Parlemen Iran Sepakat Tangguhkan Kerja Sama dengan IAEA

- Iran mengkritik IAEA karena menolak untuk mengutuk serangan AS.
- IAEA jatuhkan mosi kecaman akibat Iran melanggar kewajiban nuklirnya.
- Iran pertimbangkan keluar dari perjanjian nonproliferasi nuklir.
Jakarta, IDN Times - Parlemen Iran dengan suara bulat menyetujui penangguhan seluruh kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Rabu (25/6/2025). Langkah tersebut dilakukan saat Teheran bersikeras tidak akan menghentikan program nuklir sipilnya setelah serangan besar-besaran oleh Israel dan Amerika Serikat (AS).
Keputusan tersebut akan mempersulit penilaian ahli independen tentang tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada tiga lokasi nuklir utama Iran akibat pemboman AS-Israel. Langkah itu juga mempersulit badan nuklir PBB tersebut untuk mengetahui lokasi pengayaan uranium Teheran.
Penangguhan kerja sama akan mencakup penghentian beberapa kegiatan, seperti pemasangan kamera pengawas, inspeksi, dan pelaporan ke badan tersebut.
"Kami tidak akan lagi mengizinkan tawar-menawar mengenai pengayaan di wilayah negara kami karena kami telah memasuki ruang baru dan musuh juga menyadari bahwa mereka tidak menghadapi Iran yang sama seperti sebelumnya," kata Wakil Presiden Iran, Mohammad Reza Aref, dikutip dari The Guardian.
1. Iran mengkritik IAEA karena menolak untuk mengutuk serangan AS
Juru bicara parlemen Iran, Mohammad Bagher Ghalibaf, mengkritik IAEA karena menolak untuk mengutuk serangan terhadap fasilitas nuklir Teheran yang dilakukan oleh AS, Ghalibaf mengatakan bahwa badan nuklir PBB itu tidak memenuhi tugasnya dan menjadi alat politik.
Dimulainya kembali kerja sama Teheran dan IAEA akan bergantung pada laporan dari Otoritas Energi Atom Iran, serta komite keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Negara Timur Tengah itu memerlukan jaminan terkait keselamatan fasilitas nuklirnya. Ghalibaf mengatakan, program nuklir sipil Iran akan terus berlanjut dengan kecepatan tinggi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengatakan bahwa AS telah menghancurkan diplomasi dan tidak dapat lagi dipercaya, usai serangannya terhadap fasilitas nuklir Teheran. Dia menegaskan haknya untuk mengejar energi nuklir yang damai berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi (NPT), mengutip Al Jazeera.
2. IAEA jatuhkan mosi kecaman akibat Iran melanggar kewajiban nuklirnya

Sebelum pertempuran Iran-Israel pecah, IAEA mendapati bahwa Teheran secara resmi tidak mematuhi kewajiban nuklirnya untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. 19 dari 35 negara di dewan badan tersebut telah mendukung mosi kecaman, termasuk oleh AS, Inggris, Prancis, dan Jerman, dilaporkan Euro News.
IAEA mengkritik Iran karena kurangnya kerja sama dengan pihaknya, yang menyebabkan mosi kecaman itu disahkan. Parlemen Teheran pada Rabu mendengar seruan agar Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, dituntut karena memberikan laporan palsu dan stafnya memata-matai fasilitas nuklirnya atas nama Mossad, badan intelijen Israel.
Badan PBB itu telah memantau aktivitas nuklir Iran selama bertahun-tahun dan menyerukan akses baru ke fasilitas nuklir Teheran. Grossi mengakui telah menulis surat kepada negara Timur Tengah itu untuk membahas dimulainya kembali inspeksi fasilitas nuklir mereka.
3. Iran pertimbangkan keluar dari perjanjian nonproliferasi nuklir

Perdebatan di Iran telah terjadi terkait rencana untuk meninggalkan Perjanjian Non-Proliferasi nuklir (NPT). Langkah tersebut akan memberi sinyal bahwa Teheran bermaksud untuk terbebas dari batasan perjanjian tersebut dan seperti Israel akan membangun pencegah nuklir.
"Jika keanggotaan kita dalam NPT tidak dapat melindungi kita dari serangan militer atau sanksi ekonomi, dan dalam praktiknya menjadi alat inspeksi dan ancaman terus-menerus, apa pembenaran untuk tetap berada di dalamnya?" ungkap mantan anggota parlemen Iran, Akbar A’lami.
Iran telah lama menyatakan bahwa program nuklirnya bersifat damai. Baik badan intelijen AS maupun IAEA telah menyimpulkan bahwa negara tersebut tidak secara aktif melakukan pengayaan hingga ke tahap bom. Teheran mengklaim telah memindahkan uraniumnya yang sangat diperkaya sebelum serangan AS ke fasilitas nuklirnya.