Kenapa Korea Selatan Tetapkan Darurat Militer?

- Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, menetapkan status darurat militer untuk pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir.
- Keputusan tersebut diduga lebih didorong oleh masalah politik internal Korsel yang makin parah daripada ancaman eksternal dari Korut.
Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol mengejutkan dunia dengan menetapkan status darurat di negaranya, Selasa (3/12/2024) malam. Status ini pertama kalinya ditetapkan dalam 50 tahun terakhir.
"Untuk melindungi Korsel yang liberal dari ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan komunis Korea Utara (Korut) dan untuk melenyapkan elemen-elemen anti-negara... Saya dengan ini mengumumkan darurat militer," kata Yoon dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi, dikutip dari Yonhap, Rabu (4/12/2024).
Selain itu, ia juga menyatakan, pemerintahan kini "lumpuh" karena partai oposisi. Namun Yoon tak menjelaskan lebih lanjut terkait hal ini.
Dalam pidatonya, Yoon menegaskan dirinya bakal membangun kembali negara yang bebas dan demokratis melalui darurat militer. Lantas, kenapa Korea Selatan tetapkan darurat militer?
1. Bukan ancaman eksternal
Sejumlah pihak di kelompok oposisi menyatakan keputusan status darurat militer tidak didorong oleh ancaman eksternal (merujuk ke Korut), melainkan oleh masalah politik Korsel sendiri yang makin parah.
Yoon telah didera krisis kepercayaan dari warga Korsel dan dituntut partai oposisi untuk turun jabatan. Sejumlah kasus juga melanda dirinya, salah satunya adalah kasus suap tas mewah yang diterima istrinya dan kasus manipulasi saham serta tragedi Itaewon yang dianggap tak tuntas ditanganinya.
Pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara atas kasus korupsi dan suap.
Para politisi Korsel menyebut deklarasi Yoon ilegal dan inkonstitusional. Pemimpin partainya sendiri, Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, juga menyebut tindakan Yoon sebagai "langkah yang salah".
Sementara itu, pemimpin partai oposisi terbesar di negara itu, Lee Jae-myung dari Partai Demokrat liberal, meminta anggota parlemennya untuk berkumpul di parlemen guna menolak deklarasi tersebut.
Ia juga meminta warga sipil Korsel untuk hadir di parlemen sebagai bentuk protes. Sejak ditetapkan status darurat militer, Majelis Nasional juga digeruduk warga dan dijaga ketat oleh pasukan militer. Helikopter juga dilaporkan lalu-lalang di atas gedung parlemen serta kantor kepresidenan.
Tak lama setelah penetapan status, sekitar pukul 01.00 dini hari tadi, parlemen Korsel dengan 190 dari 300 anggotanya yang hadir, menolak tindakan tersebut. Deklarasi darurat militer Yoon dinyatakan tidak sah.
2. Status darurat militer segera dicabut
Saat ini, Yoon telah mengumumkan dicabutnya status darurat militer pada Rabu pagi. Hal ini dilakukan usai Majelis Nasional melakukan pemungutan suara agar darurat militer diakhiri.
Kabinet Yoon menyetujui usulan untuk menghentikan status darurat militer tersebut pada 04.30 pagi waktu setempat, enam jam setelah Yoon menetapkan status darurat militer tersebut.
"Majelis Nasional menuntut pencabutan darurat militer sehingga pasukan yang dikerahkan untuk urusan darurat militer, ditarik. Darurat militer segera dicabut dengan menerima permintaan Majelis Nasional melalui rapat Dewan Negara. Namun karena kuorum belum terpenuhi karena masih pagi, darurat militer segera dicabut setelah tercapai (kuorum),” ucap Yoon.
3. KBRI Seoul minta WNI waspada
KBRI Seoul sebelumnya sempat mengeluarkan imbauan terkait kondisi dalam negeri Korea Selatan (Korsel) usai ditetapkannya status darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
“KBRI Seoul meminta semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Korsel khususnya ibu kota Seoul dan sekitarnya agar tetap tenang, senantiasa waspada dan selalu memantau perkembangan situasi keamanan di wilayah masing-masing,” sebut pernyataan KBRI Seoul.
“Dimohon untuk tidak berkerumun di berbagai lokasi publik, menghindari kerumunan massa yang masih ada. Khusus di ibu kota Seoul, dimohon sebisa mungkin untuk sementara menghindari kawasan Majelis Nasional di Yeouido, kantor kepresidenan di Yongsan serta lokasi strategis lainnya,” lanjut pernyataan itu.