Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kurangi Hukuman Pelaku Pelecehan Seksual, UU Baru Spanyol Tuai Kecaman

Bendera Spanyol. (Unsplash.com/Daniel Prado)
Bendera Spanyol. (Unsplash.com/Daniel Prado)

Jakarta, IDN Times - Undang-undang baru untuk memerangi kekerasan seksual di Spanyol yang mulai berlaku pada 7 Oktober, telah memicu kecaman. Hal itu karena aturan menyebabkan hukuman penjara dari sekitar 15 pelaku dikurangi.

Menteri Kesetaraan Irene Montero yang mengarahkan aturan itu berlaku, menyalahkan para hakim yang memberikan keputusan mengurangi hukuman pelaku. 

Namun, Asosiasi hakim Spanyol dan partai oposisi, pada Kamis (17/11/2022), yang menanggapi kritikan itu meminta Montero untuk mengundurkan diri.

1. Ratusan pelaku kejahatan seksual telah mengajukan revisi hukuman

Ilustrasi pelecehan seksual. (Pexels.com/Anete Lusina)
Ilustrasi pelecehan seksual. (Pexels.com/Anete Lusina)

Melansir France 24, undang-undang yang dikenal "hanya ya berarti ya" itu mereformasi hukum pidana untuk mendefinisikan semua pelanggaran seks nonkonsensual sebagai pemerkosaan, tapi aturan tersebut dapat mengurangi hukuman maksimum dan minimum dalam kasus-kasus yang keadaanya dianggap tidak memberatkan.

Sejak hukum baru itu berlaku, ratusan terpidana telah mengajukan permohonan untuk merevisi hukuman mereka. Di Spanyol, hukuman penjara dapat diubah secara retroaktif jika perubahan hukum pidana menguntungkan terpidana.

Dalam memperjuangkan kasusnya, korban pemerkosaan perlu membuktikan bahwa mereka mengalami kekerasan atau intimidasi. Tanpa itu, pelanggaran dianggap sebagai "pelecehan seksual", bukan dianggap sebagai pemerkosaan dan memiliki hukuman yang lebih ringan.

Pelaku yang telah dihukum karena pelecehan seksual dan dijatuhi hukuman minimum delapan tahun, sekarang dapat memperoleh manfaat dari pengurangan minimum menjadi enam tahun.

Ada seruan agar undang-undang baru itu direvisi, Namun, meski revisi dilakukan, tidak akan membatalkan pengurangan hukuman yang telah disetujui karena undang-undang yang memperberat hukuman tidak berlaku surut. Montero juga menentang ide revisi.

2. Menteri menuduh hakim tidak menegakkan hukum

Menteri Kesetaraan Spanyol Irene Montero. (Twitter.com/Irene Montero)
Menteri Kesetaraan Spanyol Irene Montero. (Twitter.com/Irene Montero)

Melansir Associated Press, mengkritik keputusan pengurangan hukuman yang, Montero menuduh hakim mendukung superioritas laki-laki dan berpendapat hakim membutuhkan lebih banyak pelatihan untuk mengatasi bias gender. Dia juga menuduh beberapa hakim melanggar hukum dan menganggap bahwa seksisme sistematis menyebabkan ahli hukum salah menafsirkan hukum.

“Masalahnya adalah kami memiliki hakim yang tidak menegakkan hukum,” katanya.

Partai oposisi dan kelompok hakim yang marah dengan pernyataan Montero menyalahkan pemerintah sayap kiri dan pendukungnya di parlemen karena telah mengesahkan undang-undang yang dianggap dibuat dengan buruk. Dua kelompok hakim dan Partai Populer yang konservatif menyerukan agar Montero meninggalkan jabatannya.

Angeles Carmona, anggota Dewan Umum Kehakiman Spanyol dan presiden Observatorium Gender dan Kekerasan Rumah Tangga dalam keterangannya memberitahu bahwa lebih dari separuh hakim Spanyol adalah perempuan dan telah menjalani pelatihan khusus dalam kekerasan gender. 

Carmona menyampaikan bahwa lembaganya telah memperingatkan tentang kekurangan undang-undang itu dan menganggap kritikan Montero terhadap hakim berisiko merusak kepercayaan perempuan terhadap sistem peradilan.

"Kami telah mengeluarkan peringatan dalam laporan kami bahwa apa yang terjadi dapat terjadi. (Tapi) sistem peradilan tidak seksis; itu bukan bagian dari patriarki. Para hakim menerapkan hukum dengan cara yang sempurna.”

3. Pelaku yang memperoleh pengurangan hukuman

Ilustrasi pemerkosaan. (Pexels.com/Alex Green)
Ilustrasi pemerkosaan. (Pexels.com/Alex Green)

Undang-undang yang bertujuan untuk melawan kasus kejahatan seksual ini dirancang sebagai tanggapan atas kasus pemerkosaan selama festival lari banteng San Fermin 2016 di Pamplona. Dalam kasus itu, seorang gadis berusia 18 tahun diperkosa oleh lima pria.

Kelima pemerkosa awalnya dihukum karena pelecehan seksual dan bukan pemerkosaan, yang memicu protes massal nasional. Mahkamah Agung akhirnya membatalkan putusan pada 2019 dan menghukum kelimanya atas pemerkosaan, dengan hukuman lima hingga 15 tahun penjara.

Adanya aturan baru itu membuat seorang pengacara untuk salah satu dari lima orang pelaku berencana untuk mencari pengurangan hukuman untuk kliennya. Perubahan aturan ini juga telah membuat hukuman seorang pria dikurangi dari delapan menjadi enam tahun, dia dihukum karena melecehkan putri tirinya yang berusia 13 tahun.

Seorang pria yang mengancam mantan istrinya dengan pisau dan memperkosanya juga mendapat pengurangan hukuman dua tahun, sebelumnya pengadilan menjatuhi hukuman 13 tahun.

Kasus lainnya merupakan seorang guru yang membayar untuk berhubungan seks dengan muridnya telah dibebaskan setelah hukumannya dikurangi. Sejak hukuman berlaku, empat pria yang melalukan pelanggaran seks pun telah bebas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us