Hakim AS Bekukan Perintah Eksekutif Trump soal Aturan Kewarganegaraan

- Perintah eksekutif Trump batasi kewarganegaraan berdasarkan status orang tua.
- Pengadilan kritik kebijakan dan siapkan jalur banding.
- Penggugat sampaikan ketakutan dan dampak sosial lebih luas.
Jakarta, IDN Times – Seorang hakim federal di New Hampshire menghentikan sementara perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membatasi kewarganegaraan berdasarkan kelahiran. Gugatan ini diajukan atas nama seorang perempuan hamil, dua orang tua, dan bayi mereka. Mereka meminta status gugatan kelompok atas puluhan ribu orang yang berpotensi terdampak.
Hakim Distrik AS Joseph Laplante mengeluarkan injunksi pendahuluan yang berlaku nasional, sekaligus menyetujui status gugatan kelompok dalam kasus ini. Putusan pada Kamis (10/7/2025) ini jadi ujian pertama atas batas baru Mahkamah Agung (MA) terkait larangan penggunaan injunksi nasional.
“Ini akan melindungi setiap anak di seluruh negeri dari perintah eksekutif yang melanggar hukum, tidak konstitusional, dan kejam ini,” kata Cody Wofsy, pengacara dari American Civil Liberties Union (ACLU), dikutip dari NBC News.
1. Trump batasi kewarganegaraan berdasarkan status orang tua
Perintah eksekutif ini ditandatangani Trump pada hari pertama masa jabatan keduanya. Aturan itu hanya mengizinkan kewarganegaraan bagi anak yang memiliki minimal satu orang tua warga negara AS atau penduduk tetap. Anak dari pengunjung sementara seperti turis, pelajar, atau pengguna Program Pembebasan Visa (VWP) tidak lagi otomatis diberi kewarganegaraan jika ayahnya bukan warga negara atau penduduk tetap.
Langkah ini berseberangan dengan Amandemen ke-14 Konstitusi AS yang memberikan kewarganegaraan kepada siapa pun yang lahir di wilayah AS, kecuali dalam beberapa pengecualian kecil. Pemerintah Trump berargumen bahwa frasa “tunduk pada yurisdiksi” dalam amandemen itu membuka ruang penolakan terhadap bayi dari imigran tanpa dokumen. Pengacara pemerintah menyebut tafsir lama atas klausul itu telah menciptakan insentif yang salah untuk imigrasi ilegal.
Hampir dua lusin negara bagian menentang kebijakan ini lewat gugatan hukum. Mereka menyatakan perintah Trump bertentangan langsung dengan bunyi Amandemen ke-14: “Semua orang yang lahir atau dinaturalisasi di Amerika Serikat, dan tunduk pada yurisdiksi di dalamnya, adalah warga negara Amerika Serikat dan negara bagian tempat mereka tinggal.”
2. Pengadilan kritik kebijakan dan siapkan jalur banding

Dalam sidang Kamis (10/7/2025), Laplante menyebut pencabutan hak kewarganegaraan karena kelahiran sebagai kerugian yang tidak dapat diperbaiki. Ia menyatakan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran adalah hak istimewa terbesar yang ada di dunia. Laplante mengatakan injunksi ini bukan keputusan sulit dan menilai argumen pemerintah lemah meski tidak sepele.
Keputusan ini muncul usai Mahkamah Agung AS membatasi penerapan injunksi nasional lewat putusan pada 27 Juni 2025. Hakim Amy Coney Barrett menulis bahwa injunksi hanya berlaku untuk penggugat, kecuali dalam kasus gugatan kelompok. Pengadilan memberi waktu 30 hari hingga 27 Juli 2025 untuk menyesuaikan gugatan, agar perintah Trump tidak langsung berlaku.
Sementara itu, pengadilan federal Massachusetts juga diminta menilai apakah injunksi sebelumnya masih sah di bawah aturan MA. Di Maryland, organisasi imigran Casa mendampingi seorang penggugat dalam permintaan injunksi nasional baru.
“Tidak ada yang harus pindah negara bagian saat ini juga,” kata Ama Frimpong dari Casa, dikutip dari The Guardian.
3. Penggugat sampaikan ketakutan dan dampak sosial lebih luas

Salah satu penggugat adalah wanita asal Honduras yang tengah menunggu proses suaka dan akan melahirkan pada Oktober. Ia menulis bahwa dirinya tidak ingin anaknya hidup dalam ketakutan dan bersembunyi, serta menjadi target penegakan imigrasi. Ia juga khawatir keluarganya berisiko terpisah.
Penggugat lain, ayah dari Brasil yang tinggal lima tahun di Florida, menyatakan hal serupa.
“Bayi saya berhak atas kewarganegaraan dan masa depan di Amerika Serikat,” katanya, dikutip dari Al Jazeera. Ayah mertuanya adalah warga negara AS.
Advokat memperkirakan lebih dari 150 ribu bayi setiap tahun berisiko ditolak kewarganegaraannya jika kebijakan ini berjalan.
“Perintah eksekutif ini secara langsung bertentangan dengan Konstitusi, nilai-nilai, dan sejarah kita, dan akan menciptakan subkelas permanen multi-generasi dari orang-orang yang lahir di AS tetapi ditolak hak penuh mereka,” kata Devon Chaffee dari ACLU New Hampshire.
Sebelum sidang, juru bicara Gedung Putih, Abigail Jackson, menyampaikan sikap pemerintah.
“Pemerintahan Trump berkomitmen untuk menerapkan Perintah Eksekutif Presiden secara sah untuk melindungi makna dan nilai kewarganegaraan Amerika dan yang mengembalikan Amandemen ke-14 ke maksud aslinya,” katanya.