Hungaria Resmi Larang Kampanye LGBT

- Parlemen Hungaria menyetujui amandemen UU terkait LGBTQ+ yang melarang promosi dan kampanye LGBTQ+ di negara tersebut.
- Amandemen UU juga menangguhkan pemberian warga negara ganda yang dianggap ancaman, serta memperbolehkan penggunaan alat pengenal wajah dalam acara Pride Budapest.
- Komite Helsinki Hungaria menyebut amandemen ini meningkatkan represif, memperlemah perlindungan HAM, dan mengonsolidasikan cengkeraman penguasa di Hungaria.
Jakarta, IDN Times - Parlemen Hungaria, pada Senin (14/4/2025), resmi menyetujui amandemen Undang-Undang (UU) terkait LGBTQ+ di negaranya. Dalam hukum terbaru ini tidak diperbolehkan adanya promosi dan kampanye LGBTQ+ di Hungaria.
Pada Maret, Kepala Staf Kantor Perdana Menteri (PM) Hungaria, Gergely Gulyas mengumumkan rencana amandemen konstitusi untuk melindungi fisik dan mental anak-anak Hungaria di bawah 18 tahun dari pengaruh LGBTQ+.
Bahkan, Hungaria di bawah kepemimpinan PM Viktor Orban berencana melarang penyelenggaraan parade LGBTQ+ atau Pride di Budapest. Gulyas menyebut, acara tersebut tidak seharusnya ada di Hungaria.
1. Hungaria perketat pemberian warga negara ganda
Tak hanya mengenai LGBTQ+, amandemen UU ini juga menangguhkan sementara pemberian warga negara ganda Hungaria yang dianggap sebagai ancaman keamanan dan kedaulatan negara.
Melansir BBC, Partai Fidesz mengklaim larangan menerbitkan warga negara ganda tersebut menargetkan sosok yang mendanai organisasi non-profit (NGO) palsu, menyuap politikus, dan media independen asing di Hungaria.
Selain itu, hukum ini juga memperbolehkan otoritas untuk menggunakan alat pengenal wajah dalam mengidentifikasi orang yang hadir dalam acara Pride Budapest. Individu yang melanggar akan mendapat denda sebesar 200 ribu forint (Rp9,3 juta).
Komite Helsinki Hungaria menyebut bahwa amandemen UU ini dikhawatirkan akan meningkatkan represif, memperlemah perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan mengonsolidasikan cengkeraman penguasa di Hungaria.
2. Aktivis berupaya blokir jalannya sidang Parlemen Hungaria
Anggota parlemen dari Partai Momentum, David Bedo mengklaim bahwa pembatasan di Hungaria mirip dengan di Rusia. Ia pun ikut dalam upaya memblokade pintu masuk di gedung parlemen Hungaria.
"Kami melihat bahwa Orban dan Fidez dalam 15 tahun terakhir telah membredel demokrasi dan aturan hukum. Dalam 2-3 bulan terakhir, kami sudah melihat proses perusakan demokrasi semakin dipercepat," terangnya, dilansir CNN.
Sementara, pengacara dari Hungarian Civil Liberties Union, Dánel Döbrentey mengungkapkan bahwa kebijakan ini hanya sedikit melindungi anak-anak dan hanya ditujukan untuk mendistraksi dari masalah yang lebih serius.
"Semua upaya yang diluncurkan oleh pemerintahan Orban tidak ada urusannya dengan hak-hak anak. Ini jelas hanyalah sebuah propaganda," ungkapnya.
3. Anggota parlemen oposisi dihukum usai tolak UU anti-LGBT

Pada akhir Maret, Hungaria melarang masuknya enam anggota parlemen oposisi selama 2 bulan. Mereka dihukum setelah melemparkan bom asap di dalam gedung atas bentuk protes rencana amandemen UU tentang LGBT.
"Pada dasarnya kami tidak terkejut. Seperti yang sudah diduga, Juru Bicara Parlemen Hungaria, Laszlo Kover yang merupakan salah satu rekan dekat Orban pasti akan menghukum kami dan mengikuti kepentingan partainya," tutur Bedo, dikutip Politico.
Ia menambahkan bahwa perjuangannya tidak lagi dilakukan di dalam parlemen, tetapi ia bersama rekannya akan melanjutkan penolakannya di jalanan. Bedo akan terus menolak amandemen UU anti-LGBT tersebut.