Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jepang Sahkan UU Perluas Bantuan Pengasuhan Anak

Bendera Jepang. (Unsplash.com/ Roméo A.)
Intinya sih...
  • Parlemen Jepang mengesahkan undang-undang yang memperluas tunjangan anak dan cuti pengasuhan.
  • Cakupan tunjangan anak diperpanjang hingga usia 18 tahun, dengan peningkatan tunjangan untuk anak ketiga dan seterusnya.
  • Jepang berencana mengumpulkan 600 miliar yen pada fiskal 2026 dan akan meningkat menjadi 1 triliun yen pada fiskal 2028.

Jakarta, IDN Times - Parlemen Jepang mengesahkan undang-undang (UU) yang memperluas tunjangan anak dan tunjangan untuk cuti pengasuhan anak. Nantinya, pemerintah akan menyiapkan skema pendanaan baru untuk bantuan pada anak, mulai tahun fiskal 2026 dengan meningkatkan premi asuransi kesehatan bulanan.

Ini terjadi ketika pemerintah berupaya mengatasi penurunan angka kelahiran, di mana jumlah bayi yang lahir pada tahun lalu turun ke rekor terendah di tengah masyarakat yang menua dengan cepat di Jepang.

UU tersebut disahkan pada Rabu (5/6/2024), dengan dukungan dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa dan mitra koalisinya, Partai Komeito, dilansir Kyodo News.

1. Cakupan tunjangan diperluas hingga anak berusia 18 tahun

Berdasarkan skema baru, cakupan tunjangan seorang anak akan diperpanjang hingga usia 18 tahun, serta batas pendapatan untuk orang tua dan wali akan dihapus. Lalu, tunjangan bulanan saat ini untuk anak ketiga dan seterusnya akan digandakan menjadi 30 ribu yen (sekitar Rp3,1 juta). Jepang akan memberlakukan regulasi tersebut mulai Oktober mendatang.

Selain itu, peningkatan tunjangan yang akan diberikan kepada orang tua yang mengambil cuti mengasuh anak dan layanan penitipan anak akan diperluas, sehingga anak-anak memenuhi syarat terlepas dari status pekerjaan orang tua.

Undang-undang tersebut juga mencakup legalisasi dukungan publik pada pengasuh muda atau anak-anak yang secara rutin menjaga anggota keluarganya. Ini seiring upaya pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan regional dalam memberikan bantuan.

2. Peluang terakhir untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran adalah pada periode 2030

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. (twitter.com/kantei)

Melalui skema baru tersebut, Jepang berencana mengumpulkan 600 miliar yen (Rp62,5 triliun) pada fiskal 2026 dan akan meningkat menjadi 1 triliun yen (Rp104,1 triliun) pada fiskal 2028. Pihaknya mengklaim bahwa UU tersebut tidak akan membebani masyarakat.

Jumlah yang harus ditanggung oleh individu akan bervariasi, tergantung pada pendapatan mereka dan asuransi kesehatan masyarakat. Pemerintah memperkirakan kenaikan bulanan antara 50 yen (Rp5 ribu) - 1.650 yen (Rp171 ribu) per orang.

UU tersebut muncul ketika Perdana Menteri Fumio Kishida memandang periode menjelang 2030 sebagai kesempatan terakhir untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran. Sebab, populasi usia muda diperkirakan akan menurun tajam setelah itu.

3. Tingkat kesuburan total di Jepang mencapai rekor terendah pada 2023

Pada 2023, tingkat kesuburan total di Negeri Sakura turun ke level terendah sejak data pembanding dimulai pada 1947. Banyak orang mengaitkan penurunan ini dengan budaya kerja Jepang yang tidak fleksibel.

Berdasarkan statistik demografi awal tahun lalu yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 5 Juni 2024, menunjukkan bahwa tingkat kesuburan total, yakni jumlah anak yang diperkirakan akan dilahirkan oleh seorang wanita dalam hidupnya, turun menjadi 1,20. Ini merupakan penurunan tahunan kedelapan berturut-turut.

Angka tersebut turun di semua prefektur. Tokyo mencatat tingkat kesuburan terendah sebesar 0,99, diikuti oleh Hokkaido sebesar 1,06 dan Miyagi sebesar 1,07. Sementara itu, Okinawa memiliki tingkat tertinggi sebesar 1,60, serta Miyazaki dan Nagasaki sebesar 1,49, NHK News melaporkan.

Jumlah bayi di Jepang yang lahir tahun lalu juga disebut sebagai angka terendah sepanjang masa. Jumlahnya turun 43.482 dari tahun sebelumnya, menjadi 727.277. Menurut data, angka ini turun ke kisaran 720.000, yang berarti 11 tahun lebih awal dari perkiraan Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial tahun lalu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us