilayah tersebut. Menurut Kementerian Kesehatan, lebih dari 53 ribu warga Palestina telah telah tewas sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023.
3. Jumlah bantuan yang masuk ke Gaza masih jauh dari cukup
Akibatnya meningkatnya kecaman internasional, Israel memutuskan untuk mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dalam jumlah terbatas ke Gaza. COGAT mengatakan bahwa 300 truk bantuan telah mencapai wilayah tersebut pekan ini.
Namun, lembaga-lembaga kemanusiaan mengungkapkan bahwa jumlah bantuan yang tiba masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan jutaan orang yang terjebak di wilayah tersebut. PBB memperkirakan Gaza membutuhkan sedikitnya 500 truk bantuan setiap harinya.
Badan bantuan juga mengatakan bahwa bantuan yang berhasil masuk belum tentu dapat menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan.
“Tantangan signifikan dalam pemuatan dan pengiriman barang masih ada karena ketidakamanan, risiko penjarahan, penundaan persetujuan koordinasi, dan rute yang tidak tepat yang disediakan oleh pasukan Israel sehingga tidak memungkinkan untuk pergerakan kargo,” kata OCHA, dilansir dari Al Jazeera.