Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jika Palestina Merdeka, Saudi Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, dalam World Economic Forum 2024. (twitter.com/@KSAmofaEN)

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, mengatakan kerajaannya bisa mengakui Israel jika kesepakatan komprehensif tercapai yang mencakup status kenegaraan bagi Palestina.

“Kami setuju bahwa perdamaian regional mencakup perdamaian bagi Israel, namun hal itu hanya dapat terjadi melalui perdamaian bagi Palestina melalui negara Palestina,” kata Faisal bin Farhan dalam forum Davos pada Selasa (16/1/2023), dilansir Reuters.

Ketika ditanya apakah Arab Saudi akan mengakui Israel sebagai bagian dari perjanjian politik yang lebih luas, dia menjawab, “Tentu saja.”

Pangeran Faisal mengatakan, menjaga perdamaian regional melalui pembentukan negara Palestina adalah sesuatu yang telah kami kerjakan bersama pemerintah AS, dan ini lebih relevan dalam konteks Gaza.

1. Berpotensi mengubah peta geopolitik

Bendera Arab Saudi (unsplash.com/aboodi vesakaran)

Mendapatkan kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi akan menjadi hadiah utama bagi Israel setelah Tel Aviv menjalin hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko. Hal ini akan mengubah geopolitik Timur Tengah.

Saudi sebagai kerajaan Muslim Sunni dan merupakan negara paling kuat di dunia Arab, serta rumah bagi situs-situs paling suci dalam Islam, memiliki pengaruh keagamaan yang besar di seluruh dunia.

Setelah meletusnya perang pada bulan Oktober lalu, Arab Saudi membekukan rencana kerajaan yang didukung AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Riyadh kemudian menata ulang rencana diplomasinya.

2. Impian negara Palestina merdeka

Ilustrasi (Unsplash.com/Ahmed Abu Hameeda)

Palestina menginginkan sebuah negara di wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Negosiasi yang disponsori AS dengan Israel untuk mencapai tujuan tersebut terhenti lebih dari satu dekade lalu.

Di antara rintangan yang dihadapi adalah pemukiman Israel di tanah yang diduduki dan perselisihan antara otoritas Palestina yang didukung Barat dan kelompok Islam Hamas yang menolak hidup berdampingan dengan Israel.

“Ada jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi kawasan ini, bagi Palestina dan Israel, yaitu perdamaian, dan kami berkomitmen penuh untuk mewujudkannya,” kata Pangeran Faisal.

"Gencatan senjata di semua pihak harus menjadi titik awal bagi perdamaian permanen dan berkelanjutan, yang hanya dapat terjadi melalui keadilan terhadap rakyat Palestina," tambahnya. 

Pemerintahan sayap kanan Israel telah mengecilkan prospek mereka memberikan konsesi yang signifikan kepada Palestina sebagai bagian dari potensi kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi.

3. Konflik terus berlanjut

Anak-anak di Gaza. (twitter.com/@UNICEF)

Konflik Israel dan Hamas terus berlanjut hingga saat ini. Terbaru, jumlah korban jiwa terus meningkat di Gaza mencapai lebih dari 24 ribu orang, di mana mayoritas yang tewas merupakan wanita dan anak-anak.

Konflik ini telah memantik diskusi serius dalam World Economic Forum di Davos. salah satu yang menjadi bahasan utama adalah situasi di Timur Tengah mencakup konflik Israel dan Hamas.

“Ketidakpastian seputar konflik di Jalur Gaza, Palestina, telah berkontribusi pada sedikit melemahnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara,” ungkap survei terbaru WEF yang dilansir Arab News.

Sejauh ini belum ada tanda-tanda gencatan senjata. Netanyahu masih terus melancarkan serangan terhadap Gaza untuk menghabisi Hamas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us