PBB Kecam Perintah Israel Relokasi Warga Palestina dari Rafah

Jakarta, IDN Times - Badan migrasi PBB (IOM), pada Senin (6/5/2024), menyuarakan keprihatinannya terkait pemindahan paksa warga Palestina dari kota Rafah, Gaza selatan, berdasarkan perintah Israel. Pihaknya mengatakan bahwa para pengungsi tidak lagi punya tempat yang aman untuk berlindung.
“Kami sangat prihatin bahwa orang-orang yang sudah mengungsi kembali terpaksa mengungsi akibat meningkatnya permusuhan di Rafah, Gaza. Orang-orang tidak punya tempat aman untuk mencari perlindungan,” tulis IOM dalam unggahan di media sosial X.
Badan itu menyatakan, situasi kemanusiaan di Gaza telah mencapai tingkat bencana, dan masyarakat tidak lagi mampu menanggung eskalasi perang yang telah menimbulkan banyak korban jiwa.
“Sangat penting bagi bantuan kemanusiaan untuk menjangkau mereka yang membutuhkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka yang membutuhkan dapat mengakses dukungan penyelamatan jiwa yang sangat mereka butuhkan,” tambahnya.
1. Sekitar 100 ribu pengungsi diperintahkan pergi dari Rafah
Militer Israel pada Senin memerintahkan sekitar 100 ribu warga Palestina untuk mulai mengungsi dari beberapa bagian Rafah. Hal ini menandakan bahwa invasi darat yang telah lama dijanjikan Israel akan segera terjadi.
Nadav Shoshani, juru bicara militer Israel, mengatakan bahwa para pengungsi tersebut didesak untuk segera pindah ke kota al-Mawasi. Dia mengklaim bahwa Israel telah memperluas ukuran zona kemanusiaan di sana, termasuk menyediakan tenda, makanan, air, dan rumah sakit lapangan.
Dilansir Associated Press, sekitar 450 ribu pengungsi Palestina sudah berlindung di al-Mawasi. Kondisinya dilaporkan cukup kumuh dengan fasilitas sanitasi terbatas.
“Daerah tersebut sudah kewalahan dan tidak memiliki layanan penting,” kata Jan Egeland, sekretaris jenderal Dewan Pengungsi Norwegia, mengecam perintah evakuasi tersebut.
Dia menambahkan bahwa serangan Israel ke Rafah akan menyebabkan fase paling mematikan dalam perang Israel-Hamas.
2. Warga ketakutan dan putus asa
Mohammed Jindiyah mengatakan bahwa pada awal perang, dia mencoba tetap bertahan di rumahnya di Gaza utara di bawah pemboman besar-besaran, sebelum kemudian melarikan diri ke Rafah.
Dia mematuhi perintah evakuasi Israel kali ini, namun tidak yakin apakah akan pindah ke al-Mawasi atau ke tempat lainnya.
“Kami 12 keluarga, dan kami tidak tahu harus pergi ke mana. Tidak ada wilayah yang aman di Gaza,” katanya.
Sahar Abu Nahel, yang melarikan diri ke Rafah bersama 20 anggota keluarganya, merasa putus asa dengan perintah evakuasi ini.
“Saya tidak punya uang atau apa pun. Saya sangat lelah, begitu pula anak-anak. Mungkin lebih terhormat bagi kami untuk mati. Kami sedang dipermalukan," ujarnya.
Direktur UNRWA di Gaza Scott Anderson mengatakan bahwa organisasi mereka tidak akan melakukan evakuasi dari Rafah, sehingga mereka dapat terus memberikan bantuan kepada warga yang masih tertinggal.
“Kami akan memberikan bantuan kepada orang-orang di mana pun mereka berada,” katanya.
3. Lebih dari 34.700 warga Palestina tewas di Jalur Gaza
Dilansir Reuters, militer Israel pada Senin mengatakan bahwa mereka mulai melakukan serangan yang ditargetkan terhadap sasaran Hamas di bagian timur kota Rafah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, kabinet perangnya menyetujui kelanjutan operasi di Rafah untuk meningkatkan tekanan pada Hamas agar membebaskan sandera Israel dan mencapai tujuan perang negara lainnya.
“Kabinet perang dengan suara bulat memutuskan bahwa Israel melanjutkan operasi di Rafah untuk memberikan tekanan militer terhadap Hamas guna mempercepat pembebasan sandera kami dan tujuan perang lainnya,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
“Secara paralel, meskipun usulan Hamas jauh dari tuntutan yang diperlukan Israel, Israel akan mengirimkan delegasi kerja ke mediator untuk memanfaatkan kemungkinan mencapai kesepakatan dalam kondisi yang dapat diterima oleh Israel."
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa lebih dari 34.700 warga Palestina telah tewas dan sedikitnya 78 ribu lainnya terluka akibat serangan Israel di Jalur Gaza. Pertempuran Israel-Hamas kali ini dimulai setelah kelompok pejuang Palestina tersebut melakukan serangan lintas batas di Israel selatan pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di dan menyandera 252 lainnya, menurut perhitungan Tel Aviv.