Presiden Palestina Teken Aturan Baru soal Penggantinya

- Penunjukan deputi sebagai pelaksana tugas presiden
- Tekanan negara Arab dan barat dalam penunjukan suksesi
- Deklarasi ini akan melindungi sistem politik Palestina
Jakarta, IDN Times - Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengumumkan pada Minggu (26/10/2025), rencana suksesi kepemimpinan Otoritas Palestina di tengah meningkatnya tekanan dari negara-negara Arab. Pengumuman ini menetapkan bahwa wakilnya akan mengambil alih sementara kepemimpinan jika Abbas meninggal dunia atau mengundurkan diri.
Rencana suksesi tersebut diharapkan dapat mencegah kekosongan kepemimpinan dalam Otoritas Palestina, terutama terkait masa depan pasca perang di Jalur Gaza.
1. Penunjukan deputi sebagai pelaksana tugas presiden
Mahmoud Abbas secara resmi menandatangani dekrit yang menyatakan deputinya, Hussein al-Sheikh, akan mengambil alih tugas presiden Otoritas Palestina secara sementara jika terjadi kekosongan jabatan.
"Dalam hal terjadi kekosongan pada posisi Presiden Otoritas Palestina, Wakil Presiden Komite Eksekutif PLO sekaligus Wakil Presiden Negara Palestina, sementara waktu akan menjalankan tugas presiden selama maksimal 90 hari," demikian isi deklarasi yang dipublikasikan Wafa, kantor berita resmi Palestina, dilansir Daily Sabah.
Keputusan tersebut juga membatalkan dekret sebelumnya tentang suksesi dan menegaskan pentingnya keteraturan politik.
"Deklarasi ini menegaskan prinsip pemisahan kekuasaan dan transfer kekuasaan secara damai melalui pemilihan umum yang bebas dan adil," kata Abbas.
Selama masa tugas sementara itu, Otoritas Palestina diwajibkan menggelar pemilihan umum langsung untuk memilih presiden baru sesuai Undang-Undang Pemilu Palestina. Jika pemilu tidak dapat dilaksanakan dalam waktu tersebut karena keadaan darurat, masa jabatan interim bisa diperpanjang satu kali oleh Dewan Pusat Palestina.
2. Tekanan negara Arab dan barat dalam penunjukan suksesi
Sebelum pengumuman pada Minggu (26/10/2025), Mahmoud Abbas menghadapi tekanan kuat dari negara-negara Arab serta negara barat untuk menunjuk penerus yang jelas bagi Otoritas Palestina.
"Keputusan ini menunjukkan bahwa Presiden Abbas tidak lagi dapat menavigasi tuntutan internasional," ujar Jehad Harb, analis politik independen Palestina, dilansir New York Times.
Tekanan tersebut sangat berkaitan dengan harapan agar Otoritas Palestina memainkan peran dalam tata kelola pasca perang di Gaza, walaupun Israel secara terbuka menolak keterlibatan Otoritas Palestina dalam hal ini. Dalam diskusi dengan tokoh dunia, Abbas menegaskan pentingnya stabilitas politik dan keberlanjutan institutusi pemerintahan di wilayah Palestina.
Abbas sebelumnya berdiskusi dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron ,dan bekas PM Inggris, Tony Blair, mengenai masa depan Gaza serta peran Otoritas Palestina.
"Partisipasi Abbas adalah sinyal positif dan pengakuan atas Otoritas Palestina sebagai institusi yang sah," ujar Macron.
3. Deklarasi ini akan melindungi sistem politik Palestina
Pengumuman suksesi ini menjadi momen penting dalam sejarah politik Palestina karena baru pertama kali mekanisme yang jelas dan formal ditetapkan. Langkah Abbas mengangkat Hussein al-Sheikh sebagai penerus memberikan kejelasan di tengah kekhawatiran akan kekosongan kekuasaan jika presiden wafat atau mundur.
"Deklarasi ini melindungi sistem politik Palestina, menjamin tanah air, dan menjaga keamanan serta institusi konstitusional kita," ujar Abbas dalam pernyataan resmi, dilansir JFEED.
Sejak kematian Yasser Arafat pada November 2004 dan Abbas menjadi Presiden pada Januari 2005, belum pernah ada proses pemilihan presiden yang berjalan, membuat banyak pihak mempertanyakan legitimasi kepemimpinan. Dengan adanya ketentuan baru ini, masa transisi maksimal 90 hari dan wajib pemilu dinilai oleh beberapa pengamat sebagai upaya nyata mempertahankan stabilitas.
"Periode interim ini menjadi penegasan penting dalam memastikan legitimasi pemerintahan di wilayah Palestina di masa yang akan datang," kata Hussein al-Sheikh.

















