Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polandia akan Tangguhkan Sementara Hak Suaka

Bendera Polandia. (Pixabay.com/crsntdesign)
Bendera Polandia. (Pixabay.com/crsntdesign)
Intinya sih...
  • PM Polandia Donald Tusk mengumumkan penangguhan hak suaka sementara untuk memerangi migrasi ilegal.
  • Migran dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia menyeberang ke Polandia secara ilegal dari Belarus, menjadi rute ke negara Eropa lainnya.
  • Kebijakan keras pemerintah termasuk penggunaan senjata oleh pasukan keamanan dan zona eksklusi di perbatasan dengan Belarus.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Polandia Donald Tusk, pada Sabtu (12/10/2024), mengumumkan rencana penangguhan sementara hak suaka dalam upaya memerangi migrasi ilegal. Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan keras untuk mengatasi masalah tersebut.

Polandia mengalami peningkatan besar kedatangan migran sejak 2021, terutama dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia, yang menyeberang ke negara itu secara ilegal dari Belarus. Para migran itu menjadikan Polandia sebagai rute untuk menuju negara Eropa lainnya.

1. Polandia menyalahkan pemimpin Belarus dan Rusia

Perdana Menteri Polandia Donald Tusk. (X.com/Donald Tusk)
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk. (X.com/Donald Tusk)

Tusk menyampaikan salah satu strategi migrasi yang dilakukan berupa penangguhan sementara hak suaka di wilayah teritorial tertentu.

"Saya akan menuntut ini, saya akan menuntut pengakuan di Eropa atas keputusan ini," ungkapnya dalam kongres yang diadakan oleh kelompok Koalisi Sipil liberal miliknya, anggota koalisi pemerintah, dikutip dari Reuters.

Tusk mengatakan hak suaka dimanfaatkan oleh Presiden Belarus Alexander Lukashenko, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan oleh penyelundup manusia dengan cara yang bertentangan dengan esensi hak suaka. Kedua negara itu sebelumnya telah membantah mengatur migrasi.

Stategi migrasi ini akan disampaikan Tusk dalam pertemuan pemerintah pada 15 Oktober, ulang tahun pertama pemilu yang membawa koalisi yang dipimpinnya ke tampuk kekuasaan.

Banyak migran yang menyeberang dari Belarus tidak menetap, melainkan menuju ke Jerman. Tren ini telah mendorong Berlin untuk memberlakukan pemeriksaan di perbatasannya dengan Polandia.

2. Pemerintah baru melanjutkan kebijakan keras

Pemerintahan koalisi pimpinan Tusk telah melanjutkan kebijakan migrasi garis keras yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya oleh Hukum dan Keadilan. Koalisi pemerintahan saat ini melanjutkan kebijakan penolakan dan memperkenalkan kembali zona eksklusi di sebagian perbatasan, dilansir dari BBC.

Pada Juli, setelah kematian seorang tentara berusia 21 tahun yang ditikam hingga tewas oleh para migran di perbatasan, pemerintah mendorong parlemen untuk mendekriminalisasi penggunaan senjata api oleh pasukan keamanan untuk membela diri dalam keadaan tertentu.

Pemerintah sebelumnya mengesahkan perlawanan dan membangun pagar baja setinggi 5,5 meter di sepanjang 186 km perbatasan dengan Belarus. Meski menerapkan kebijakan keras terhadap migran, Hukum dan Keadilan mengeluarkan jumlah izin tinggal dan kerja tahunan tertinggi di seluruh Uni Eropa selama pemerintahannya.

3. Kebijakan keras pemerintah dalam migrasi didukung rakyat

ilustrasi pengungsi (dok. IDN Times/Novaya)
ilustrasi pengungsi (dok. IDN Times/Novaya)

Survei menunjukkan sebagian besar masyarakat mendukung tindakan keras pemerintah, dengan 86 persen responden mendukung penggunaan senjata untuk membela diri oleh dinas keamanan.

Pada bulan lalu, Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski, menyampaikan Koalisi Sipil bisa menang dalam pemilu Oktober tahun lalu karena berhasil meyakinkan para pemilih akan bersikap tegas dalam melindungi perbatasan.

Namun, kelompok hak asasi manusia menyatakan kekhawatiran atas kebijakan migrasi pemerintah baru, memperkirakan lebih dari 130 migran telah meninggal di kedua sisi perbatasan Belarus dengan Polandia, Lithuania, dan Latvia sejak krisis dimulai.

"Saya tidak pernah melihat Donald Tusk sebagai pejuang hak asasi manusia, tetapi ini adalah titik terendah," kata Malgorzata Szuleka, anggota dewan Yayasan Hak Asasi Manusia Helsinki yang berpusat di Warsawa.

Szuleka menyampaikan saat ini ada krisis kemanusiaan di perbatasan, yang menjadi rute migrasi terbuka. Dia mengajak untuk melakukan diskusi rasional yang tidak terlalu didorong oleh populisme.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us