Pengadilan Rusia Jatuhi Hukuman Penjara ke 154 Pendukung Navalny

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Rusia telah menjatuhkan hukuman penjara singkat terhadap ratusan orang yang ditahan dalam acara peringatan kematian pemimpin oposisi Alexei Navalny.
Menurut putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan kota pada Sabtu (17/2/2024) dan Minggu (18/2/2024), sedikitnya 154 orang telah dijatuhi hukuman penjara hingga 14 hari karena melanggar undang-undang anti-protes.
Kelompok hak asasi manusia dan media independen melaporkan beberapa hukuman serupa juga terjadi di kota-kota lain di negara tersebut.
1. Lebih dari 400 orang ditahan di Rusia
Kritikus Kremlin berusia 47 tahun itu dilaporkan meninggal pada Jumat (16/2/2024) di tahanan Arktik, tempat dia menjalani hukuman 19 tahun penjara. Penahanannya dipandang sebagai pembalasan atas kampanyenya melawan Presiden Vladimir Putin.
Berita kematian Navalny sontak menimbulkan kesedihan dan keterkejutan bagi para pendukungnya. Warga Rusia pada akhir pekan berbondong-bondong meletakkan bunga dan menyalakan lilin di monumen para korban penindasan Soviet untuk mengenangnya.
Menurut kelompok hak asasi manusia OVD-Info, polisi telah menahan lebih dari 400 orang di berbagai acara peringatan di 32 kota di Rusia sejak kematian Navalny. Jumlah penangkapan terbesar terjadi di St Petersburg dan Moskow, di mana aktivis tersebut memiliki dukungan paling kuat. Hingga Sabtu malam, lebih dari 200 orang ditahan di St. Petersburg, dilansir Reuters.
2. Pihak berwenang belum serahkan jenazah Navalny ke keluarga
Sementara itu, pihak berwenang Rusia masih belum menyerahkan jenazah Navalny kepada keluarganya pada Minggu. Hal ini memicu kemarahan pendukungnya, yang menuding bahwa otoritas Rusia sengaja menahan jenazah Navalny demi menutupi jejak mereka.
Putin sejauh ini belum memberikan komentar apa pun terkait kematian Navalny. Banyak kalangan, termasuk pemimpin Barat, menudingnya sebagai sosok yang bertanggung jawab atas kematian kritikus Kremlin yang paling vokal tersebut.
“Alexei Navalny menginginkan satu hal yang sangat sederhana. Agar Rusia tercinta menjadi negara normal,” tulis Leonid Volkov, kepala stafnya dan salah satu ajudan terdekatnya di media sosial X.
"Dan untuk ini Vladimir Putin membunuhnya. Meracuni, memenjarakan, menyiksa dan membunuhnya," tambah dia.
3. Kematian Navalny dapat merugikan upaya Putin untuk membangun kembali dialog dengan Barat
Alexey Muraviev, profesor studi strategis di Universitas Curtin, mengatakan bahwa kematian Navalny yang terjadi kurang dari sebulan sebelum pemilihan presiden Rusia, hanya akan berdampak kecil pada hasil pemilu.
“Navalny tidak memiliki pengaruh politik yang signifikan di Rusia. Dia mempunyai banyak pendukung, namun jika dibandingkan dengan keseluruhan proporsi pemilih konservatif di Rusia, mereka adalah minoritas,” kata Muraviev kepada Al Jazeera.
Sebaliknya, hal ini menurutnya dapat merugikan upaya presiden Rusia untuk membangun kembali dialog dengan Barat.
Pihak berwenang Rusia memandang Navalny dan para pendukungnya sebagai ekstremis yang memiliki hubungan dengan badan intelijen Amerika CIA, yang menurut mereka berupaya mengganggu stabilitas Rusia. Namun, tuduhan tersebut selalu ditepis Navalny.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memuji Navalny sebagai sosok yang berani melawan korupsi, kekerasan, dan semua hal buruk yang dilakukan pemerintahan Putin. Ia menuding pemimpin Rusia itu bertanggung jawab atas kematian aktivis tersebut tanpa memberikan bukti. Inggris juga mengatakan bahwa akan ada konsekuensi bagi Moskow.
Kremlin sendiri menyebut reaksi Barat itu tidak dapat diterima dan berlebihan.