Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Keguguran di Gaza Meningkat Akibat Serangan dan Blokade Israel

ilustrasi warga Palestina di Gaza (pixabay.com/hosnysalah)

Jakarta, IDN Times - Tingkat keguguran di Jalur Gaza semakin meningkat sejak Israel memberlakukan blokade bantuan pada Maret 2025. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa lebih dari 300 perempuan di Gaza telah mengalami keguguran sejak saat itu.

“Saya sudah menantikan anak ini selama 10 tahun. Tetapi saya tidak bisa melindunginya dari kelaparan," kata Masoud, yang mengalami keguguran saat kandungannya berusia 5 bulan, dilansir dari The New Arab.

Perempuan berusia 35 tahun itu diinformasikan bahwa janinnya telah berhenti bergerak beberapa hari sebelum ia tiba di rumah sakit. Malnutrisi telah melemahkan tubuhnya hingga tidak mampu lagi mengeluarkan jasad bayi tersebut.

"Dia tinggal di dalam diriku selama dua hari. Saya bukan hanya seorang ibu yang berduka. Saya adalah tubuh yang kelaparan, hancur, menunggu pertolongan yang tidak pernah datang," tambahnya.

1. Sebagian besar ibu hamil menderita anemia dan tanda-tanda kekurangan gizi

Di Shujaiya, Razan juga mengalami keguguran saat usia kandungannya menginjak 24 minggu. Perempuan berusia 22 tahun itu telah didiagnosis menderita anemia parah beberapa minggu sebelumnya. Sayangnya, rumah sakit telah kehabisan pil zat besi, dan tak ada daging, telur, maupun sayuran yang tersedia di rumahnya.

“Saat pendarahan terjadi, saya langsung tahu. Tubuhnya tidak dapat bertahan,” ujar ibunya, Raghda.

Hanan Salha, seorang bidan yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, mengungkapkan bahwa 70 persen ibu hamil yang ditanganinya menderita anemia, tekanan darah tinggi akibat kelaparan, dan menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi yang sangat jelas. 

"Setiap giliran jaga, selalu ada perempuan yang datang dalam kondisi pucat, lemah, dan mengalami pendarahan. Kami tidak bisa memberikan apa yang mereka butuhkan—bahkan suplemen zat besi paling dasar pun tidak tersedia. Kami hanya berusaha mempertahankan hidup mereka," kata Salha.

2. Kondisi semakin diperparah oleh trauma psikologis dan ketiadaan tempat berlindung

Mohammed Joda, seorang dokter kandungan di Rumah Sakit Al-Shifa, menggambarkan lonjakan kasus keguguran sebagai bagian dari pola berbahaya yang berkaitan dengan kerawanan pangan yang parah di Gaza.

"Kami tidak lagi berhadapan dengan tragedi-tragedi individu. Ini adalah keruntuhan sistemik. Pola kehilangan janin akibat kelaparan kini terjadi tepat di depan mata kita," ungkap Joda.

Ia menjelaskan bahwa kekurangan protein, zinc, zat besi, dan asam folat dapat memicu terhambatnya tumbuh kembang janin (intrauterine growth retardation atau IUGR), yang merupakan penyebab utama keguguran atau bayi meninggal saat lahir.

“Tambahkan stres kronis, trauma psikologis, dan kurangnya tempat berlindung, maka akan terjadi kombinasi yang mematikan,” imbuhnya.

Lebih dari 50 ribu perempuan hamil saat ini masih berada di Gaza, dengan banyak di antaranya hidup di tengah pengungsian tanpa makanan dan akses ke perawatan medis. Organisasi bantuan memperingatkan bahwa angka keguguran dan kematian akan terus meningkat jika bantuan kemanusiaan tidak diizinkan mengalir bebas.

3. Jumlah bantuan yang masuk ke Gaza masih jauh dari cukup

Setelah meningkatnya kecaman internasional atas blokade di Gaza, Israel memutuskan untuk mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dalam jumlah terbatas ke wilayah tersebut. Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa bantuan yang masuk belum cukup untuk memenuhi kebutuhan 2,1 penduduk Gaza.

Dilansir dari Al Jazeera, sekitar 90 truk bantuan telah masuk ke Gaza pada Kamis (22/5/2025), namun sebagian besar di antaranya membawa tepung yang diperuntukkan bagi toko roti.

Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan bahwa beberapa toko roti di Gaza sudah mulai kembali memanggang roti setelah menerima pasokan terbatas semalam.

“Ini adalah langkah awal yang sangat penting, namun bantuan harus ditingkatkan. Dibutuhkan lebih banyak makanan pokok untuk mengurangi risiko kelaparan. Roti saja tidak cukup untuk menopang kehidupan masyarakat,” kata lembaga tersebut dalam sebuah pernyataan di X.

Sementara itu, militer Israel terus melanjutkan serangannya di wilayah tersebut dan membunuh sedikitnya 51 warga Palestina sejak Kamis fajar. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 53.655 warga Palestina telah telah tewas sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us