PBB : Israel Bunuh 1.000 Lebih Warga Gaza yang Cari Bantuan

- Distribusi bantuan oleh GHF adalah perangkap maut yang mematikan bagi warga sipil Gaza.
- 15 orang meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi dalam 24 jam terakhir di Gaza, termasuk 80 anak-anak.
- Hamas mengkritik sikap diam negara-negara Arab dan Islam di tengah genosida sistematis dan kelaparan yang melanda wilayah tersebut.
Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pasukan Israel telah membunuh lebih dari 1.000 warga Palestina yang berusaha mencari bantuan, sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat (AS) dan Israel mulai beroperasi pada akhir Mei.
Dilansir dari Al Jazeera, pada Selasa (22/7/2025) saja, pasukan Israel telah membunuh sedikitnya 43 warga Palestina, termasuk 10 pencari bantuan.
“Pada 21 Juli, kami mencatat 1.054 orang tewas di Gaza ketika mencoba mendapatkan makanan; 766 di antaranya terbunuh di sekitar lokasi GHF dan 288 di dekat konvoi bantuan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Thameen Al-Kheetan.
1. Distribusi bantuan oleh GHF adalah perangkap maut
Sementara itu, kepala badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA), Phillipe Lazzarini, menyebut distribusi bantuan oleh GHF sebagai perangkap maut, di mana warga sipil ditembaki saat menunggu bantuan makanan.
“Skema distribusi yang disebut ‘GHF’ adalah perangkap maut yang sadis. Penembak jitu menembaki kerumunan secara acak seolah-olah mereka diberi izin untuk membunuh,” tulis Lazzarini di platform X.
Ia mengungkapkan bahwa staf badan PBB tersebut, serta para dokter dan pekerja kemanusiaan, pingsan saat bertugas di Gaza akibat kelaparan dan kelelahan.
“Tidak ada yang luput: para tenaga perawat di Gaza juga memerlukan pertolongan. Dokter, perawat, jurnalis, dan pekerja kemanusiaan pun merasakan kelaparan. Banyak dari mereka jatuh pingsan karena lapar dan kelelahan saat menjalankan tugas—baik itu melaporkan kekejaman maupun berupaya mengurangi penderitaan," tuturnya, dikutip dari The New Arab.
2. 15 orang meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi dalam 24 jam terakhir
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut pengeboman, kekurangan gizi, dan kelaparan yang dihadapi oleh 2,3 juta warga Palestina di Gaza sebagai pertunjukan horor, dengan tingkat kematian dan kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa waktu terakhir.
Kementerian Kesehatan Gaza, pada Selasa, melaporkan bahwa sedikitnya 15 orang, termasuk empat anak-anak, meninggal akibat kelaparan dan malnutrisi di wilayah tersebut dalam waktu 24 jam terakhir. Dengan demikian, total kematian akibat kelaparan di Jalur Gaza kini mencapai 101 orang, termasuk 80 anak-anak, sejak perang meletus pada Oktober 2023.
Direktur Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, Mohammed Abu Salmiya, mengatakan bahwa warga Palestina yang mengalami malnutrisi terus berdatangan ke rumah sakit-rumah sakit yang masih berfungsi setiap saat. Ia memperingatkan bahwa jumlah kematian akibat kelaparan kemungkinan akan terus bertambah.
Juru bicara Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir Al Balah, Khalil al-Daqran, menyebutkan sekitar 600 ribu orang menderita malnutrisi, termasuk sedikitnya 60 ribu ibu hamil.
"Rumah sakit sudah kewalahan dengan jumlah korban akibat tembakan. Mereka tidak dapat memberikan lebih banyak bantuan untuk gejala yang berhubungan dengan kelaparan karena kekurangan makanan dan obat-obatan," ujar Daqran.
3. Hamas kritik sikap diam negara-negara Arab dan Islam
Direktur kemanusiaan Save the Children, Rachel Cummings, menyebut situasi di Gaza sebagai bencana. Ia mengatakan bahwa sudah lama tidak ada pasokan makanan yang memadai di Gaza. Pasar-pasar kini kosong dan akses terhadap air bersih sangat terbatas.
“Kami melihat peningkatan jumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi di klinik dan pusat gizi kami. Kami juga melihat semakin banyak ibu hamil dan menyusui yang mengalami malnutrisi. Semua orang di Gaza kini kelaparan, bahkan di tim saya sendiri, saya bisa melihat dengan jelas bahwa mereka tampak kurus dan tidak bisa mendapatkan makanan di pasar," ujarnya.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan bahwa sudah waktunya untuk mematahkan pembatasan dan mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza. Kelompok Palestina itu juga menyatakan keprihatinannya atas sikap diam negara-negara Arab dan Islam di tengah berlangsungnya genosida sistematis dan kelaparan yang melanda wilayah tersebut.