Hadapi Ancaman Drone Korut, Korsel Bentuk Komando Operasi Khusus

Jakarta, IDN Times - Korea Selatan (Korsel) mengesahkan undang-undang (UU) pembentukan komando operasi pesawat tak berawak (drone). UU tersebut menjadi landasan untuk melindungi Negeri Ginseng dari seranngan drone Korea Utara (Korut) yang menyusup melalui wilayah udara
"Kementerian Pertahanan berharap Komando Operasi Drone dapat secara efektif dan sistematis menjalankan misi strategis dan operasi di wilayah medan perang bersama, melalui pemanfaatan pesawat tak berawak dan menjadi unit terdepan dalam memajukan pengembangan operasi drone," kata pemerintah Korsel pada Selasa (27/6/2023), dikutip dari Korea Herald.
1. Landasan hukum untuk pembentukan Komando Operasi Drone
Pemberlakuan UU tersebut akan memberikan landasan hukum untuk pembentukan komando operasi drone dan pelaksanaan misinya. Komando akan mulai berlaku sejak 1 September 2023 dan berada di bawah pengawasan Menteri Pertahanan Korsel.
Pembentukan komando operasi drone untuk memperkuat kemampuan militer guna menanggapi secara agresif ancaman yang ditimbulkan oleh infiltrasi udara, melalui drone, serta secara efektif melakukan operasi menggunakan pesawat tak berawak.
Memimpin rapat kabinet pada Selasa pekan lalu, Perdana Menteri Han Duck-soo mengatakan, komando operasi pesawat tak berawak adalah bagian penting dari upaya pemerintah untuk mempertahankan postur tanggapan menyeluruh, guna mencegah segala jenis provokasi yang ditimbulkan oleh Korut.
2. Tentang Komando Operasi Drone Korsel

Bagi Korsel, pembentukan Komando Operasi Drone sangat penting, mengingat ancaman dan provokasi Pyongyang yang semakin masif. Di sisi lain, Korut juga terus mengembangkan senjata drone dalam peperangan modern dan masa depan.
Komando juga memiliki tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan operasi militer. UU tersebut menjelaskan bahwa operasi militer yang dimaksud termasuk mengenai pemantauan strategis dan operasional, pengintaian, serangan, perang psikologis, serta perang elektronik.
Berdasarkan UU tersebut, operasi militer akan melibatkan aksi mendeteksi, zmelacak, dan menyerang kendaraan udara tak berawak musuh.
3. Hak membela diri Korsel

UU tersebut disahkan sebagai respons atas insiden 26 Desember 2022. Saat itu, lima drone Pyongyang menerobos wilayah udara Korsel. Pesawat tak berawak terbang di daerah perbatasan barat antar Korea, salah satunya juga terbang di dekat kantor kepresidenan di Seoul.
Nantinya, Negeri Ginseng akan mengerahkan setidaknya 10 kali lebih banyak drone ke Pyongyang untuk terbang di atas lokasi sasaran utama, jika Pyongyang mengirim pesawat tak berawak ke Korsel.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk balasan, karena melihat negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut terus mengancam perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.
Menurut Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Jeon Ha-kyu, mengirim drone ke Korut sebagai aksi balasan tidak akan melanggar perjanjian gencatan senjata. Sebab, tindakan itu dianggap sebagai hak untuk membela diri, dikutip dari KBS World.
Pihaknya memiliki rencana untuk mengamankan 100 drone skala kecil pada akhir bulan ini, yang dapat melakukan kemampuan pengawasan dan pengintaian di seluruh Korut.