Palestina Setop Tunjangan bagi Keluarga Korban Konflik

Jakarta, IDN Times - Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas, menghentikan program tunjangan untuk keluarga tahanan dan korban konflik dengan Israel. Kebijakan ini diumumkan melalui dekrit presiden pada Senin (10/2/2025).
Program bantuan tersebut akan dialihkan dari Kementerian Pembangunan Sosial ke lembaga baru bernama Yayasan Nasional Palestina untuk Pemberdayaan Ekonomi. Para penerima manfaat akan mendapatkan bantuan berbasis kesejahteraan sosial seperti warga Palestina lainnya.
Amerika Serikat (AS) dan Israel telah lama mengecam program tunjangan ini. Mereka menyebutnya sebagai "pay for slay" yang dianggap mendorong aksi kekerasan karena nilai tunjangan ditetapkan berdasarkan lama penahanan. Sementara, PA berargumen bantuan diperlukan keluarga yang kehilangan pencari nafkah.
Keputusan Abbas muncul saat PA berupaya menampilkan diri sebagai opsi kredibel untuk mengelola Gaza pasca perang. PA juga menghadapi tekanan finansial karena Israel menahan ratusan juta shekel dari pendapatan pajak mereka karena program ini.
1. Sistem baru bantuan sosial bagi keluarga tahanan
Yayasan baru tersebut akan menerapkan sistem kriteria ketat dalam menentukan penerima bantuan. Lembaga yang dipimpin Menteri Kesejahteraan Sosial PA, Ahmad Majdalani, ini akan melakukan peninjauan kelayakan dua kali setahun.
Program bantuan sosial ini akan memprioritaskan keluarga berdasarkan kebutuhan ekonomi. Data menunjukkan tingkat kemiskinan di Tepi Barat meningkat tajam sejak Oktober 2023, setelah Israel menghentikan izin kerja bagi lebih dari 100 ribu pekerja Palestina.
Hingga gencatan senjata Gaza pada 19 Januari 2025, tercatat 14.500 tahanan Palestina di Tepi Barat, termasuk 455 wanita dan 1.115 anak-anak. Banyak keluarga mereka masih akan menerima bantuan mengingat kondisi ekonomi yang sulit.
"Penerima manfaat akan terus diperhatikan bersama warga Palestina lain yang membutuhkan sesuai standar keadilan yang universal," bunyi dekrit tersebut, dilansir dari Al Jazeera.
2. AS-Israel tekan Otoritas Palestina terkait kebijakan tunjangan
Inisiatif perubahan sistem tunjangan ini sudah direncanakan bertahun-tahun. Program percontohannya bahkan telah diluncurkan secara diam-diam di akhir pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
PA sebelumnya telah menyampaikan rencana perubahan ini ke pemerintahan Donald Trump. AS memiliki undang-undang bernama Taylor Force Act yang disahkan tahun 2018. UU ini melarang AS memberikan bantuan ekonomi ke PA karena program tunjangan yang berbasis masa tahanan ini.
Israel juga menahan dana pajak PA berdasarkan undang-undang tahun 2018. UU tersebut mewajibkan pemotongan jumlah setara tunjangan yang dibayarkan PA kepada tahanan dari transfer pajak bulanan ke Palestina.
"Dekrit ini merupakan bentuk penipuan baru oleh PA yang berniat melanjutkan pembayaran kepada teroris dan keluarga mereka melalui saluran lain," kata Kementerian Luar Negeri Israel, dilansir Times of Israel.
3. Hamas kritik penghentian tunjangan

Hamas mengecam kebijakan Abbas. Kelompok yang menguasai Gaza ini menyebut penghentian tunjangan sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan nasional Palestina.
"Mengubah status kelompok patriotik yang telah berkorban bagi rakyat menjadi kasus sosial merupakan hal yang memalukan. Kami meminta PA untuk segera membatalkan putusan ini dan tidak tunduk pada tekanan AS dan Zionis," tutur Hamas dalam pernyataannya, dilansir Palestine Chronicle.
Sementara itu, PA berharap perubahan ini akan memulihkan bantuan internasional yang sempat ditangguhkan. Mereka juga berupaya memperkuat posisinya di forum internasional melalui keputusan tersebut.
Pasukan keamanan PA juga dilaporkan meningkatkan operasi melawan pejuang bersenjata di Tepi Barat. Pada Desember lalu, mereka melancarkan kampanye keamanan di kamp pengungsi Jenin yang diklaim bertujuan memulihkan hukum dan ketertiban.