Israel Targetkan Petugas Layanan Darurat di Lebanon

- Militer Israel menyerang tim pencarian dan pusat kesehatan di Lebanon, menewaskan dan melukai petugas medis serta memutus layanan darurat.
- Islamic Health Society (IHS), didanai Hizbullah, menjadi sasaran serangan Israel yang menyebabkan puluhan staf tewas dan terluka.
- Militer Israel menuduh IHS menggunakan kendaraan medis untuk aktivitas militer, namun IHS membantah klaim tersebut. Lebih dari 100 petugas medis tewas dalam konflik Hizbullah-Israel.
Jakarta, IDN Times - Militer Israel telah menargetkan tim pencarian dan penyelamatan, pusat kesehatan, dan rumah sakit di seluruh Lebanon sejak mereka meningkatkan serangannya terhadap Hizbullah bulan lalu. Serangan-serangan tersebut menewaskan dan melukai puluhan petugas medis dan pekerja darurat, serta menyebabkan banyak wilayah di selatan terputus dari layanan darurat dan kesehatan.
Organisasi yang paling sering menjadi sasaran Israel adalah Islamic Health Society (IHS), yang didanai oleh Hizbullah. IHS mengoperasikan layanan darurat, rumah sakit, dan pusat kesehatan di seluruh negeri.
Bilal Assaf, kepala hubungan media di Pertahanan Sipil IHS, mengatakan bahwa hingga Jumat (11/10/2024), lebih dari 85 stafnya telah tewas dan dan lebih dari 150 lainnya terluka akibat serangan Israel.
"Setiap kali mereka keluar, mereka akan diserang dekat kendaraan mereka," ujarnya.
1. Fasilitas IHS beberapa kali diserang oleh Israel
Dilansir BBC, IHS didirikan pada awal 1980-an di tengah perang saudara, pendudukan Israel di selatan, dan perpecahan di Lebanon. Organisasi tersebut kemudian mendapat izin dari pemerintah, dan kini beroperasi melalui koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. IHS juga memiliki perjanjian dengan pemerintah daerah untuk menjalankan pusat kesehatan dan layanan darurat.
Sejak Israel mengintensifkan serangan udaranya di Lebanon pada 23 September 2024, IHS menghadapi lebih banyak serangan dibandingkan organisasi kesehatan lainnya. Pada 3 Oktober 2024, Israel menyerang sebuah pusat milik IHS di kota Beirut, yang mengakibatkan 9 orang tewas dan 14 lainnya terluka.
Keesokan harinya, 7 petugas medis tewas ketika serangan udara Israel menghantam 2 ambulans IHS di dekat pintu masuk Rumah Sakit Marjaiyoun di Lebanon selatan. Pada hari yang sama, pasukan Israel juga menyerang Rumah Sakit Salah Ghandour yang dikelola IHS di Bint Jbeil, menyebabkan beberapa dokter dan stafnya terluka. Rumah sakit itu menghentikan operasinya usai serangan tersebut.
Direktur rumah sakit, Mohamad Sleiman, mengatakan bahwa fasilitas itu berfungsi dengan baik hingga hari terakhir, meskipun perang berkecamuk di sekitarnya.
“Kami punya obat-obatan dan peralatan. Rencana pemerintah berjalan dengan baik. Kami tidak kekurangan pada hari kecelakaan itu terjadi. Kami hanya butuh keamanan,” ujarnya.
2. Israel tuding Hizbullah gunakan kendaraan medis untuk mengangkut senjata dan pejuangnya
Dalam pernyataannya, militer Israel berulang kali menuduh Hizbullah menggunakan kendaraan medis untuk mengangkut senjata dan para pejuangnya. Mereka juga mengklaim bahwa kelompok yang didukung Iran tersebut melakukan penyalahgunaan sistematis terhadap infrastruktur sipil.
Namun, Assaf, juru bicara Pertahanan Sipil IHS, menegaskan bahwa IHS sama sekali tidak terlibat dalam aktivitas militer dan menuduh Israel menyerang layanan darurat di daerah-daerah di mana mereka berupaya memaksa warga sipil untuk pergi.
“Sampai dua minggu lalu masih ada beberapa orang di Bint Jbeil. Kehadiran kami memberikan rasa tenang bagi mereka hingga tingkat tertentu. Tim kami merawat mereka, bahkan membawa makanan untuk mereka," ujar Assaf.
“Anggaplah, demi argumen, mereka telah melihat sesuatu dari kami (senjata), mengapa mereka menyerang layanan darurat lainnya?” tambahnya.
3. Staf dan sukarelawan IHS tetap menjalankan tugasnya
Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Jumat melaporkan bahwa lebih dari 100 petugas medis dan pekerja darurat telah terbunuh di Lebanon sejak dimulainya konflik Hizbullah-Israel setahun yang lalu. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 18 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Lebanon, yang menyebabkan 72 petugas medis tewas, sejak 17 September.
Namun, meskipun berada dalam kondisi yang berbahaya dan penuh tekanan, staf dan relawan IHS tetap berjuang untuk melakukan tugas mereka melayani masyarakat.
“Ini adalah orang-orang kami yang terpaksa meninggalkan tanah mereka. Kami akan melayani mereka hingga nafas terakhir kami," kata Ali Freidi, yang mengelola pusat kesehatan IHS.
Batoul Hammoud, seorang guru dan sukarelawan di Pertahanan Sipil IHS, juga menyampaikan sentimen serupa.
“Ini sangat sulit, menargetkan orang-orang yang membantu orang lain. Mereka seharusnya tidak menjadi sasaran. Jika Tuhan memberikan kami kesyahidan, maka segala puji bagi-Nya. Kami akan mati sebagai martir dari Pertahanan Sipil Masyarakat Kesehatan Islam," ujarnya sambil tersenyum.