Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Markas Aung San Suu Kyi Dilempar Bom Molotov

Para demonstran angkat poster Suu Kyi saat mereka melawan kudeta militer dan tuntut pembebasan Suu Kyi di Yangon, Myanmar, Sabtu (13/2/2021). ANTARA FOTO/Reuters-Stringer/hp. Sumber: antaranews.com

Jakarta, IDN Times - Kebakaran akibat lemparan bom molotov yang diarahkan ke markas Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi terjadi pada Jumat (26/3/2021) pagi. Belum diketahui siapa pelakunya, namun tidak ada korban jiwa pada insiden ini.
 
Tepatnya pukul 4 pagi waktu setempat, seseorang tak dikenal melemparkan bom molotov ke kantor partai yang berlokasi di Yangon. Akibatnya kebakaran singkat terjadi.
 
"Ketika penduduk di sekitar mengetahui tentang kebakaran itu, mereka menelepon dinas pemadam kebakaran untuk memadamkannya, sekitar pukul 5 pagi kebakaran itu sudah dikendalikan,” kata anggota partai NLD, Soe Win, dilansir dari Channel News Asia.
 

1. Hanya pintu masuk kantor yang rusak

default-image.png
Default Image IDN

Menurut Soe Win, kerusakan hanya terjadi pada pintu masuk kantor yang hangus terbakar. Saat ini anggota partai sedang menghitung berapa kerugian akibat insiden tersebut.
 
Peristiwa penyerangan terjadi pada Hari Angkatan Bersanjata, momen tahunan yang biasanya dirayakan dengan parade senjata. Sejumlah orang khawatir momen tersebut akan menjadi titik eskalasi bentrokan antara aparat dengan demonstran anti-kudeta.  
 
"Kami harus mengajukan pengaduan ke polisi, kami tidak tahu siapa yang melakukan ini, tapi itu sama sekali tidak bagus," ujar Soe Win, menolak untuk berspekulasi tentang alasan penyerangan tersebut.
 

2. Lebih dari 320 orang meninggal

default-image.png
Default Image IDN

Berdasarkan laporan dari kelompok pemantau setempat, sedikitnya 320 orang tewas sejak demonstrasi yang dimulai pada 1 Februari 2021. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) meyakini angka riil kematian jauh lebih tinggi, sebab mereka tidak bisa mengkonfirmasi data ratusan yang dihilangkan paksa.
 
Berbeda dengan pemerintah, Junta mengumumkan korban nyawa tidak lebih dari 164 orang.
 
Laporan yang berhasil dihimpun sejauh ini mendapati, hampir 90 persen korban ditembak mati di tengah bentrokan dan 25 persen dari mereka ditembak di kepala. Hal itu memicu spekulasi bahwa aparat dengan sengaja melakukan pembunuhan, bukan sekadar untuk membubarkan unjuk rasa.
 
"Semuanya menunjuk pada pasukan yang mengadopsi taktik tembak-menembak untuk menekan protes," kata Amnesty International pada awal bulan ini.
 
Hampir 90 persen korban tewas adalah laki-laki, sekitar 35 persen berusia 24 tahun ke bawah. Adapun korban termuda adalah Khin Myo Chit yang masih berusia tujuh tahun. Dia ditembak mati ketika sedang berada di rumah bersama ayahnya, yang juga dieksekusi.
 

3. Demonstrasi terus berlanjut

default-image.png
Default Image IDN

Ribuan aktivis antikudeta Myanmar kembali turun ke jalan pada Kamis (25/3/2021), setelah mereka melakukan pemogokan massal atau aksi diam yang bertujuan menghentikan aktivitas ekonomi dan bisnis pada Rabu (24/3/2021).

"Apakah kita bersatu? Ya, kita Bersatu. Revolusi hari menang!” teriak pengunjuk rasa di Monywa, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Nant Khi Phyu Aye, salah seorang aktivis, mengatakan kebanyakan pendemo adalah anak muda. "Mereka ingin melakukan protes setiap hari, tanpa melewatkan satu hari pun," tuturnya.

Skala protes jalanan mulai mengalami penurunan beberapa hari terakhir. Kendati begitu, para aktivis berjanji gelombang demonstrasi besar akan datang.

"Badai terkuat (akan) datang setelah keheningan," merujuk kepada pemogokan massal, kata pemimpin pendemo, Ei Thinzar Maung, dalam sebuah unggahan media sosial.

Mereka menolak untuk tunduk di bawah rezim junta militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing. Mereka juga tidak percaya dengan janji Dewan Administrasi Negara, sebutan untuk rezim darurat yang berlaku setahun ke depan, untuk mengadakan pemilu yang adil di akhir masa kepemimpinannya.
 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us