Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Imbas Penembakan, Trump Siapkan Larangan Masuk untuk 30 Negara

ilustrasi visa (pexels.com/Natalia Vaitkevich)
ilustrasi visa (pexels.com/Natalia Vaitkevich)
Intinya sih...
  • Kristi Noem mendesak Trump menerapkan larangan total terhadap negara yang dianggap membahayakan AS.
  • Pemerintah AS menghentikan pemrosesan visa dan suaka bagi warga Afghanistan sebagai respons atas penembakan.
  • Pemerintah AS memperketat daftar negara terlarang dengan menutup hampir seluruh akses masuk bagi warga dari beberapa negara.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pemerintahan Donald Trump tengah menyiapkan rencana pengetatan baru berupa perluasan larangan masuk bagi warga asing. Aturan yang awalnya mencakup 19 negara itu dirancang meluas menjadi sekitar 30 negara. Kebijakan ini muncul setelah insiden penembakan yang menewaskan dua prajurit Garda Nasional di Washington, pekan lalu.

Seorang pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) menyampaikan bahwa pembahasan masih berada pada tahap awal sehingga jumlah negara dalam daftar hitam berpotensi berubah.

Dilansir dari CNN, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem mengusulkan agar cakupan larangan diperbesar hingga 30–32 negara. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) menjelaskan bahwa daftar negara baru tersebut akan segera disampaikan kepada publik.

1. Kristi Noem mendesak Trump menerapkan larangan total

ilustrasi demokrasi di Amerika Serikat (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi demokrasi di Amerika Serikat (pexels.com/Mikhail Nilov)

Dilansir dari CBS News, Noem bertemu Trump pada Senin (1/12/2025), lalu mengunggah pernyataan keras melalui platform X seusai pertemuan itu. Ia mendorong Trump untuk memberlakukan larangan perjalanan penuh terhadap setiap negara yang ia nilai telah membanjiri AS dengan pembunuh, lintah, serta pihak yang disebutnya pecandu hak istimewa.

“Nenek moyang kita membangun bangsa ini dengan darah, keringat, dan cinta tak tergoyahkan terhadap kebebasan—bukan untuk penjajah asing yang menyembelih pahlawan kita, menguras dolar pajak yang diperoleh dengan susah payah, atau merebut manfaat yang menjadi hak orang AMERIKA,” katanya. Trump kemudian memposting ulang pernyataan tersebut.

Dilansir dari NBC News, pelaku penyerangan yang memicu reaksi keras ini diduga merupakan warga Afghanistan. Ia masuk secara sah ke AS pada September 2021 dan memperoleh status suaka pada April 2025. Serangan itu menyebabkan satu prajurit Garda Nasional gugur, sementara satu prajurit lainnya masih berada dalam kondisi kritis.

2. Pemerintah AS menghentikan pemrosesan visa dan suaka

ilustrasi Visa (pexels.com/Dave Garcia)
ilustrasi Visa (pexels.com/Dave Garcia)

Sebagai respons atas peristiwa itu, pemerintah AS membekukan seluruh proses visa dan keimigrasian bagi warga Afghanistan. Selain itu, seluruh keputusan suaka dari berbagai negara juga dihentikan sementara.

Pada saat bersamaan, kartu hijau (green card) milik imigran dari 19 negara yang sudah masuk daftar larangan diaudit secara menyeluruh oleh pemerintah.

3. Pemerintah AS memperketat daftar negara terlarang

ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Larangan perjalanan yang berlaku sejak musim panas lalu telah menutup hampir seluruh akses masuk bagi warga Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Kedatangan pelancong maupun imigran dari Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela juga dibatasi secara ketat.

Saat mengumumkan kebijakan itu, Trump menyampaikan bahwa langkah tersebut diambil karena meningkatnya risiko terorisme dari beberapa negara dalam daftar tersebut. Proses verifikasi latar belakang disebut menjadi sulit, ditambah sikap sebagian negara yang tak kooperatif dalam menerima deportan dari AS.

Perluasan larangan ini menjadi bagian terbaru dari rangkaian pengetatan keimigrasian di era Trump. Salah satu kebijakan lain adalah pemangkasan kuota pengungsi tahunan menjadi hanya 7.500 orang, jumlah terendah sepanjang sejarah, dengan prioritas utama diberikan kepada warga kulit putih Afrika Selatan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

TNI Evaluasi Beri Bantuan Pakai Metode Airdrop, Kini Pakai Helibox

03 Des 2025, 15:47 WIBNews