Mesir Dijanjikan Keringanan Utang jika Ambil Alih Gaza

Jakarta, IDN Times - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS (sekitar Rp2,4 kuadriliun).
Rencana tersebut akan membuat Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama 8 tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun. Pernyataan itu disampaikannya saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington.
"Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza. Inti dari rencana tersebut adalah Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar 155 miliar dolar AS (Rp2,5 kuadriliun) akan dibatalkan oleh masyarakat internasional," kata Lapid dalam unggahannya di X pada Selasa (25/2/2025).
1. Israel hadapi dua masalah keamanan di sepanjang perbatasan selatan
Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, karena gagal membangun pemerintahan efektif di Gaza, yang akan mengusir Hamas. Menurutnya, setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, Hamas masih menguasai Gaza. Lapid mengungkapkan bahwa saat ini Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.
Pertama, dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza. Israel tidak dapat menyetujui Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.
Kedua, ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah, yang mana utang luar negeri sebesar 155 miliar dolar AS tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.
"Untuk kedua masalah ini, kami mengusulkan satu solusi, yaitu Mesir akan memikul tanggung jawab untuk mengelola Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negeri akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya," ungkap Lapid.
"Selama periode ini, Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang akan semakin memperkuat perekonomiannya," tambahnya.
2. Mesir disebut pernah memiliki sejarah menguasai Gaza

Menurut Lapid, Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu, yang saat itu dengan dukungan Liga Arab dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Ia menuturkan, Kairo melindungi Gaza atas nama Palestina dan hal seperti ini perlu terjadi lagi hari ini.
Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada 1948. Saat itu, milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.
Di sisi lain, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka selama 18 tahun terakhir. Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967, dikutip dari Anadolu Agency.
3. Mesir menolak seruan Lapid untuk mengelola Gaza

Televisi Al Arabiya milik Arab Saudi melaporkan bahwa Mesir menolak seruan Lapid agar negara itu mengelola Jalur Gaza selama 8 tahun setelah perang berakhir. Sumber-sumber Kairo mengatakan kepada saluran televisi tersebut bahwa warga Palestina haruslah yang mengelola Gaza. Daerah kantong yang dilanda perang itu harus dibangun kembali tanpa pemindahan paksa para penduduknya, dilansir Al Jazeera.
Genosida Israel baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk Gaza mengungsi dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.
Kementerian Kesehatan Gaza, pada Rabu (26/2/2025), mengonfirmasi bahwa serangan Israel sejak 7 Oktober 2023, telah menewaskan 48.348 warga Palestina, dan 111.761 orang terluka. Kantor media pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi setidaknya 61.709, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.