Kongo Hukum Mati 51 Orang yang Terlibat Kematian 2 Pakar PBB

Jakarta, IDN Times - Pengadilan militer di Kongo pada hari Sabtu (29/1/2022), melaksanakan sidang kasus pembunuhan terhadap pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zaida Catalan dan Michael Sharp yang tewas pada 2017 di Kongo. Dalam sidang ini pengadilan memutuskan untuk menjatuhi hukuman mati kepada 51 orang yang terlibat kasus kematian dua pakar PBB tersebut.
1. Dua orang dibebaskan dan satu dijatuhi hukuman 10 tahun

Melansir dari Associated Press, Ketua Pengadilan Militer Kasai, Brigadir Jenderal Jean-Paulin Ntshayokolo, pada hari Sabtu mengatakan bahwa ada 54 terdakwa dalam kasus ini, dengan 51 divonis hukuman mati. Berdasarkan hukum di Kongo mereka yang dijatuhi hukuman mati, berarti akan menjalani hukuman penjara seumur hidup, Kongo telah menerapkan moratorium hukuman mati sejak 2003.
Dua orang yang dibebaskan oleh pengadilan adalah jurnalis Trudon Raphael Kapuku dan petugas polisi Honore Tshimbamba. Mereka berdua ditangkap secara terpisah pada 2018 dan telah ditahan pihak berwenang Kongo selama 4 tahun.
Satu orang lagi yang terbebas dari hukuman mati adalah Kolonel Jean de Dieu Mambweni, dia dijatuhi hukuman 10 tahun, karena dianggap gagal membantu seseorang dalam bahaya. Dia membantah tuduhan itu dan pengacaranya mengatakan bahwa persidangan telah diatur dan akan mengajukan banding. Tidak ada pemimpin militer lainnya yang dihukum atas kasus ini.
2. Tubuh kedua pakar PBB ditemukan setelah 16 hari hilang
Melansir dari Al Jazeera, dua pakar PBB yang tewas tersebut adalah Catalan, seorang Swedia, dan Sharp, seorang warga Amerika Serikat. Kedua ahli yang ditugaskan PBB ini datang ke Kongo untuk menyelidiki kekerasan antara pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata di wilayah Kasai tengah pada Maret 2017.
Keduanya mendapat serangan dalam perjalanan mereka pada 12 Maret 2017, dengan dihentikan di sepanjang jalan oleh orang-orang bersenjata dan diyakini dibunuh di hari tersebut. Setelah dinyatakan hilang dilakukan proses pencarian dan mayat keduanya ditemukan pada 28 Maret 2017, setelah 16 hari hilang.
Dalam pembunuhan itu para pejabat Kongo menyalahkan kelompok bersenjata Kamuina Nsapu dan memperoleh video yang menunjukkan kelompok tersebut yang melakukan kejahatan.
Kerusuhan di wilayah Kasai meletus pada 2016, dipicu oleh pembunuhan seorang kepala adat setempat. Dalam konflik saudara itu ada sekitar 3.400 orang tewas, dan puluhan ribu orang harus mengungsi, sebelum konflik mereda pada pertengahan 2017.
3. Menteri luar negeri Swedia menyerukan penyelidikan lebih lanjut

Melansir dari Reuters, Thomas Fessy, seorang peneliti senior Human Rights Watch di Kongo, menanggapi putusan pengadilan mengatakan masih ada lebih banyak pertanyaan daripada yang telah terungkap. Karena merasa masih ada banyak hal yang belum terjawab, Fessy menyerukan agar Kongo dengan didukung PBB harus menyelidiki lebih lanjut.
Aktivis kemanusiaan itu yakin ada kemungkinan peran penting yang dimainkan pejabat senior dalam pembunuhan Catalan dan Sharp.
Merespons keputusan ini adik Catalan, Elisabeth Morseby, mengatakan bahwa kesaksian dalam kasus itu diragukan keandalannya. Alasannya meragukan karena banyak waktu yang dihabiskan para terdakwa bersama-sama di penjara dan menganggap hukuman Mambweni tidak sesuai. Morseby meminta pejabat tinggi perlu diminta keterangan agar kebenaran pembunuhan terungkap.
Pejabat tinggi Swedia, yaitu Menteri Luar Negeri Ann Linde, melalui Twitter juga menyerukan adanya penyelidikan lebih lanjut. Dia meminta pihak berwenang Kongo untuk sepenuhnya bekerja sama dengan mekanisme PBB untuk menemukan kebenaran lainnya dan memberikan keadilan.